13. Kecewa

691 49 4
                                    


Malam ini Nakula menginjakkan kakinya di atas pasir pantai. Ia berdiri jauh dari pesisir, memandang laut malam yang gelap. Pria itu memilih datang setelah bertarung dengan hati dan pikirannya. Ia tidak ingin menjadi egois, ia hanya cukup mendengarkan dan menyimpulkan.

Di ujung sana ia lihat siluet seseorang tengah berdiri dekat gazebo, membelakangi nya. Nakula sudah bisa menebak jika itu adalah Abimanyu. Perasaan aneh mulai muncul di benak nya. Ini adalah kali pertama nya bertemu kembali dengan Abimanyu setelah tujuh tahun terakhir.

Tangan lentiknya menggenggam liontin indah yang tergantung di leher nya. Ia dapat merasakan debar jantungnya yang berdetak cepat.

"Setelah sekian lama, aku akan berbicara dengannya dan menatap wajahnya dengan leluasa. Apa bisa aku bertahan di atas kekecewaan ini?" ujar nya pada angin malam yang berhembus. Nakula merasa tak yakin dengan dirinya sendiri.

Pria itu pun mengambil nafas dalam dan menghembuskan nya dengan pelan. Ia melangkahkan kaki nya lebih jauh untuk menghampiri Abimanyu yang sudah menunggunya sedari tadi.

Tanpa suara Nakula berjalan mendekat. Ia dudukkan tubuhnya di gazebo. Pria yang membelakangi nya itu kian menoleh kesamping, merasakan kehadirannya. Keduanya terdiam, Abimanyu masih saja diam dan Nakula hanya menunduk menatap tanah menunggu pria dihadapanya itu berbicara terlebih dulu.

"Gimana kabar kamu Nakula?"

Nakula berdebar, suara itu masih sama. Suara yang selama ini sangat ia rindukan. "Baik-baik aja" jawab nya singkat.

Abimanyu terdengar menghela nafas, lalu berbalik badan menatap Nakula sepenuhnya. Abimanyu dapat melihat wajah Nakula yang juga ia rindukan. Wajah kecil nan cantik itu yang membuat hati nya berdenyut nyeri karena teringat akan kesalahannya.

"Kamu nggak merindukan mas Abim yo?" tanya nya sembari tertawa kecil.

Nakula mengernyit, ia dongakan kepala untuk melihat Abimanyu yang juga menatap pasir. "Apa mas Abim juga merindukan Nakula?" lontaran itu membuat Abimanyu terdiam. Merasa skak mat akan pertanyaan Nakula. Ia sadar karena tak pernah merindukan pria dihadapannya.

"Mas Abim rindu sama kamu Nakula" saut nya, ia mulai dudukkan tubuhnya di dekat Nakula.

"Orang kalau merindukan pacarnya itu pasti disamperin mas, pasti di hubungi, pasti dia kirim pesan. Kalau mas Abim rindu sama Nakula, kenapa mas Abim gak pernah pulang? bahkan mas Abim gak pernah hubungin Nakula, gak pernah telfon Nakula?!" rasa panas di hati Nakula kian membara.

"Mas Abim sangat rindu sama kamu Nakula, mas Abim ga— " kalimatnya itu terpotong oleh sanggahan Nakula.

"Kalau mas Abim rindu pasti mas Abim pulang! kamu lho udah janji sama aku buat langsung hubungin kan? nyatanya mana mas, sampai tujuh tahun kamu baru nongol? kemana aja? sampai sana udah ketemu cewek cantik to, sampai lupa buat pulang, sampai lupa kalau ada orang tua kamu yang nungguin!" Nakula berteriak kian keras. Ia tidak perduli dengan sekitar, ia hanya ingin melampiaskan rasa marah dan kecewanya pada Abimanyu.

"Dengarkan mas dulu Nakula!" sergah Abimanyu.

"Kamu itu bohong! sejak awal kamu memang sudah bohong mas, apa yang harus Nakula dengarkan dari mas Abim? kenyataan kalau mas Abim udah nikah dan punya anak, iya?!" Nakula sudah menangis, kedua mata cantik nya memerah dan urat leher nya menonjol karena berteriak.

Abimanyu yang frustasi mencoba menghentikan Nakula dengan menangkup wajah itu. Mengarahkan padanya agar menatap kedua matanya. Ia tidak ingin Nakula salah paham atau bahkan semakin membecinya karena kesalah pahaman ini.

"Kamu itu harus dengarkan mas Abim dulu!" suara tegas Abimanyu terdengar. Tidak pernah sekali pun ia meninggikan nada bicaranya pada Nakula, dan ini adalah kali pertamanya. Abimanyu sadar apa yang ia lakukan tadi bisa membuat Nakula sakit hati.

ABIMANYU || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang