24. Mengulur Waktu

296 63 86
                                    

Gesya terdiam menatap Laskar sendu. Bagaimana caranya menghentikan laki-laki itu agar tidak menyalahkan diri sendiri? Gesya tak punya cara selain tak membahasnya lagi.

Tapi raut wajah Laskar begitu menyedihkan. Seolah benar-benar ada penyesalan dalam dirinya. Penyesalan yang membuatnya jadi enggan untuk memulai suatu hubungan.

Gesya hendak membuka mulutnya untuk berbicara, tapi kedatangan Amira mengurungkan niatnya dan memandangi Amira yang menghampiri dengan kursi rodanya.

Laskar yang melihat ibunya kesusahan mengayunkan kursi rodanya, bergegas bangkit dan membantunya. "Mama mau ke mana?"

"Nggak ke mana-mana. Ini ada buah di dapur. Di makan gih sama Nak Gesya. Masa cuma disediain air minum aja sih, Kar."

"Nggak perlu repot-repot, Ma. Sebentar lagi dia pulang kok!" tegas Laskar.

Demi menghargai Amira, Gesya menghampiri Amira dan mengambil buah-buahan dalam keranjang yang berada di pangkuan Amira. "Makasih banyak, Tante."

Gesya meletakkan keranjang buah itu di meja lalu mengambil sebuah apel. Ia menoleh ke arah Amira dan Laskar seraya bertanya. "Ada pisau nggak, Kak?"

"Buat apa?"

"Buat kupas kulitnya. Gue nggak suka kulit apel."

"Langsung makan aja sama kulitnya. Mengupas kulit apel itu dapat menghilangkan serat yang terkandung di dalamnya. Lo tau nggak sih kalo kulit apel itu mengandung vitamin A dan C. Termasuk kalium, kalsium, dan fosfor. Makanya belajar yang benar kalo guru lagi nerangin!" jelas Laskar.

Amira menepuk punggung tangan Laskar yang menempel pada gagang kursi rodanya. "Ish Laskar. Bukannya ambilin pisau malah diceramahin."

"Mana sini apelnya. Biar gue kupasin!"

Gesya memberikan apelnya pada Laskar. Laki-laki itu beranjak ke dapur untuk mengupas kulitnya. Gadis itu sangat aneh. Padahal apel lebih enak dimakan langsung tanpa repot-repot dikupas. Ada yang lebih mudah tapi memilih mempersulit.

"Hehe, maafin Laskar, ya, Ge? Dia emang suka nyeramahin orang yang pengetahuannya lebih rendah dari dia. Mungkin niatnya nasihatin tapi kesannya jadi ngerendahin, ya? Kamu pasti tersinggung," ucap Amira merasa bersalah.

Ucapan Laskar yang keluar begitu saja membuat Amira tak enak hati. Laskar yang tak bisa bersikap ramah dan lembut pada orang lain, dan ceplas ceplos itu membuat Amira merasa gagal mendidik Laskar dalam berucap.

"Nggak apa-apa kok, Tante. Saya emang nggak tau soal itu, kayaknya saya emang perlu belajar dari Kak Laskar."

Amira tersenyum. Perasaannya merasa lega saat kini Laskar berteman dengan orang-orang baik di sekolahnya. Amira tidak cemas lagi, ia percaya di luar sana Laskar bisa menjaga dirinya sendiri.

"Ge, kamu kan satu sekolah sama Laskar. Gimana dia di sekolah? Dia nggak pernah bikin ulah atau apapun, kan?" tanya Amira lembut.

Gesya kini teringat kembali kejadian beberapa hari lalu saat Laskar ditampar oleh seorang guru hingga membuat keributan satu sekolah dan menyebabkan laki-laki itu tidak masuk sekolah seperti ini. Gesya sedikit bingung. Jika ibunya tidak tau perihal yang terjadi pada Laskar di sekolah, apa mungkin ia menyembunyikannya dari sang ibu?

"Sebenarnya.."

"Nih apel lo," seru Laskar mengulurkan tangannya memberikan apel yang sudah dikupas dan dipotong itu dalam piring.

Gesya menerima apel itu tak sengaja melihat kedipan Laskar yang memberinya isyarat untuk tidak menceritakan kepada ibunya bahwa ia tengah diskors.

Can I stay alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang