35. Kehidupan Yang Rusak

168 22 92
                                    

Gala masuk ke dalam rumahnya, melempar tas pada punggungnya ke sofa. Mendekat ke arah dispenser, ia mengambil gelas dan meminumnya sekali teguk.

Sejenak Gala terdiam, memandangi ibunya yang mulai sesegukan menetralkan napasnya yang sesak. Intan menoleh menatap Gala yang memandanginya enggan.

"Gala, maaf. Mama bisa jelasin." Intan mulai bangkit dan menghampiri Gala dengan langkah sempoyongan.

Intan mendekap kedua tangan Gala. "Gal, Mama nggak—"

"Nggak usah. Gala nggak butuh penjelasan. Semuanya udah jelas," sela Gala melangkah pergi ke kamarnya.

Intan kembali terisak. Ia tak akan menyangka sesuatu yang disembunyikannya dengan rapi kini mulai bocor berantakan. Bahkan ia sendiri pun kecewa dengan dirinya sendiri.

Ini menyakitkan baginya. Butuh belasan tahun untuk menyembuhkan rasa sakit di hatinya dan melupakan semua penderitaannya. Tapi nyatanya, penderitaan itu hanya tertunda, tidak sepenuhnya hilang dalam hidupnya.

"Inilah alasan kenapa Mama nggak ngasih tau jawabannya, Gal. Mama takut akhirnya kamu kecewa dengan kehidupanmu sebenarnya."

***
Laskar sadar dari pingsannya, kondisi gelap itu membuatnya sadar bahwa ia tengah diculik. Laskar kembali meronta dalam kurungan di kepalanya. Berteriak sekencang mungkin agar kurungan yang menutupi kepalanya lekas dibuka.

Suara pintu mobil terbuka membuat Laskar makin meronta melepaskan dirinya dari ikatan orang yang menangkapnya.

Kaki Laskar sudah menapaki sebuah jalanan beraspal, ia merasakan angin malam menyerbu kulit tangannya yang diikat.

"Di mana ini? Lepasin!" Laskar kembali berteriak. Namun orang di sampingnya menyeret tubuhnya hingga membentur sesuatu.

Laskar bisa mendengar suara air sungai yang mengalir deras. Tubuhnya tiba-tiba gemetar saat ia merasakan ia sedang terpojok pada pagar beton di tepi jembatan.

Seseorang di sampingnya menarik kepala Laskar untuk menunduk ke bawah sungai dari tepi jembatan dan membuka kurungan kepala yang menutupinya.

Napas Laskar memburu. Detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Masa lalu buruk itu kembali menyeruak dalam ingatannya. Laskar lekas memejamkan matanya ketakutan.

"Kamu ingat tempat ini? Dulu saya membuang seorang gadis ke sungai ini atas suruhan ayahmu," ujarnya. Pria itu menjambak Laskar agar laki-laki itu membuka matanya dengan lebar. "Harusnya gadis itu sudah mati. Tapi ternyata dia masih hidup berkatmu yang menyelamatkannya."

Pria berbadan kekar satunya mencekik leher Laskar belakang, "Kenapa kamu setakut itu pada sungai? Padahal kamu rela nyebur ke sungai demi seorang gadis? Apa dulu kamu pernah hampir mati tenggelam?"

Kedua pria itu tertawa meledek. Laskar yang mendengar itu mulai tersulut emosi. Trauma yang selama ini ia hadapi bukan sebuah candaan. Laskar menyalahkan dirinya terus-terusan hingga tersiksa tapi kedua pria itu malah tertawa di atas penderitaannya.

"Bilang ke Gangga, harusnya dia sendiri yang bunuh gue. Jangan beraninya ngandelin kalian yang bahkan gagal bunuh seorang gadis," seru Laskar.

Pria berbadan kekar itu menarik tubuh Laskar hingga terdorong dan menjatuhkan dengan kasar di tengah jembatan yang sepi. Pria itu mendekat, ia mencekik leher Laskar dengan keras membuat Laskar tak bisa bersuara. "Kita nggak mungkin gagal kalau lo nggak ikut campur!"

Laskar berusaha melepaskan cengkeram tangan pria itu pada lehernya. "Kamu itu cuma anak kecil, jangan sok berani melawan orang dewasa seperti kami!"

Bugh!

Can I stay alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang