Ruangan terlihat gelap dan sunyi. Itachi berjalan pelan menuju dapur, meletakkan kantong plastik hitam di atas meja. Ia baru saja kembali dari pertokoan di desa, atau mungkin bisa dikatakan pasar. Belanjaannya tidak banyak, hanya dua botol besar air mineral, beberapa buah apel merah, dan selebihnya perintinlan-perintilan kecil peralatan mandi.
Pandangannya menerawang, memperhatikan detail dapur. Meski hanya rumah sewaan, perabotan di dalamnya cukup lengkap. Itachi hanya tinggal membeli bahan-bahan masakan dan bisa mengolahnya di sana. Tapi ia tidak berencana melakukan itu. Makan di luar jauh lebih praktis dan rasanya pun sudah pasti terjamin.
Itachi kembali menenteng kantong belanjaan, membawanya ke kamar. Ia menoleh ke pintu seberang, kamar Sakura. Entah apa yang dipikirkannya saat mengizinkan gadis itu tinggal disana. Kini ia akan terjebak bersamanya selama sebulan ke depan. Ia menghela napas dan masuk ke kamar.
Ruangan gelap dan pengap. Meski begitu, Itachi tidak berniat untuk menyalakan lampu atau sekedar menyibak tirai jendela. Tubuhnya langsung ambruk di atas kasur yang seprainya berbau usang dan penuh debu.
Rasa sakit kembali menggerogoti tubuh Itachi. Ia meringkuk, berharap bisa menahan laju rasa sakit menjalar di tubuhnya. Namun itu sia-sia. Itachi bisa merasakan otot-ototnya melemah, seluruh anggota tubuhnya kehilangan tenaga untuk bergerak. Perlahan pandangannya menjadi kabur, dan dalam hitungan detik ia kehilangan kesadaran.
**
"Wah, udara disini sangat sejuk dan segar!" Sakura berujar riang. Ia menenteng banyak kantong belanjaan di masing-masing tangannya, habis memborong.
Yah, tentu saja. Sakura tidak membawa banyak barang dari Konoha, karna itu pasti akan merepotkan di perjalanan. Jadi ia memutuskan untuk membeli banyak hal saat sudah berhenti di suatu tempat, agar lebih praktis.
Rumahnya sudah terlihat. Sakura menyeringai tipis. Itu rumah sewa Itachi. Bagaimana ia bisa mengklaim bahwa itu rumahnya, padahal ia sendiripun hanya menumpang tinggal. Eh, bukan menumpang, ia juga ikut membayar. Meski belum melakukannya.
Sakura mendorong pintu dengan tubuhnya. Lampu ruang depan tidak menyala, padahal sebentar lagi hari akan gelap.
Setelah meletakkan beberapa kantong belanjaan di kamar dan di meja dapur, Sakura menghidupkan lampu.
"Sekarang baru terlihat seperti rumah." Gumamnya pelan. Matanya menyisir setiap sudut ruangan dengan teliti. Ia tak menemukan keberadaan si pemilik rumah. "Dia pasti ada di kamarnya."
Kamar mereka saling berseberangan. Sakura mendekati pintu kamar Itachi, mengetuk pelan sembari memanggil. "Itachi, apa kau di dalam?"
Tidak ada jawaban.
Sakura kembali memanggil. "Itachi—"
Gagang pintu terputar, Itachi mengintip dari balik pintu. Sakura tidak bisa melihatnya dengan jelas karena ruangan di dalam gelap sekali.
"Ah, maafkan aku sudah mengganggu waktumu. Tapi kupikir kita harus membicarakan masalah pembayaran uang sewa—"
Itachi berdeham pelan. "Tidak perlu—"
"Eh, mana bisa begitu! Tentu aku harus membayar untuk tinggal disini." Sakura menyolot, suara kerasnya membuat tubuh Itachi sedikit mundur ke belakang.
"Tidak perlu membicarakannya sekarang. Besok saja." Sambung Itachi. Ternyata kalimatnya tadi belum selesai. Wajah Sakura langsung memerah menahan malu.
"Oh, baiklah kalau begitu. Besok saja." Ia tertawa untuk menutupi rasa malunya. "Kau ingin makan—"
Sakura belum sempat menyelesaikan kalimatnya, namun pintu di depannya sudah tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Itachi : A Man Who Doesn't Want To Be Loved
Fiksi PenggemarHidup hanyalah sebuah perjalanan panjang untuk menemukan sesuatu yang membuatmu yakin untuk tetap hidup. Namun tidak berlaku bagi Itachi. Jalan hidupnya sudah digariskan. Dari awal, sampai akhir, ia hanya punya satu tujuan. Mengorbankan hidupnya de...