Kedatangan Laskar yang mendadak membuat Gangga terkejut. Tangan yang awalnya mencengkeram erat Anna kini dilepaskannya dan mendorongnya hingga terjatuh.
Anna meringis kesakitan sembari memegang bagian tangannya yang terasa sakit karena ulah Gangga. Laskar yang melihat itu lekas membantu Anna bangkit.
"Seenaknya kamu main masuk ke kantorku tanpa sopan santun. Kamu lupa ancaman Papa kemarin ya, Laskar?" seru Gangga saat melihat Laskar tengah berjongkok membantu Anna.
Laskar tak meladeni Gangga, melainkan sibuk membantu Anna untuk segera bangkit. "Ada yang sakit, Buk?" tanya Laskar perhatian.
Anna mulai berdiri dibantu Laskar. "Saya nggak apa-apa, Nak. Makasih sudah bantuin saya yang kedua kalinya."
Gangga mengernyit mendengar obrolan mereka yang terdengar melewati telinganya. "Kedua kali? Jadi kalian sudah pernah bertemu?"
Laskar mulai berdiri memapah tubuh Anna yang sakit. "Apa peduli Papa kalau pernah bertemu atau enggak? Papa merasa kesal ya karena lagi-lagi Laskar berhasil gagalin rencana Papa?" sarkas Laskar.
"Anak ini ya, dasar-" Gangga hendak melayangkan tangannya untuk menampar. Namun Laskar segera mendahuluinya berjalan sebelum tangan itu melayang ke arah pipinya.
Gangga menahan amarahnya, matanya melotot tajam ke arah anaknya yang sudah berada di ambang pintu. Dalam hatinya mengumpat tanpa henti.
Laskar berhenti tepat di ambang pintu, sembari memapah tubuh Anna, ia menoleh ke belakang. "Jangan lupa kalau Laskar ini anak Papa. Kita ini mirip, sama-sama nggak mempan dengan ancaman," ujarnya lalu mulai membuka pintu dan menghilang dari hadapan Gangga.
"Kurang ajar!" umpat Gangga kesal.
***
Laskar sudah membawa Anna keluar dari kantor ayahnya. Mereka sedang berada di lorong apartemen tempat Anna tinggal sementara.Laskar sengaja mengantarnya agar wanita itu menjauh dan tak menginjakkan kaki di perusahaan sang ayah lagi.
Kejadian memalukan ini cukup membuatnya merasa bersalah atas apa yang dilakukan ayahnya. Meski ini bukan hanya sekali atau dua kali saja Laskar membantu korban dari jeratan Gangga.
"Saya minta maaf," ucap Laskar menunduk, tak berani menatap wajah wanita itu karena merasa bersalah. "Saya nggak tau harus minta maaf dengan cara apa agar dosa ayah saya bisa terampuni," sambungnya.
Laskar menepis perkataannya. "Enggak. Nggak perlu dimaafkan jika itu menyakitkan bagi ibuk. Saya hanya nggak tau harus bagaimana mengungkapkan perasaan bersalah kepada ibuk atas perbuatan ayah saya," ujarnya masih menunduk.
Anna memandangi Laskar dengan penuh kasihan. Wajah memelas Laskar begitu nampak dalam penglihatannya. "Kamu juga nggak perlu minta maaf atas kesalahan yang nggak kamu perbuat. Kamu anak baik. Berkat kamu saya selamat dari perbuatan yang nggak diinginkan. Terima kasih ya, Nak!"
Anna bisa merasakan Laskar masih menundukkan kepalanya dan tak berbicara apa-apa lagi selain meminta maaf. Mungkin ia terlalu sakit menerima kenyataan bahwa ayahnya tak bisa berhenti melakukan kejahatan yang melukai banyak orang.
"Nama kamu siapa?" tanya Anna.
Dengan posisi yang masih menunduk, Laskar menjawab dengan pelan, "Laskar."
Anna meraih puncak kepala Laskar, "Nak Laskar, kamu sudah melakukan hal yang benar, jadi nggak perlu merasa bersalah," ujar Anna menenangkan. "Meskipun saya nggak tau apa yang terjadi di antara kamu dan Papamu, tapi saya yakin kamu anak yang berbakti. Saya harap kamu bisa menjalani hidup tanpa rasa bersalah pada orang lain," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I stay alive?
RandomGimana lo akan menjelaskan tentang kehidupan yang sempurna itu? Terlahir dari keluarga yang kaya? Memiliki orang tua yang utuh? Cinta sejati? Ketenangan? Atau berumur panjang? Hidup gue dinilai dengan pandangan mereka yang melihat gue sebelah mata...