11. Rasa Perikemanusiaan

573 142 538
                                    

Sepanjang koridor, Gesya tak berbicara. Gadis itu sedikit merasa kecewa dengan apa yang diekspektasikannya. Rencananya berbelanja dengan sang ibu kini gagal, padahal ia sedang tidak mood menerima ajakan Gala untuk menonton.

Beberapa kali Gala menyenggol Gesya pelan tak digubris, hingga mengayunkan lengannya bergelendotan di tangan Gesya pun tetap tak bisa membuka suara gadis itu.

"Ge, lo kenapa, sih? Lagi sariawan, ya? Badmood? Atau lagi dateng bulan? Kok tega bener diemin gue dari tadi!" keluh Gala.

Gadis itu tak menjawab, Gesya tetap fokus berjalan menatap koridor yang penuh dengan murid yang berlalu lalang melewatinya.

Langkahnya tiba-tiba terhenti kala seseorang laki-laki berdiri tepat di hadapannya. Gala yang berjalan di samping pun, ikut menghentikan langkahnya dan menatap laki-laki itu bingung.

"Halooo Dek!" sapa Sean melambaikan tangannya di depan Gesya.

Gesya sedikit terkejut dengan kemunculan Sean yang mendadak di depannya. "Eh, Kak Sean. Halo!" Gesya membalas lambaian tangan itu dengan senyum hambarnya.

"By the way, kemarin lu yang bayarin utang gua, ya?" tanya Sean. "Makasih, ya, Dek. Berkat lu beban gua sedikit berkurang. Gua juga udah kagak digentayangin hantu perawan lagi," ujarnya tersenyum lega.

"Maaf, Kak Sean. Tapi yang bayarin utang Kak Sean itu Selena bukan saya. Kemarin, dia liat Kakak diomelin Mpok Jamilah makanya nggak tega dan nyuruh saya buat bayarin utang Kak Sean pakai uangnya," jelas Gesya menceritakan yang sebenarnya agar Sean tak salah paham padanya.

Sean mengedipkan matanya berkali-kali. Tak pernah menduga bahwa Selena akan melakukan hal itu untuknya. Tak pernah menyangka jika orang yang selama ini mengawasinya adalah Selena.

Selena adalah gadis pujaan hatinya yang selalu ia damba-dambakan sejak satu tahun yang lalu. Sean tak pernah memiliki waktu untuk mendekati Selena karena gadis itu selalu didekati oleh laki-laki lain dari berbagai kelas.

Orang-orang kerap memanggil namanya dengan sebutan Selena Watson, wajahnya yang cantik dan manis itu sangat mirip sekali dengan artis luar negeri, Emma Watson. Tak salah jika mereka menganggap Selena adalah seorang primadona sekolah, karena banyak dikagumi oleh kaum adam, termasuk Sean.

"Jadi dia hantu perawan entu? Pantes gua merasa terangsang, orang bayangannya aja selalu gentayangan di sekitar gua," lirih Sean tersenyum getir.

"Kak Sean?" Panggil Gesya membuyarkan lamunan Sean.

"Eh, iya. Kalau gitu Selena di mane?" tanya Sean yang kini mulai bersemangat jika menyebut nama gadis pujaannya itu.

"Mungkin sudah dulu di kelas, Kak."

"Lu satu kelas ye ame Selena?"

Gesya mengangguk.

"Kalo begitu bareng aja ke kelasnya. Gua juga mau ketemu ame Selena."

Gesya mendadak panik. Takut Selena memakinya karena sudah membeberkan masalah hutang itu kepada Sean. Meskipun sebenarnya Selena tak akan berani marah. "Eh, tapi tolong jangan bilang Selena kalo Kakak tau dari saya."

Sean tertawa. "Kaku amat, Dek! Kagak bakalan."

Gala yang sedari tadi berdiri di sampingnya kini maju menghalangi Gesya dari tatapan Sean. "Mohon maaf, Kak. Itu urusan lo. Jangan libatkan teman gue dalam urusan lo!" Gala menarik pergelangan tangan Gesya untuk menghindari Sean. Gala tidak mau Gesya ikut mencampuri urusan orang lain yang akan membahayakannya.

"Lah, xianying!" Sean mengumpat saat Gala sudah membawa Gesya pergi darinya.

Leo baru saja menghampiri Sean diam-diam, ia meniup telinga Sean dari belakang. Sean yang masih menatap kepergian Gesya itu mulai bergedik merinding. Tiupan angin yang masuk dalam telinganya itu membuat Sean ketakutan.

Can I stay alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang