31. Tak Cukup Maaf

222 40 96
                                    

Bagi Gala, air mata Laskar itu adalah palsu. Laki-laki itu hanya sedang berakting agar memohon ampunannya. Entah seperti apa Laskar di mata Gala, tak akan membuat Gala mengasihaninya apalagi berbuat baik padanya. Gala sudah tak menyukainya sejak awal.

"Lo emang harus menerima hukumannya, Kak," terang Gala penuh penekanan. "Atas semua kesalahan-kesalahan yang lo sembunyikan karena melukai orang-orang gue!" seru Gala mulai berteriak karena perasaan sakit dan marah yang sedari tadi dipendamnya.

Gala melempar bola basketnya ke sembarang arah, kini tatapannya tertuju pada Laskar. Tangannya mulai terangkat mencengkeram kerah seragam Laskar. "Hidup ini nggak adil! Harusnya lo hidup lebih sial lagi! Lebih terluka dan tersiksa! Dan sekuat apapun lo meronta, lo nggak akan pernah bisa kabur!"

Laskar tak menghindar, ia membiarkan Gala mencengkeram seragamnya. Ia tak bisa mengelak dan menghindar dari kesalahan yang ia perbuat.

Meski murni bukan kesalahan darinya, tapi ia turut merasakan sakit didalamnya. Kesalahan memiliki seorang ayah tak berperikemanusiaan. Kesalahan yang tak bisa mencegah sang ayah dari perbuatan jahat, dan kesalahan-kesalahan lain yang menembus melewatinya.

Laskar melemah, tak bisa melawan Gala. Tubuhnya jatuh tersungkur bertumpu pada kedua lututnya. Air matanya menggumpal dalam kelopak matanya. Rasanya sulit untuk meneteskan air mata itu, tak pantas mengeluarkan air mata yang tak seharusnya terjun.

Gala menunduk saat melihat Laskar terkulai lemah berjongkok di hadapannya, tangannya memegangi kaki Gala. "Gue nggak pantes dapet ampunan, Gal. Tapi gue bisa apa selain minta maaf?" lirih Laskar.

"Maaf pun nggak cukup, Kak. Lo udah melukai harapan Gege yang harusnya bahagia sama Ibunya. Lo udah menyakiti perasaannya dengan dekatin dia karena sebuah perasaan bersalah. Lo nggak sadar kalau apa yang lo lakuin ke Gege itu nyakitin juga buat gue, Kak?" tekan Gala.

Laskar menekan kaki Gala dengan nafas yang naik turun. "Tapi itu murni perasaan gue, Gal. Gue nggak pernah deketin dia karena sebuah perasaan bersalah. Gue emang beneran suka sama Gege."

"Jangan berani-berani lo sebut namanya dengan sebutan Gege! Panggilan itu cuma buat gue, dan lo jangan pernah ngerebut apa yang seharusnya jadi milik gue, Laskar!" Gala melepaskan ikatan tangan Laskar yang melingkar pada kakinya dengan kasar.

Laskar tersungkur dihadapan Gala. Laki-laki itu meringkuk menangisi nasibnya di dunia ini. Semua orang tak menginginkan kehadirannya.

"Gue benci orang kayak lo Laskar! Gue beharap orang kayak lo nggak ada di dunia ini!" ucap Gala penuh penekanan.  Matanya menyorot tajam ke arah Laskar.

***
Sean dan Leo yang kebetulan berpapasan di tempat parkir kini mereka bersamaan hendak menuju ke kelas. Saat berjalan di koridor langkah mereka terhenti kala tak sengaja melihat foto Laskar bersama seorang wanita paruh baya terpampang di Mading. Leo dan Sean saling menatap. Seolah melempar tanya lewat matanya.

"Sean, kok bisa ada foto Laskar di sini? Siapa yang nempelin? Dan cewek yang sama Laskar ini siapa?" tanya Leo bingung dan penasaran.

"Le, lu inget kagak pas gua bilang Tante gua bakal pulang dari Paris ntu?" tanya Sean mengingatkan.

Leo mengangguk, "Iya, inget."

"Ntu orangnya yang dipoto ame Laskar," terang Sean.

"Hah? Laskar kenal, Sean?"

"Gua sih yang ngenalin waktu ntu. Tapi gua kagak menyangka kalo Tante gua bakal ngelakuin hal di luar aturan gua."

Leo terus-terusan mengernyitkan dahinya. Tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Sean. "Maksud lo apa sih, Sean?"

Can I stay alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang