Motor Leo sudah sampai di depan rumah Laskar. Gesya turun dari motor Leo menatap bangunan rumah besar bercat cream yang memiliki dua lantai itu.
Leo menatap Gesya yang diam terpaku memandangi bangunan rumah sebesar itu. "Ini rumahnya Laskar," ujarnya memberitahu.
"Iya, tau," jawabnya.
Leo terkejut. Bagaimana perempuan itu bisa tahu? Padahal ia baru membawanya ke sini pertama kali. "Tau dari mana?"
"Gue pernah nggak sengaja ke sini, Kak," jelas Gesya kini beralih menatap wajah Leo yang penasaran. "Waktu itu nyokapnya Kak Laskar pesen makanan di Tante Intan, nyokapnya Gala, dan gue nganterin pesanan makanannya dan yang nerima Kak Laskar. Dari situ gue mulai tau kalo ini rumahnya Kak Laskar," sambungnya.
"Gala siapa?"
"Sahabat gue, Kak. Cowok yang—"
"Oh cowok itu?" sela Leo saat kini mulai paham siapa orang yang dimaksud Gesya. "Namanya Gala?"
Gesya mengangguk.
"Ya udah deh, kalo gitu gue pulang, ya?" pamit Leo sembari menyalakan kembali motornya.
"Eh, tunggu Kak," Gesya mencegahnya. "Kalo ternyata Kak Laskar ngusir gue gimana?" Gesya khawatir kehadirannya justru mengganggu atau membuat Laskar kesal. Apalagi setelah mengingat beberapa hari lalu saat Laskar bilang untuk tidak mendatangi rumahnya lagi.
Leo menatap Gesya iba. Kemudian ia merogoh ponselnya dan mengetikkan sesuatu.
"Gue udah chat Laskar, tunggu aja dia keluar," ujar Leo.
"Eh, tapi Kak.."
"Gue pulang ya, jangan bilang kalo gue yang nganter, bye!" Leo sudah meninggalkan pekarangan rumah Laskar.
Gesya gugup, harus bagaimana ia saat bertemu Laskar? Apa yang harus dikatakannya pada Laskar? Gesya kebingungan hingga tak sadar suara pagar rumah terbuka membuatnya menoleh.
Tepat saat pagar terbuka, tatapannya dan tatapan Laskar bertemu. Laskar terkejut kala melihat Gesya ada di depan rumahnya. Sedangkan gadis itu diam terpaku melihat penampilan Laskar dengan celana pendeknya dangan kaos putih polos. Suatu hal baru bagi Gesya bisa melihat sosok Laskar di luar sekolah.
"Lo ngapain depan rumah gue?" tanya Laskar pada Gesya. Netranya celingukan untuk mencari seseorang.
Beberapa menit lalu, Laskar menerima pesan dari Leo untuk segera mengambil buku catatannya yang dipinjamkan. Leo mengatakan tak bisa mampir dan menyuruh seorang kurir untuk mengantarnya ke rumahnya.
Gesya mendekat, menghampiri Laskar yang masih berdiri di depan pagar. "Gue mau nganter buku pinjaman lo, Kak," ujar Gesya seraya membuka ranselnya dan mengambil buku catatan Leo.
"Hah? Kenapa lo yang nganter? Leo bilang tadi.." Laskar menjeda ucapannya saat mulai tersadar bahwa itu hanya akal-akalan Leo.
"Ya udah sini bukunya!" Laskar mengambil buku catatan milik Leo dari genggaman Gesya.
Kakinya hendak bergerak untuk menutup pagar dan kembali ke dalam rumah. Tapi melihat Gesya masih berdiam diri di depan pagar seperti itu membuat Laskar menatapnya bingung.
"Kenapa masih diem di situ?" seru Laskar mendapati Gesya yang malah terdiam melamun.
"Eh, anu, Kak, sebenarnya.." Gesya terbata-bata, firasatnya benar bahwa Laskar akan mengusirnya. Laki-laki itu tak suka berbasa-basi. Tapi apakah Laskar setidak peka itu terhadap seorang gadis yang rela mengantar buku pinjamannya seorang diri?
"Gue lagi nunggu gojek, iya gue nunggu gojek dulu. Lo masuk aja," sambung Gesya bernafas lega akhirnya kini memiliki alasan untuk mengulur waktu.
"Lo bukannya ke sini dianter Leo?" ujar Laskar membuat Gesya panik. Apakah ia ketahuan? Bagaimana Laskar bisa tahu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I stay alive?
RandomGimana lo akan menjelaskan tentang kehidupan yang sempurna itu? Terlahir dari keluarga yang kaya? Memiliki orang tua yang utuh? Cinta sejati? Ketenangan? Atau berumur panjang? Hidup gue dinilai dengan pandangan mereka yang melihat gue sebelah mata...