41. ¦ Faktanya

11 2 0
                                    

Terlalu banyak topeng yang dipunya, terlalu tebal topeng yang dipakai, hingga tidak ada satupun yang tau siapa dan bagaimana dia sebenarnya.

~Ellenzi Cartagena~

⚠️ Daerah rawan typo ⚠️

*
*
*
*
___| titik mulai |___

Dingin nya udara diruangkan rumah sakit itu menerpa permukaan kulit Mara. Terlihat seorang remaja laki laki seusianya yang berbaring lemah diatas bangkar. Remaja laki laki itu tak lain adalah Lenzo.

"Ra.. maaf, belum bisa buat baik ke lo," ucap Kenzo lemah.

"Lo.. maksud lo semua ini apa?" tanya Mara lirih.

"Maaf, selama ini mungkin sikap gue ke lo buruk," Lenzo menjeda ucapannya, "Mara.. gue ngelakuin ini cuman biar bisa deket sama lo." lanjutnya pelan.

"Tapi kenapa? kita gak se-kenal itu."

"Segalanya tentang lo itu selalu berhasil membuatku teringat dengan seorang gadis bernama Tanza.." jelas Lenzo.

"Lo bodoh, lo tolol, dasar bego! harusnya lo gak perlu ngorbanin nyawa lo cuma demi gue!" maki Mara yang merasa lemah.

Lenzo terkekeh kecil, "Lo itu mirip Tanza, yang dulu gagal gue salamatin. Setidaknya, gue bisa nyelamatin Lo untuk nebus rasa salah gue ke dia,"

"Mara.. gue udah gak kuat.. tolong samperin maaf gue buat kalian semua. Dan jangan marah ke Elen juga, karena dia ada di pihak lo. Kalo Lo penasaran, Lo tanya dia aja, gue udah gak kuat lagi," ucap Lenzo dengan nada lemah.

"Enggak len! Lo kuat! Lo harus jelasin didepan gue semuanya!!" bentak Mara yang mulai berderai air mata.

"Jangan gini ra.. gue gak suka liat Lo sedih. Maaf, gue pergi dulu ya," ucap Lenzo sebelum menutup kedua matanya.

Diiringi suara nyaring monitor, dan isak tangis Mara yang memenuhi ruangan, diikuti dengan masuknya teman temannya dan gerakan para perawat dan dokter yang melepas satu persatu alat alat yang terpasang ditubuh Lenzo.

Noval membawa Mara kedalam dekapannya dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang nya, meredam isakan tangis yang terdengar menyedihkan.

Disisi lain, Elen nampak tak percaya dengan semua ini. Kakinya mendadak lemas dan tidak mampu menyangga tubuhnya. Tidak ada suara tangis, tapi air matanya mengalir deras dengan pandangan yang kosong. Elen terjatuh di dinginnya lantai malam itu. Menolak percaya dengan kenyataan.

Perlahan Khelvin berjalan mendekati Elen, dan mengusap punggung rapuh itu. "Gue gak tau hubungan kalian apa, tapi semoga aja Lo bisa ikhlas terima ini," ucap Khelvin.

"Maaf dek, kalian semua harus ikhlas. Sama sama kita berdoa agar beliau diterima disisi terbaik tuhan." kata dokter dengan raut sedih.

"Bangsat!! dia gak mungkin mati!!" bentak Elen sambil mengangkat kerah dokter itu.

"Maaf dek, ini semua diluar kendali saya. Luka tembak yang diterima pasien terlalu dalam dan menembus organ penting pasien," jelasnya dengan raut menyesal.

"Udah len, ini semua udah takdir," terang Khelvin sambil melepas cengkraman Elen di kerah dokter itu.

Elen tidak mendengar kan, ia berlari kearah Lenzo yang menutup matanya.

"Bangun anjing! buka mata lo! mana janji Lo untuk jaga Mara bareng bareng! Lo udah cukup lemah waktu jaga Tanza, sekarang jangan lagi!!" bentak Elen dengan penuh emosi.

CAMOUFLAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang