Laskar berjalan dengan gontai untuk menuju kelasnya. Sepanjang koridor, semua siswi perempuan menatap Laskar iba dengan luka memar yang menutupi wajah tampannya.
Laskar tak acuh, ia tak peduli dengan tatapan orang yang melihatnya. Meskipun risih, ia tetap harus melewatinya.
Saat memasuki kelasnya, Sean dan Leo terkejut dengan kondisi wajah Laskar yang babak belur. Laskar duduk di bangkunya dan menelungkupkan kepalanya dengan kedua tangan yang ia lipat di atas mejanya.
"Kar," Leo menepuk pundak Laskar pelan. "Kalo sakit biar gue anter ke UKS aja," ucap Leo penuh perhatian. Meski tak tau apa yang terjadi sebenarnya, tapi bukti yang ada di wajahnya mampu membuat Leo mengerti tanpa penjelasan.
Laskar tak menjawab, meskipun suara Leo terdengar samar di telinganya. Yang Laskar inginkan hanyalah tidur sebentar, tapi rasanya memang sulit untuk istirahat di kelas karena ramai. Sepertinya ucapan Leo memang ada benarnya.
Laskar mendongak. "Le," matanya terasa berat untuk menatap Leo. "Gue pinjem motor lo," ucapnya lemah.
"Motor lo kemana?" tanya Leo.
"Disita."
"Bokap lo?"
Laskar mengangguk.
"Nih, pake motor gua aje!" Sean memberi kunci motornya kepada Laskar. "Lu kira gua miskin sampe minjem ke Leo?" timpal Sean merasa diduakan.
"Sean, gue.."
"Udeh bawa aje! Kagak usah sok terharu gitu."
"Bukan." Laskar mengembalikan kunci motor milik Sean. "Motor lo belum lunas. Gue takut ditagih debt collector," ujar Laskar.
"Lu kira ntu motor dapet ngutang? Gua dapet motor ntu dari ngepet!" seru Sean tak terima.
"Ngepet di mana lo?" tanya Leo.
"Rumah lu, Le," jawab Sean.
"Pantes, semalem kolor gue ilang. Lo yang ngambil kan?"
"Lebih tepatnya nyoba doang, Le. Gua cuma tertarik ama tulisan Dior-nya aje. Kolornya kecil di gua, ukurannya kagak muat."
Leo mendelik, "Tau diri mungkin. Lo nggak cocok pake barang ber-merk. Dior terlalu mahal untuk lo yang miskin."
"Heh, kampret! Lu kagak tau ye, gua kalo ngepet kelilingnya bisa ampe Paris. Jangankan Christian Dior, Christian Sugiono juga gua jabanin!"
Leo dan Laskar menoleh bingung. Sepertinya mereka salah telah berdebat dengan Sean yang isi otaknya sangat random.
"Siapa lagi tuh Christian Sugiono?" tanya Laskar.
"Bapak lu, Kar."
"Setan! Gue nggak punya bapak. Mulai sekarang gue yatim." Laskar tak pernah mau mengakui bahwa dirinya memiliki ayah yang biadab seperti itu.
"Alhamdulillah akhirnya lu yatim, Kar. Lu bukan anak sultan lagi. Gua jadi punya temen sepermiskinan," ujar Sean tersenyum lebar. Ia merangkul Laskar. "Nanti malem ngepet bareng, yuk, Bro? Gua jaga lilin, lu yang keliling, ya?"
Laskar melepaskan rangkulan Sean. "Najis! Gila kok ngajak-ngajak!"
"Sean. Gejalanya mulai kapan?" tanya Leo.
"Semenjak miskin," jawab Sean.
Getaran ponsel di saku Laskar membuat mereka fokus menatap Laskar. Takut jika sesuatu terjadi padanya lagi.
"Halo?"
"..."
"Iya saya sendiri."
"..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I stay alive?
RandomGimana lo akan menjelaskan tentang kehidupan yang sempurna itu? Terlahir dari keluarga yang kaya? Memiliki orang tua yang utuh? Cinta sejati? Ketenangan? Atau berumur panjang? Hidup gue dinilai dengan pandangan mereka yang melihat gue sebelah mata...