17. Laskar dan Perasaannya

379 83 156
                                    

Jari jemari Amira sibuk merangkai dan menyemprotkan air kepada bunga kesayangannya. Menanam dan merawat bunga adalah hobinya sejak ia masih muda.

Dulu Amira juga sempat menjual berbagai tanaman hias dan berbagai rangkaian bunga lainnya. Tapi semenjak ia bertemu dengan ayahnya Laskar, Amira terpaksa berhenti dan menggadaikan toko bunga miliknya kepada orang lain.

Apa yang ditekuninya selama ini perlahan menghilang. Amira kehilangan pekerjaan favoritnya dan berakhir menjadi sosok ibu rumah tangga yang harus melayani suaminya.

Ada sedikit penyesalan dalam diri Amira saat mengetahui kondisinya yang saat ini. Amira merasa kesepian, dan kesakitan saat menikah dengan Gangga. Pria yang dulu sangat dicintainya kini mulai berubah. Pria itu sudah tak lagi sama. Ditambah dengan kondisi fisiknya yang cacat, dan renggangnya hubungan antara dirinya dengan Gangga.

Amira menoleh saat melihat Gangga sudah mengenakan kemeja dengan setelan jas kerjanya. Sepertinya pria itu sudah bersiap hendak berangkat bekerja.

"Mas," panggilnya. "Seminggu ini kamu kayaknya nggak ada libur, ya? Sudah sejak Rabu kemarin kamu nggak pulang. Kamu jadi sering menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah," ujar Amira sedih.

"Buat apa saya di rumah? Punya istri kayak kamu nggak bikin saya merasa puas di rumah. Yang ada kamu merepotkan saya terus!"

Hati Amira sakit mendengar perkataan itu. Ia sadar diri bahwa sudah tidak secantik dulu, bahkan berada di kursi roda membuat Amira tak berani mengatakan apa pun karena yang diucapkan Gangga memang benar adanya.

"Mas, aku tau aku cacat dan nggak sempurna. Bahkan nggak secantik perempuan di luar sana yang kamu temui, Mas. Aku cuma mau menagih janji kamu saat menikahi aku. Kamu janji bakal menjaga aku dalam kondisi apapun." Amira menahan rasa tangisnya di depan Gangga. Wanita itu tak mau menangis di depan Gangga agar tak terlihat lemah.

"Itu dulu, Mira. Perasaanku sekarang sudah berubah. Kamu sudah nggak berguna. Nggak ada yang bisa dibanggakan dari diri kamu sebagai seorang istri!"

Deg!

Perkataan Gangga sangat menusuk hatinya hingga terasa sangat perih. Meski tak sekali dua kali Amira mendengar perkataan kasar itu, tapi tak membuat wanita itu selalu bersabar. Ada kalanya Amira ingin mengeluarkan unek-uneknya dan membalas ucapan pria tak berperikemanusiaan itu.

Tapi Amira mencoba menahan diri sekali lagi untuk tidak melewati batas. Dengan kesabaran yang tersisa, Amira hanya bisa menghela nafasnya pasrah. "Lantas kenapa kamu mempertahankan aku, Mas? Kalau kamu sudah nggak mencintaiku aku, lebih baik ceraikan aku. Dengan begitu kamu bisa memilih wanita sesuai kriteria kamu. Yang cantik, yang bisa melayani kamu, yang nggak cacat kayak aku."

"Saya memang akan menceraikan kamu. Tapi nggak sekarang! Ada hal yang perlu saya urus. Kamu tunggu sampai saat itu tiba, dan menangislah karena kamu merasa menyesal!"

Gangga pergi meninggalkan Amira yang mulai meneteskan air matanya. Punggung Gangga yang sudah menghilang dari balik pintu mobil membuat Amira menyenderkan punggungnya pada kursi roda karena lemas.

Setiap perkataan, tindakan yang dilakukan Gangga selalu membuat hati Amira sakit. Laskar yang berdiri jauh di balik pintu kamarnya jelas bisa menyaksikan itu semua. Hatinya ikut merasakan sakit mendengar penghinaan itu keluar dari mulut sang ayah. Pria itu tak ada habisnya menyakiti ibu dan dirinya.

Laskar merasa bersalah ketika melihat sang ibu menangis. Tak ada yang bisa dilakukannya selain menenangkannya. Karena ia juga banyak menghabiskan waktu di sekolah daripada di rumah. Melihat sang ibu sendiri kesepiannya dan terkurung dalam rumah, membuat Laskar makin frustasi karena tak bisa berbuat lebih banyak untuk membahagiakan ibunya.

Can I stay alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang