3. Perubahan Besar

1.1K 256 598
                                    

Gesya membuka matanya kembali setelah baru beberapa detik ia pejamkan. Jantungnya berdebar sangat kencang. Gadis itu bangkit dari posisi tidurnya, lalu menyalakan kembali lampunya.

Gesya menggerutu ketika dirinya hampir saja bisa tertidur. Perempuan itu keluar untuk mengecek keadaan rumahnya, ia hanya ingin memastikan bahwa ibunya sudah berada di rumah tanpa sepengetahuannya.

Dugaan Gesya salah. Ibunya masih belum pulang meskipun jam sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Gadis itu menatap semua ruangan di rumahnya yang terlihat gelap. Ia memeluk lengan tangannya sendiri karena merinding.

Dengan setengah berlari, Gesya keluar dari rumahnya dan menuju ke rumah Gala, tetangganya.

"Gal, Gala, buka pintunya, Gal!" teriak Gesya di depan pintu rumah Gala.

Gala yang kebetulan belum tertidur kini membuka pintunya karena terganggu dengan suara cempreng Gesya. "Apa, sih? Teriak-teriak di depan rumah orang. Di mana adab sopan santun lo sama tetangga?" seru Gala geram.

"Tante ada?" tanya Gesya. Tak mempedulikan celotehan Gala yang cerewet.

"Manggilnya gue yang dicari Mama," lirih Gala merajuk lalu mempersilahkan Gesya masuk. "Di dalem."

Mendengar suara keributan di depan rumahnya, sang ibu dari Gala keluar dari kamarnya untuk melihat. Sepertinya pendengarannya masih normal kala menduga bahwa suara cempreng itu pasti milik Gesya.

"Gege? Ada apa malem-malem ke sini?" tanya sang ibunda Gala.

"Tante, Gege takut di rumah sendirian. Ibu masih belum pulang. Boleh nggak Gege di sini dulu sembari nunggu ibu pulang?" pinta Gesya menggenggam punggung tangan wanita itu seraya memohon.

"Boleh, kok!"

"Maaf, ya, Nte. Tidur Tante jadi keganggu gara-gara Gege," ucapnya merasa bersalah.

"Nggak apa-apa, kok! Tante emang belum tidur tadi. Makanya bisa denger suara kamu."

Gala yang tadi masih berdiri di depan pintu kini ikut duduk di samping ibunya sembari mendengarkan celotehan Gesya.

"Ngomong-ngomong Tante, ibu akhir-akhir ini sering pulang malem. Terus ibu jadi sering kecapekan. Gege jadi khawatir," ucap Gesya gelisah.

"Dia kan kerja. Buat nyekolahin kamu."

"Kenapa ibu nggak bikin usaha aja kayak tante biar bisa di rumah terus? Gege kan jadi bisa ngawasin ibu kalo kenapa-napa."

"Ge, kadang kekhawatiran sang ibu  juga nggak pernah diperlihatkan sama anaknya. Mungkin dia cuma pengen yang terbaik buat anaknya dengan jalan yang udah dipilihnya. Kamu doain aja biar ibu kamu sehat terus, ya?" ujar Intan, Ibunda Gala.

Gesya mengangguk lemah.

"Tapi Tante, gimana kalo ternyata di luar sana ibu tergoda sama sugar daddy?" tanya Gesya curhat. Memang, akhir-akhir ini sikap sang ibu terlihat berbeda dari biasanya. Yang awalnya hanya kekhawatiran belaka, malah berakhir menjadi sebuah firasat.

"Sugar daddy itu apa? Papa gula?"

Gala menyentil kening Gesya dengan telunjuknya. "Heh, nyokap gue jangan lo ajarin bahasa begituan. Kalo dia ngerti, nanti jadi ikutan nyari sugar daddy juga. Nggak sudi gue!"

Gala langsung menutupi telinga ibunya. "Bukan apa-apa, Ma. Jangan dengerin Gege, dia cuma asal ngomong aja karena ngantuk," ujar Gala tak mau ucapan Gesya menghasut ibunya.

Sang ibu menurunkan tangan Gala yang menutupi telinganya. "Ih, Mama pengen tau Galaaa." Intan kembali menatap Gesya dengan intens. "Emang sugar daddy itu apa, Ge?"

Can I stay alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang