18. Weekend

406 33 1
                                    


Nakula memasuki apartemen Harsha dengan wajah kesal sembari bergumam tak jelas. Sedang di dapur, Harsha tengah membuat kopi untuk menemani sarapan pagi nya. Ia mengernyit heran kala melihat sahabatnya pulang dengan wajah tak biasa. Karena sebelumnya, Nakula akan merasa ceria setelah selesai berolahraga.

"Kenapa lo?" tanya Harsha pada Nakula.

"Sebel banget deh, kenapa sih dimana-mana ada dia?! ganggu mood pagi ku aja." decak Nakula dengan wajah sebal.

"Dia siapa? lo habis ketemu siapa sih?"

"Siapa lagi kalau bukan dia."

"Abimanyu maksud lo?" Harsha berjalan menuju meja makan untuk duduk disana.

"Hm. . ." Nakula hanya berdeham.

Harsha menahan tawa nya, ia meletakkan cangkir kopi itu di atas meja lalu menatap Nakula sembari tersenyum. "Udah dibilangin kalian itu jodoh, kalian itu takdir. Dimana ada lo pasti ada dia."

"Gak percaya! buktinya selama tujuh tahun ulah tahun ku dia gak pernah ada tuh!" celotehnya dengan alis menukik dan tangan yang bersedekap dada.

Harsha hanya bisa tersenyum melihat kekesalan sahabatnya itu. "Udah deh Nakula, sekarang tuh fokus aja perbaikin hati dan pikiran. Jangan benci lama-lama, setiap orang juga pasti pernah melakukan kesalahan kan?"

Akan tetapi Nakula tidak mendengarkan itu, ia mengibaskan tangannya itu dan melengos dari hadapan Harsha.

"Gausah ceramah dulu!" ia pun masuk kedalam kamar dan menutup pintu dengan sedikit keras. Harsha hanya bisa menggelengkan kepala pelan.

"Emang kalian itu jodoh, keras kepala nya lo itu cuman bisa ditangani sama Abimanyu. . . Nakula. Lo pasti bakal balik lagi ke dia." gumam Harsha, kemudian kembali menyeruput kopi panas nya.

Sedangkan didalam kamar Nakula berkacak pinggang dengan bahu naik turun. Rasa kesal nya masih saja ada, ia bahkan sampai menghiraukan ucapan sahabatnya. Dulu pun ia tak pernah bersikap sekeras ini. Itu menandakan bahwa sekarang ia memang benar-benar tengah marah.

Nakula juga tidak mengerti sampai kapan sikapnya ini akan berlanjut, karena seharusnya ia sendiri lah yang bisa mengontrol diri. Ia ingin sekali hidup seperti dulu saat masih tinggal di desa. Tidak pernah sekalipun ia menghadapi masalah hati sampai seperti ini.

"Aku gatau kenapa kok bisa se-kesal itu waktu ketemu dia."

"Padahal dulu gak pernah kayak gini. . ." Nakula menghembuskan nafas lesu. Ia merasa pusing memikirkan urusan perasaannya sendiri, ditambah Harsha yang selalu berbicara kebenaran yang sangat ingin ia hindari saat ini.

"Aku juga bingung, kenapa hati ku masih aja sakit waktu liat dia. Padahal kalau bisa mah tinggal maafin terus balikan, selesai."

Nakula terdiam sejenak, kemudian memukul kepalanya sendiri. "Enak banget kalau ngomong, kamu itu harus kasih pelajaran dulu ke dia!" wajahnya itu kembali membara.

"Emangnya enak apa, nungguin tanpa kabar bertahun-tahun?!"

"Aku gaboleh luluh secepat itu!" tatapannya menajam, tangannya terkepal erat. Ia harus bisa kasih pelajaran ke Abimanyu.

Pria manis itu pun akhirnya memilih untuk masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri dari keringat dan juga membuat kepalanya sedikit mendingin.

***

Sembari menunggu Nakula membersihkan diri, Harsha duduk sembari menonton serial di televisi. Ia sudah mandi sejak bangun tadi, jadi sekarang ia bisa sedikit bersantai. Acaranya hari ini adalah pergi ke Timezone untuk bersenang-senang bersama dengan Nakula. Ia ingin membuat sahabatnya itu sedikit melupakan masalah hati nya.

ABIMANYU || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang