Tetesan air mata itu menembus tanah yang basah. Suara tangisnya mengisi keheningan pemakaman umum. Bersama dengan Gala yang rela memayungi gadis itu agar tidak kehujanan.
Sudah lebih dari satu jam, gadis itu tak bergerak dari tempatnya. Memandangi batu nisan yang bertuliskan nama ibunya. Otaknya memutar beberapa kenangan bersama ibunya selama masih hidup, air matanya kembali mengalir dengan deras.
"Ge, lo udah satu jam begini terus. Ayo pulang, lo perlu istirahat. Jangan nyakitin tubuh lo dengan hujan-hujanan begini," ucap Gala iba.
"Kalo gue pulang, siapa yang nemenin ibu, Gal? Dia sendirian di sini," jawabnya dengan terisak.
"Tante Anna sudah tenang, Ge, bersama Tuhannya." Gala menepuk bahu Gesya mencoba meredakan tangisannya. "Pulang, ya? Mama nunggu lo di rumah. Dia khawatir banget lo nggak balik-balik. Lo nggak kehilangan siapa pun. Mama gue sekarang juga Mama lo. Begitu pun gue, datanglah ke gue saat lo butuh seseorang. Gue akan selalu ada buat lo," sambung Gala mendekatkan tubuh gadis itu ke dadanya.
Gala bangkit menopang tubuh Gesya agar ikut berdiri. Ia menuntun gadis itu untuk berjalan meninggalkan pemakaman.
Gala memegangi tubuh Gesya yang jalan dengan sempoyongan. Tangan satunya memegangi payungnya dari gerimis yang tak kunjung berhenti.
Tepat saat mereka sudah berada di parkiran, Gala membuka jok motornya dan mengambil sebuah jas hujan berwarna biru itu kepada Gesya.
"Pakai jas hujannya, Ge." Gala memberikan jas hujannya seraya memayungi Gesya. "Lo tunggu di sini sebentar ya, gue mau ke Tante Anna dulu sebentar," ucap Gala saat Gesya sudah memakai jas hujannya.
Gesya melihat Gala berjalan melewati genangan air hujan itu menatapnya dengan haru ketika mengingat laki-laki itu dengan penuh perhatian menemaninya seharian ini.
Gala sudah kembali di hadapan tanah kuburan Anna, ia kaget mendapati setangkai bunga tulip putih di atas kuburan Anna. Padahal ia baru saja selesai berziarah dan meninggalkannya sebentar untuk mengantar Gesya ke parkiran.
"Bunga siapa ini? Perasaan tadi nggak ada siapa pun yang datang ke sini," gumam Gala seraya menoleh ke sembarang arah untuk menemukan seseorang.
Netranya tak sengaja menemukan sosok laki-laki yang terlihat sebaya dengannya, berjalan keluar dari pemakaman dengan langkah lemas.
"Kok kayak kenal," ucap Gala saat mengamati postur tubuh laki-laki itu. Gala mulai mengingat-ingat seseorang yang mirip dengan cara berjalannya, serta postur tubuhnya. Ia teringat seseorang yang terlihat persis. "Laskar!" serunya pelan.
Punggung Laskar mulai menjauh, menghilang dari penglihatan Gala. "Ngapain dia ada di sini?" Gala kembali melirik bunga tulip itu, tanpa sadar tangannya mengepal saat menduga bahwa bunga tulip di atas makam Anna adalah dari Laskar.
Gala menatap batu nisan bertuliskan 'Anna Wiesa'. Gala berjongkok, mengelus batu nisan itu. "Tante, Gala janji bakal cari tau siapa pembunuh Tante. Gala akan membalaskan dendam Tante kepada orang itu. Maka dari itu, Tante jangan khawatirin Gege, ya. Gala bakal jagain Gege di sini buat Tante," ucap Gala menahan air matanya ketika mengingat betapa terpuruknya gadis yang sangat disayanginya.
"Tante yang tenang di sana, ya. Gege aman kok sama Gala. Gala akan menyayangi Gege seperti Tante menyayangi Gege. Dengan sepenuh hati Gala meyakinkan Tante kalau Gege akan bahagia. Jadi Tante juga harus bahagia ya di alam sana," sambung Gala penuh kesedihan.
"Gala pamit ya, Nte. Datanglah ke mimpi Gege supaya Gala bisa liat senyumnya lagi." Gala bangkit dari makam Anna dan melangkah pergi meninggalkan area pemakaman.
Gesya dengan setia menunggu Gala di atas motornya dengan jas hujan yang sudah terpakai. Ia bangkit kala melihat Gala sudah tampak didekatnya.
"Apa aja yang lo omongin ke Ibu sampe lama banget? Apa gue nggak boleh tau?" tanya Gesya saat Gala sudah berdiri di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I stay alive?
RandomGimana lo akan menjelaskan tentang kehidupan yang sempurna itu? Terlahir dari keluarga yang kaya? Memiliki orang tua yang utuh? Cinta sejati? Ketenangan? Atau berumur panjang? Hidup gue dinilai dengan pandangan mereka yang melihat gue sebelah mata...