Sudah hampir 3 bulan warung mi ayam Syarif sepi pelanggaan. Jika pedagang-pedagang lain biasanya sibuk melayani pelanggan yang memenuhi warung mereka untuk makan siang, yang dilakukan Syarif tiap siang hanya melayani 1 hingga 4 orang pelanggan, sisanya adalah mengusir sekumpulan lalat yang menggangunya melamun.
Syarif sendiri bingung apa yang terjadi dengan bisnisnya. Warung yang ia buka dari uang pensiun sebagai karyawan itu dirasa tidak memiliki masalah. Lokasinya cukup strategis karena tak jauh dari pusat perkantoran, dilengkapi dengan meja dan kursi serta tempatnya yang cukup luas. Adapun soal rasa, Syarif pernah beberapa kali meracik ulang bumbu dari mi ayam buatannya, tapi tetap saja uang belum datang kepada dirinya.
Melihat istrinya yang sehari-hari membantu memasak dengan sepenuh hati, dan kedua anaknya yang rajin dan berprestasi di sekolah membuatnya tidak tega untuk melepas usaha ini, terlebih belum balik modal. Alhasil Syarif memutuskan untuk mengambil jaan terakhir, sebuah jalan yang sebenarnya tidak ingin ia tempuh, tapi himpitan nasib memaksanya.
“Mbah, tolong bantu saya agar dagangan mie ayam saya laris,” pinta Syarif.
Mbah Nana hanya memandanginya sambil tersenyum kecil. Wajah itu seakan menunjukkan bahwa ia memiliki rencana untuk memutar balik nasib Syarif yang memohon kepadanya dengan sungguh-sungguh.
“Sekarang kamu bisa pulang, tapi jangan lupa syaratnya, mi ayam kamu tidak boleh dibawa pulang, dan jangan lupa sesajennya,” ucap dukun tua itu.
Kalimat tersebut seperti kalimat penenang bagi Syarif. Keputusasaan yang berkobar di dalam dirinya seakan padam dengan janji yang diberikan oleh Mbah Nana.
Sehari kemudian, Syarif semangat seakan membuka bisnis itu untuk pertama kalinya. Ia membersihkan meja, kursi dan peralatan makan, mengisi sambal dan kecap, juga menyediakan varian minuman yang lebih banyak.
Pesugihan yang dilakukan Syarif ternyata membuahkan hasil. Ia tidak lagi menghabiskan waktu berdagangnya dengan melamun atau mengurusi lalat, melainkan melayani pelanggannya yang banyak. Orang-orang yang singgah ke warung mie ayamnya semakin banyak setiap harinya.
Tidak ada lagi melamun dan mengusir lalat, hanya kerja keras untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan-pelanggannya. Syarif sendiri bingung mengapa nasibnya berubah dengan begitu cepat. Ia tidak merombak resep mi ayamnya, ataupun melakukan promosi besar-besaran, hanya spanduk yang bertuliskan nama warung mi ayamnya. Tapi, ia tak terlalu mementingkannya. Yang terpenting bagi dia sekarang adalah bagaimana caranya untuk tetap rutin menyajikan sajen, juga melarang dengan cara baik-baik setiap pelanggan yang datang untuk membungkus mi ayam buatannya.
Dalam kurun waktu 3 bulan, pelanggan Syarif semakin banyak. Bagi dia, sungguh mustahil mendapatkan keuntungan sebanyak itu dalam waktu 3 bulan, jika melihat nasibnya sebelum mempraktikan ritual klenik dari mbah Nana. Dengan uang sebanyak itu, Syarif bisa mengganti perabotan yang lebih bagus, juga memperluas pelanggannya dengan cara menyewa ruko yang berada di seberang warungnya.
Uang yang dimilik oleh Syarif juga tidak ia pergunakan sendiri, melainkan keluarganya. Ia membelikan istrinya banyak pakaian dan tas dengan merek-merek ternama, dan jatah telepon seluler keluaran terbaru untuk ketiga anaknya. Ia merasa bahagia karena telah memukul balik nasib, meski dengan bantuan setan.
*
Syarif belum tidur malam itu, ia mencoba untuk terjaga meski matanya sudah merah dan terkadang memicing. Ia merencakan sesuatu yang bisa dilaksanakan ketika istrinya sudah masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.
Ketika pintu ditutup, Syarif mengangkat pantatnya dari sofa barunya yang empuk, lalu bergegas menuju dapur. Di hadapan lemari dapur, ia melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada istrinya atau anak-anaknya yang ingin mencari makanan di kulkas ataupun pergi ke kamar mandi. Syarif membuka lemari tersebut, lalu mengambil sebuah bungkusan berwarna hitam seukuran kaleng kornet.
Dengan perlahan-lahan, Syarif berjalan masuk ke kamarnya dengan perlahan. Ia membuka pintu, lalu mendekati istrinya yang sedang beristirahat.
“Selamat ulang tahun,” ucap Syarif dengan suara yang cukup keras.
Respon sang istri ternyata diluar dugaannya. Sekotak emas yang ia taruh di dalam bungkusan tersebut tidak membuat istrinya terharu, atau bahkan tersenyum. Istrinya hanya terdiam seakan-akan memendam sebuah masalah rumit.
“Memang bener kamu sekarang make pesugihan buat warung mi ayam?” tanya sang istri dengan nada rendah.
Mendengar pertanyaan itu, Syarif yang tidak memberitahukan ini kepada siapapun sontak kaget.
“Kok kamu nanya kaya gitu? Siapa yang bilang?” Syarif berusaha tenang meski jantungnya berdebar.
“Aku denger dari temen aku, temen aku tau dari temennya lagi yang katanya bisa ngeliat.”
“Ngeliat apa maksudnya?” Tanya Syarif heran.
“Gak tau juga, pokoknya ngeliat orang itu punya mata batin katanya, tapi aku coba buat gak percaya, meski sekarang aku masih aja kepikiran,” ucap istrinya.
“Mereka hanya orang-orang iri yang tidak bisa lihat orang lain sukses. Mungkin ini adalah rezeki yang memang diberi tuhan. Tidak usah kamu memikirkannya, cukup manfaatkan rezeki yang sudah diberikan kepada kita,” Syarif mencoba menutupi cara liciknya dengan membawa-bawa tuhan.
Pertanyaan itu ternyata tidak selesai malam itu. Beberapa hari setelahnya, pertanyaan dan kabar tentang warung mi ayam Syarif yang menggunakan pesugihan semakin nyaring ditelinga syarif dan istrinya.
Warung yang biasanya disesaki pembeli, semakin ke sini semakin sepi. Syarif padahal belum sekalipun melanggar syarat yang diajukan mbah Nana, tapi tetap saja pendapatannya semakin menurun, setelah 4-5 bulan sebelumnya berlimpah.
Nasib yang semula buruk, lalu membaik dan sekarang menjadi lebih buruk adalah apa yang dialami Syarif belakangan ini. Tentu saja ia kesal, apalagi ketika mendapati hinaan tentang warungnya. Ia tahu bahwa tak sedikit tetanggnya yang menyebut mi ayam Syarif dengan sebutan mi ayam lidah.
Selang beberapa waktu, hinaan terhadap mi ayamnya malah semakin menjadi-jadi. Jika sebelumnya mi ayam buatan Syarif disebut mi ayam lidah, sekarang ada saja yang menyebut mi ayam Syarif diracik oleh setan.
Hinaan ini lama kelamaan tidak membuatnya kesal, tetapi juga bingung. Syarif mencoba tak memikirkannya karena ia sama sekali tidak merasa telah melakukan perbuatan jahat. Menurutnya, mbah Nana hanya membantunya untuk memperlancar jalannya rezeki, tanpa bantuan setan atau apapun.
Pada akhirnya Syarif kalah juga oleh rasa penasarannya, tanpa sepengetahuan mbah Nana, Syarif mencari orang pintar lain untuk membantunya membuka mata batin. Hal ini dilakukan karena ia ingin membuktikan apakah mbah Nana sesuai dengan apa yang ia percayai, membantunya dengan pesugihan yang memang licik, tapi tidak melibatkan setan di dalamnya.
Malam itu Syarif menutup warungnya lebih awal guna mempermudah proses membuka mata batinnya yang akan dibantu oleh Ki Somad. Ia mengenal ki Somad dari salah satu kawannya. Kawannya merekomendasikan ki Somad karena ia dipercaya dapat membukakan mata batin.
Syarif hanya berdua dengan Ki Somad malam itu. Keheningan membuat rapalan mantra ki Somad terdengar keras. Syarif tahu bahwa rapalan itu tidak beda jauh dengan ritual klenik yang dibaca oleh mbah Nana, tapi ia tetap mencoba untuk mempertanyakannya.
“Ketika kamu membuka mata, jangan panik! ada saya,” ucap ki Somad.
Syarif terkejut dengan pernyataan itu, ia bertanya-tanya tentang apa yang berada di balik matanya.
Setelah membuka matanya, Syarif tak percaya atas apa yang ia lihat. Di gerobaknya, terdapat makhluk besar yang sekujur tubuhnya dipenuhi jembut seperti kera. Matanya merah dengan mulut yang seakan-akan teresenyum ke arahnya. Adapun dari mulutnya dipenuhi air liur yang menetes-netes di atas kuali tempat ia merebus mi.
Melihat semua itu, Syarif tahu bahwa tidak ada pesugihan yang tidak melibatkan setan, juga Syarif tahu dari mana asal mula hinaan terhadap mi ayamnya berasal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Pesugihan Penglaris Dagangan
HorrorCerita ini saya kumpulkan dari berbagai sumber seperti blog, youtube,thread kaskus, facebook, dan juga whattpad yg tentu saja cerita orang lain. PERCAYA GAK PERCAYA kembali ke diri masing2. Bila ada kesamaan latar tempat waktu dan tokoh tentu saja i...