Nakula— pemuda tampan yang memiliki wajah manis dan sedikit ayu. Sering kali mendapat guyonan dari teman dan juga orang-orang di kampung kalau ia cocok dijadikan kembang desa.
Katanya, dulu Bu Lastri— ibu Nakula sangat menginginkan anak perempuan. Dokter juga menyatakan bahwa bayinya seorang perempuan pada saat usia kandungan Bu Lastri menginjak 5 bulan. Namun yang namanya takdir bisa berubah kapan saja. Bu Lastri sempat kecewa karena ternyata anaknya lahir dengan kelamin laki-laki. Tapi pak Sudirman terus menyakinkan istrinya agar tetap bersyukur atas apapun pemberian Tuhan.
Melihat wajah ayu putranya membuat Bu Lastri bahagia seketika. Ia sangat menyayangi dan mencintai Nakula. Putranya yang tampan dan juga manis.
Nakula tidak pernah merasa tersinggung ataupun marah. Ia justru malah tertawa karena menurutnya akan lucu jika ia benar-benar menjadi kembang desa. Ia kan tidak ada kalem-kalemnya, tingkahnya yang kadang pecicilan bisa membuat siapa saja merasa heran. Tak jauh dari pak Sudirman— ayah dari Nakula. Pak Sudirman sering kali memarahi Nakula karena sering pulang telat jika sudah bermain, apalagi waktu bermain dengan Abimanyu.
Semua orang di kampung sudah tahu kalau Nakula Nala Ragnala dan Abimanyu Satria Anggara itu memiliki hubungan asmara. Tak banyak orang yang mencibir hubungan keduanya. Mereka bahkan terkesima ketika melihat pasangan itu yang terlihat sangat cocok. Meskipun Abimanyu dari kalangan rendah, pak Sudirman tak merasa keberatan jika anaknya menjalin asmara dengan Abimanyu. Justru pak Sudirman sangat berharap bahwa Nakula dan Abimanyu berjodoh. Melihat batapa disiplin serta tanggung jawab Abimanyu dalam segala hal.
Abimanyu memang memiliki sifat yang rendah hati, disiplin dan selalu bertutur kata sopan. Ia adalah sosok pekerja keras. Maka dari itu, pak Sudirman percaya kalau Abimanyu bisa menjadi panutan untuk putranya yang masih kekanak kanakan.
Sore ini di desa Kembang Sari tengah mengadakan kerja bakti. Yang dimana seluruh warga ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Tak terkecuali para pemuda pemudi kartar yang baru saja pulang dari rapat yang di adakan dibalai desa. Sudah biasa jika ada acara desa maka pemuda pemudi disana juga harus berpartisipasi.
Nakula berjalan di antara banyaknya pemuda pemudi yaitu bersama dengan mas Yayan dan juga mas Jamal. Mereka berdua lebih tua daripada Nakula.
"Nakula, gimana kabarnya Abim?" tanya Jamal pada Nakula yang terdiam. Semua orang tau bahwa Abimanyu tengah merantau. Seperti kebiasaan orang kampung, mereka mendengar dari mulut ke mulut.
Pemuda manis itu berjalan sembari menundukkan kepala, sesekali menendang kerikil yang menghalangi jalannya.
"Aku ndak tau gimana keadaan mas Abim disana mas, dia belum ngabarin aku lagi" jawab Nakula tanpa menolehkan kepala.
Jamal dan Yayan hanya menganggukkan kepalanya paham.
"Kamu gak berusaha hubungin dia lagi to? spam atau apak kek?" tanya Yayan bergantian.
"Aku sudah berusaha hubungin dia mas Yayan, sudah aku spam juga tapi mas Abim belum juga bales"
"Sebenarnya aku yo kepikiran gimana keadaan dia disana. Wong baru pertama kali merantau ke luar negri, aku iki khawatir banget sama dia" ujar Nakula dengan raut sedih.
Jamal dan Yayan ikut merasa khawatir. Bagaimana tidak, mereka berdua adalah teman seperjuangannya Abimanyu. Dari jaman masih TK sampai SMA mereka terus bersama. Tetapi kalau sekarang mas Yayan bekerja di toko onderdil milik Bapaknya dan mas Jamal lanjut studi ke perguruan tinggi. Meskipun mereka tinggal di pesisir pantai, tak bisa dipungkiri bahwa tak semuanya bekerja sebagai nelayan.
"Tetep positif thinking aja ya, aku yakin kok kalau disana Abim gak kenapa-napa" Jamal menepuk bahu Nakula pelan untuk memberi semangat.
"Amin. . ."
"Yaudah, kita duluan yo!" pamit Jamal dan Yayan, dibalas lambaian tangan dari Nakula.
Kemudian mereka berjalan berbeda arah. Yayan dan Jamal memotong jalan ke kiri untuk mampir ke warung. Dan tentu saja Nakula tak langsung pulang ke rumahnya, anak itu mampir terlebih dulu ke rumah kekasihnya untuk melihat keadaan Bapak dan Ibu. Walaupun sudah ada tiga kali anak itu mampir kerumah Anggara hari ini.
"Permisi Buk. . .!" Nakula mengetuk pintu terlebih dahulu lalu masuk kedalam rumah. Ia sudah terbiasa seperti ini, karena baginya rumah Anggara adalah rumah kedua untuknya.
Nakula mencari keberadaan ibu di belakang. Dimana wanita paruh baya itu tengah menampi beras untuk membersihkan sekam atau kulit beras.
"Nakula?" sapa Ibu yang tersadar akan kehadiran Nakula di belakangnya.
"Biar Nakula aja Buk" Nakula mengambil alih penampi dari tangan Ibu. Wanita itu tersenyum dan memberikan penampi pada Nakula. Ia selalu merasa bangga pada Nakula, bagaimana bisa ada seorang pemuda yang begitu baik, sopan, dan juga tulus membantu siapapun. Itulah yang membuat bu Arum sangat bersyukur apabila putranya bisa berjodoh dengan Nakula.
"Obatnya bapak gimana buk? sampun di unjuk apa belum?" tanya Nakula pada Ibu.
(obatnya bapak gimana buk? sudah di minum apa belum?)"Sudah cah bagus, bapak sudah rutin minum obatnya" jawab ibu dengan senyuman.
"Bagus kalau begitu buk, biar bapak cepet sembuh juga" Nakula sangat memperhatikan kesehatan pak Anggara yang sudah ia anggap sebagai bapak nya sendiri. Ia juga masih teringat pesan Abimanyu, bahwa lelaki itu menitipkan kedua orang tuanya padanya.
"Buk. . . Nakula mau ngomong sebentar sama ibuk" ujar Nakula sembari meletakkan penampi di atas dipan kayu.
Ia menghampiri bu Arum dan duduk di sampingnya sembari menggenggam tangannya. Bu Arum nampak bingung dengan tingkah laku Nakula.
"Ada apa Nakula?" tanya bu Arum penasaran.
"Nakula mau menyampaikan sesuatu, bahwa Nakula bulan depan sudah mulai masuk kuliahnya buk. Nakula harus ke Jakarta untuk studi disana" bu Arum terdiam menyimak ucapan Nakula.
"Mungkin Nakula sudah tidak bisa lagi sepenuhnya menjaga bapak dan ibuk seperti pesan mas Abim. Tapi Nakula janji, kalau Nakula akan mengunjungi ibuk sama bapak waktu liburan nanti" ujar Nakula dengan sendu. Ia merasa berat hati mengatakan ini. Bagaimana keadaan kedua orang tua Abimanyu jika ia tinggalkan. Sudah cukup Abimanyu yang meninggalkan mereka tanpa kabar lagi dan sekarang ia juga harus pergi untuk kewajiban belajarnya.
Lantas bu Arum hanya tersenyum sembari menepuk bahu Nakula dengan pelan. Ia genggam tangan mulus milik Nakula dan ia usap lembut.
"Ibuk sama bapak tidak keberatan Nakula, kami bersyukur punya kamu yang sangat menyayangi kami berdua. Kamu harus melakukan kewajiban kamu, kamu harus belajar yang pinter biar jadi anak yang sukses seperti permintaan pak Sudirman— ayah kamu" Nakula sudah tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis mendengar perkataan bu Arum yang terlihat baik-baik saja.
"Tidak papa jika mas Abim ndak bisa ngasih kabar sama ibuk dan bapak. Tapi Nakula akan berusaha untuk mengabari kalian berdua, untuk seterusnya" Nakula memeluk tubuh bu Arum dengan sangat erat. Nakula sangat menyayangi bu Lastri seperti ibu kandung nya sendiri.
"Sudah jangan nangis cah bagus, malu sama titidnya itu lho!" ucap bu Arum dengan senyum meledek yang membuat pipi Nakula seketika merah. ia tidak menyangka kalau bu Arum akan memberikan candaan seperti ini.
"Ibuk ish!" Nakula kini sangat malu mendengar ucapan bu Arum.
Kemudian keduanya sama sama tertawa kecil. Bu Arum juga sangat menyayangi anak dari sahabatnya ini— bu Lastri. Jadi wajar jika mereka terlihat sangat dekat layaknya keluarga.
.
.
.
.
.
TBC
Don't forget to vote+coment!!
thankyou😚
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIMANYU || Nomin
FanfictionAbimanyu merupakan seorang anak dari kalangan bawah. Ia memutuskan untuk bekerja ke China dan meninggalkan kekasih juga keluarganya. Namun siapa sangka, di negri orang Abimanyu malah mengalami kejadiaan naas hingga membuat hidup nya berubah seketika...