25. Sebuah Rencana

269 64 103
                                    

Dua orang pria berbadan kekar dan juga pria kurus berambut keriting memberikan hasil foto jepretannya tadi sore pada Gangga.

Mereka adalah anak buah Gangga yang disuruh untuk mengawasi Laskar agar anak lelakinya tak melakukan sesuatu di belakangnya.

Gangga tak mau kalah dari sang anak. Meski Laskar cukup berani menantangnya, tapi tak bisa membuat Gangga diam saja. Pria itu akan membuat anaknya tak bisa melawan dan menantangnya lagi.

"Itu foto tuan muda Laskar, Bos," ujar pria berambut keriting.

"Siapa cewek ini?" tanya Gangga.

"Kami tidak tau, Bos. Tapi tuan muda membawanya ke rumah. Sepertinya teman sekolah karena dia memakai seragam."

Gangga mengamati kembali foto itu untuk melihat dengan jelas. Matanya menyipit, alisnya berkerut. Gesya hanya mengenakan helm bogo tanpa kaca hingga wajahnya nampak jelas dalam penglihatan Gangga.

"Gadis ini, kenapa terlihat familier, ya.." gumam Gangga. "Seperti pernah lihat. Tapi di mana?" Gangga mulai berfikir seraya mengingat-ingat wajah Gesya.

Doni, si pria berbadan kekar nan tinggi itu mulai bersuara saat ia mulai menyadari hal yang sama dengan bosnya. Wajah itu terlihat mirip dengan seseorang yang pernah dilihatnya.

"Gadis itu mirip dengan gadis waktu itu, Bos," kata Doni. "Malam itu, waktu anak Bos datang mencegah bunuh si Baryu. Terus gadis itu mengintip di balik pohon. Bisa dikatakan gadis itu saksi atas perbuatan Bos yang mau melakukan pembunuhan," ujarnya mengingatkan.

"Sano," panggilnya pada anak buahnya yang berbadan kurus berambut keriting. "Bukannya waktu itu aku sudah menyuruhmu untuk bawa anak itu dan jangan biarkan muncul dihadapanku lagi? Kenapa gadis itu masih hidup? Kamu apakan gadis itu?" tanya Gangga.

"S-saya membuangnya ke sungai, Bos. Waktu itu hujan deras, saya nggak bisa bawa kabur jauh. Tapi seharusnya dia mati karena waktu itu arus sungainya deras banget. Ditambah cuaca sedang hujan deras, seharusnya dia tenggelam," jelas Sano dengan gemetaran. Takut perbuatannya salah di mata Gangga.

Gangga kembali berpikir. "Apa mungkin Laskar yang menyelamatkan gadis itu? Apa dia sedang membuat rencana di belakangku, makanya dia menolong gadis itu karena dia saksi yang sudah melihatku membunuh orang? Ini gawat!" gumam Gangga cemas. Ia mengepalkan tangannya seraya meremas foto itu menjadi gumpalan tak terbentuk.

"Kalian masih ingat dengan wajah gadis itu?" tanya Gangga pada kedua anak buahnya.

Sano dan Doni mengangguk.

"Bawa gadis itu ke hadapanku! Jangan sampai ketahuan sama Laskar. Mengerti?" titah Gangga.

"Baik, Bos!"

Gangga kembali melirik beberapa foto yang masih tergeletak di mejanya. "Laskar. Anak kecil sepertimu nggak akan pernah berhasil melawan orang dewasa. Kamu cukup pintar juga. Tapi aku sudah selangkah lebih cepat dari kamu, Nak.."

Gangga tersenyum picik. "Kamu sudah berani melawan dan menentang ayahmu sendiri. Kamu akan memohon pada ayahmu ini dan menyesali semua perbuatanmu. Itu adalah hukuman bagi seorang anak yang tidak tau diuntung!"

***
Tengah malam sekali, Gangga baru saja tiba di rumahnya. Ada motor Laskar yang terparkir di garasi, itu menandakan bahwa anak laki-laki itu sudah berada di rumah setelah mengantarkan seorang gadis.

Langkah sepatu pantofel itu bergerak memasuki rumahnya. Jalannya sedikit melambat, sengaja tak ingin membuat suara sepatunya itu terdengar oleh penghuni rumah. Gangga sudah memikirkan sebuah rencana sebelum Laskar mendahuluinya bertindak sesuatu.

Netranya melirik ke arah pintu kamar Laskar, kamarnya tertutup rapat. Kemudian berganti menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 01.00 WIB. Gangga berharap Laskar sudah tertidur pulas dan tidak menyadari kepulangannya.

Can I stay alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang