Langit sudah berganti gelap. Sakura keluar dari perpustakaan, hendak mencari tempat makan untuk mengisi perutnya yang sudah mulai keroncongan. Sebuah kedai ramen kecil menarik perhatiannya.
"Selamat datang—"
Sakura melangkah masuk ke dalam kedai ramen yang malam itu cukup sepi pengunjung. Pelayanan di tempat itu sungguh ramah dan cepat. Tidak sampai lima belas menit menunggu, semangkuk ramen dengan asap mengepul sudah terhidang di depan mejanya.
"Selamat makan—" lirihnya. Ia mulai menyeruput ramen kuah pedasnya dengan khidmat.
"Hah, lezat sekali!" pekiknya girang. Tanpa terasa, semangkuk ramen dengan porsi besar itu telah ludes. Sakura meneguk segelas ocha dingin, sebelum menyandarkan punggung pada sandaran kursi tempatnya duduk, kekenyangan.
Setelah perutnya terisi, kini gadis itu mulai memperhatikan keadaan disekelilingnya. Suasana tenang di dalam kedai ramen, ditambah hembusan angin sepoi-sepoi dari kipas angin di dinding di dekatnya, membuat kesadaran Sakura melayang ke dimensi lain.
"Itachi—" gumamnya tanpa sadar. Raut wajahnya seketika menjadi muram.
Apa dia tidak bisa ke rumah sakit saja, untuk memeriksakan kondisinya?
"Hah—" Sakura mendesah pelan. "Itu bukan urusanku."
Tapi, bagaimana ia bisa mengabaikan seseorang yang sakit? Sakura adalah seorang ninja medis. Ninja medis yang diakui kemampuannya oleh banyak orang.
"Dia sendiri yang memilih untuk mengabaikan penyakitnya, lantas aku harus apa?" kini ia mengomel sendiri. "Tunggu dulu. Dia tidak akan membaca setumpuk buku-buku medis jika memang ingin mengabaikan penyakitnya, kan?" Ia menghela napas lagi. "Padahal aku sudah memberitahunya bahwa aku seorang ninja medis, kenapa tidak mencoba meminta bantuanku saja untuk memeriksa keadaannya?" Sakura mendengus sebal, setelah mengatakan itu.
"Kenapa aku repot-repot memikirkannya sih. Seharusnya sekarang aku memikirkan kemana aku akan pindah—" gadis itu melirik jam dinding, kemudian segera berdiri dan berjalan menuju kasir dan keluar dari kedai ramen.
Ia berjalan santai, menikmati suasana desa di malam hari yang selalu terlihat ramai. Sakura sudah mulai terbiasa dengan keramahan penduduk desa , dan kini dirinya jadi tertular. Sakura selalu tersenyum dan menyapa setiap orang yang bertatap muka dengannya dijalanan.
Bagaimana dengan Itachi, ya? Apa dia akan tetap bersikap dingin dengan keramahan dan kehangatan penduduk desa ini?
Sakura jadi sedikit penasaran.
Atau jangan-jangan, sebenarnya lelaki itu sangat ramah pada orang lain dan hanya bersikap dingin padanya?
Pemikiran itu membuat Sakura menjadi jengkel.
"Hah, sudahlah. Kenapa aku jadi terus-terusan memikirkan dia!"
Sakura meghentakkan kakinya dengan cukup keras saat berjalan.
Gadis itu tidak tahu, bahwa sejak malam itu, ia tak pernah bisa menghilangkan Itachi dari dalam pikirannya.
**
Itachi berjalan pelan, mengikuti gadis bersurai merah muda yang berjalan santai di depannya.
Setelah beberapa langkah, gadis itu tampak menoleh ke samping, kemudian berlari kecil untuk melihat ikan-ikan yang dipajang dalam akuarium yang dipamerkan di tepi jalan oleh pemilik toko akuarium.
Meski dari kejauhan, ia bisa melihat mata emerald Sakura berbinar-binar, menatap ikan ikan kecil dengan berbagai warna yang berenang di dalam akuarium.
KAMU SEDANG MEMBACA
Itachi : A Man Who Doesn't Want To Be Loved
Fiksi PenggemarHidup hanyalah sebuah perjalanan panjang untuk menemukan sesuatu yang membuatmu yakin untuk tetap hidup. Namun tidak berlaku bagi Itachi. Jalan hidupnya sudah digariskan. Dari awal, sampai akhir, ia hanya punya satu tujuan. Mengorbankan hidupnya de...