Gedung perusahaan Blue Star Line yang terletak di Jakarta Timur itu sangat padat penduduk oleh beberapa karyawan yang berlalu lalang sibuk dengan pekerjaannya.
Cuaca panas ibu kota tak menghentikan aktivitas mereka yang bekerja dengan penuh hati demi kelangsungan hidupnya.
Tak hanya para karyawan, tetapi seorang yang berperan penting dalam perusahaan itu juga tengah sibuk berbincang mengenai bisnisnya.
"Kinerjamu sangat buruk! Ini proyek besar yang harus dikerjakan tanpa ada kesalahan sedikit pun. Kenapa bisa kamu kurang teliti? Perbaiki lagi sana!" ucap Gangga melonggarkan dasinya kesal.
"Saya minta maaf, Pak. Akan segera saya perbaiki. Permisi!" ujar seorang staff pria berkacamata.
"Oiya Harun," panggil Gangga saat laki-laki itu sudah berada di ambang pintu. "Panggilkan Bu Anna suruh menghadap saya, dan bawa laporan yang kemarin saya tugaskan!"
Harun mengangguk. "Baik, Pak."
Anna yang sibuk mengetikkan jari-jarinya pada keyboard itu terhenti kala melihat seseorang menghampirinya. "Bu Anna," panggil Harun. "Ibu dipanggil Pak Gangga ke ruangannya."
Anna mengangguk mengerti.
Lekas Anna menemui Gangga ke ruangannya untuk memberikan laporan sesuai yang diperintahkan olehnya beberapa hari lalu. Dengan sopan, Anna mengetuk pintu ruangan milik Gangga.
"Permisi, Pak! Ini laporan yang Bapak tugaskan kemarin." Anna meletakkannya di atas meja kantor Gangga. "Silahkan diperiksa dulu, Pak. Barangkali ada kesalahan biar saya perbaiki lagi," ujar Anna.
"Tidak perlu diperiksa. Saya yakin hasil kinerjamu bagus." Gangga bangkit dari kursinya dan perlahan mulai mendekati Anna.
"Kalau tidak ada yang dibutuhkan lagi, saya permisi!" Anna hendak kabur saat melihat Gangga mulai mendekat ke arahnya.
"Tunggu, Anna!" Gangga mencegah langkah Anna. "Masih ada yang saya butuhkan."
Melihat Gangga yang mulai mendekat ke arahnya, Anna reflek mundur menjauh. "Ada apa, Pak?" tanyanya dengan gestur tubuh yang terlihat ketakutan.
"Kamu." Gangga sudah berdiri di depan Anna yang kini sudah terpojok. "Kamu malam ini ada waktu? Bisa temenin saya?"
Anna kembali teringat dengan ucapan Intan saat dirinya pulang, kala itu untuk pertama kalinya ia mendengar bahwa Gesya begitu mengkhawatirkannya dan menceritakan betapa gelisah dan takutnya anak gadis itu melihat ibunya menjalin hubungan dengan pria lain.
Jelas Anna tak mau membuat putrinya kecewa, lagi pula Anna belum bisa membuka hati untuk menerima laki-laki lain setelah suaminya meninggal. Memiliki Gesya saja sudah cukup membuatnya bisa bertahan hidup dan bahagia.
"Maaf, Pak. Saya nggak bisa," tolak Anna dengan tegas.
"Apartemen Bassura lantai 8 nomor 25," ucap Gangga berbisik di dekat telinga Anna.
Anna mendelik ketakutan. "Dari mana Bapak bisa tau tempat tinggal saya? Bapak menguntit saya?"
Gangga tertawa getir. "Buat apa saya menguntit kamu? Saya bebas bolak-balik apartemen milik saya sendiri," ujarnya membela diri dengan sombong.
Kini Gangga makin mendekatkan dirinya pada Anna dan memojokkan wanita itu ke dinding agar tidak bisa menghindar. Anna beberapa kali mendorong bahu Gangga untuk menghindarinya. "Bapak mau apa? Tolong jaga sikap bapak, ya! Ini kantor, Pak!" tegas Anna menolak.
Gangga menyeringai. "Ini kan kantor saya. Terserah saya dong!"
Dorongan tangan Anna tak cukup kuat untuk melawan Gangga yang makin mendekatkan dirinya. Suara ketukan pintu dari luar membuat Anna menoleh dan bergegas mengambil kesempatan untuk melarikan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I stay alive?
RandomGimana lo akan menjelaskan tentang kehidupan yang sempurna itu? Terlahir dari keluarga yang kaya? Memiliki orang tua yang utuh? Cinta sejati? Ketenangan? Atau berumur panjang? Hidup gue dinilai dengan pandangan mereka yang melihat gue sebelah mata...