Tubuh Sakura jatuh ke samping, menghantam sofa. Kedua tangannya masih menggenggam erat bagian depan kimono yang tak terikat. Itachi baru saja masuk ke kamarnya, dan ruangan itu kini kosong dan hening.
Butuh waktu lima belas menit bagi Sakura untuk membebaskan diri dari jeratan rasa malu yang luar biasa. Padahal panggilan 'sensei' bukan sesuatu yang aneh untuk diucapkan pada seseorang. Tapi entah mengapa rasanya sangat berbeda jika di ucapkan untuk Itachi.
"Untuk apa juga aku malu—" gumam gadis itu akhirnya, setelah bermenung cukup lama. "Lagi pula di—dia kan memang guruku. Tentu aku harus memanggilnya seperti itu."
Ucapan dan pikirannya ternyata tak sejalan. Baru sedetik ia berucap, tapi Sakura langsung berdecak-decak sebal.
"Sial. Aku malu sekali—"
Kepalanya menoleh ke samping tempat duduk sofa. Tangannya bergerak menjangkau tali merah yang merupakan tali kimono miliknya yang tak sengaja terlepas.
"Beruntung hanya pundakku yang kelihatan." Decihnya. "Kalau tadi aku tidak cepat menahan kimono ini, mungkin—" wajahnya otomatis memerah, membayangkan hal memalukan yang mungkin terjadi. "Untung saja."
Setelah mengikat kembali kimononya, Sakura bangkit. Ia menghela napas, mengambil sake dan gelas yang tadi di ambilnya untuk minum bersama Itachi, serta catatan dan perlengkapan medisnya.
"Yah, jika dipikir-pikir lagi, ini memang sesuatu yang berbahaya." Gumam Sakura sambil berjalan ke dapur. "Seorang perempuan dan laki-laki yang sudah cukup umur tinggal di dalam satu rumah. Jika kami berdua mabuk, tentu—" gadis itu langsung membanting pintu lemari setelah meletakkan botol sake. "Itu tindakan yang ceroboh dan berisiko. Kau harus lebih hati-hati mulai sekarang Sakura!"
Setelah memberi dirinya sendiri peringatan, Sakura buru-buru melenggang ke kamarnya. Tubuhnya langsung jatuh telentang begitu bertemu kasur.
Banyak hal telah terjadi hari ini. Meski ada hal memalukan dan menyebalkan, tapi secara keseluruhan Sakura merasa amat senang.
Bisa berjalan-jalan bersama Itachi di festival adalah sebuah peristiwa langka yang tak pernah dibayangkan gadis itu sebelumnya.
Rona di wajah Sakura kembali saat membayangkan penampilan Itachi dengan kimono pemberiannya.
"Padahal dia setampan itu, tapi kenapa selalu mengenakan jubah kemana-mana." Sakura membalikkan badan, menghadap jendela.
Padahal niat awalnya pergi ke festival adalah untuk mencari barang-barang kebutuhan medisnya, tapi berakhir tidak mencarinya sama sekali. Sakura terlalu terbawa suasana festival yang meriah. Ia sibuk membeli jajanan, melihat aneka kerajinan tangan dan bermain. Selagi ia melakukan semua itu, Itachi hanya mengikutinya. Pria itu tak banyak mengeluh dan hanya menanggapi ucapan Sakura ketika gadis itu mengajaknya bicara.
Tiba-tiba wajah Sakura mengernyit. Ia mendengus begitu teringat banyak gadis yang melirik dan berbisik-bisik saat Itachi lewat di depan mereka.
"Apa yang mereka perhatikan hah, dasar—"
Sakura kembali menelentangkan badan. Bibirnya tersenyum saat mengingat momen kebersamaannya dengan Itachi di festival. Ia menaruh kedua tangan di depan dada, berusaha mengontrol degup jantungnya yang perlahan mulai bergerak cepat.
Aku—sepertinya aku, mulai menyukainya.
**
Itachi keluar dari kamar, berjalan menuju dapur untuk mengambil air. Langit di luar masih gelap, sepertinya akan turun hujan hari ini. Kepalanya menoleh sebentar ke samping saat melewati depan pintu kamar Sakura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Itachi : A Man Who Doesn't Want To Be Loved
Fiksi PenggemarHidup hanyalah sebuah perjalanan panjang untuk menemukan sesuatu yang membuatmu yakin untuk tetap hidup. Namun tidak berlaku bagi Itachi. Jalan hidupnya sudah digariskan. Dari awal, sampai akhir, ia hanya punya satu tujuan. Mengorbankan hidupnya de...