Prolog

2.2K 57 2
                                    

Hidup di pesisir pantai dalam keluarga berdarah rakyat, pria dengan kulit sedikit kecoklatan itu tengah menarik jaring untuk dikeluarkan. Kapal kecil milik bapak—  dimana semua bercerita tentang sulitnya bekerja untuk mencari dolar. Menjadi nelayan muda, bukanlah keinginan awalnya. Mamun sebab nasib belum memihak padanya, berjuang membantu orang tua menjadi pilihannya dan juga hal mulia dimata tuhan.

"Mas Abim!"

Pemuda pemilik surai hitam sang penakluk hati berteriak jauh dari sisi pantai. Meneriakan nama pria tampan yang tengah sibuk merapikan jaring.

Kelopak matanya yang sedikit sipit menangkap sosok bertubuh kecil di ujung—  tengah berdiri dengan rambut yang bergerak kesana kemari sebab diterpa angin.

Abimanyu Satria Anggara—  pria bertubuh kekar dan berkulit coklat mulai berjalan menghampiri si manis dengan membawa dua ember berisi ikan-ikan segar yang baru saja ia tangkap.

Tersenyum cerah, Nakula—  si manis langsung saja menubrukkan tubuhnya pada dada bidang Abimanyu yang sedikit terhuyung kebelakang sebab ulahnya.

"Naku, mbok yo sing sabar. Ini mas kesusahan bawa ember nya"

Pelukan Nakula melonggar, mendongak untuk menatap hidung bangir milik mas Abim. Dengan cengiran lebar di bibirnya, Naku mengusap peluh yang membanjiri dahi mas Abim-nya.

"Abimanyuu!"

Keduanya menoleh kala mendengar teriakan dari arah belakang Nakula, sosok wanita setengah baya melambaikan tangannya. Abim dan Nakula berjalan menghampiri si ibu yang terus berteriak memanggil namanya dengan raut khawatir.

"Wonten nopo to buk?"
(ada apa sih bu?)

Tanya Abim kebingungan,

"Iku lho, bapak mu!"

"Bapak kenapa?"

"Kondisi bapak drop!"

Abimanyu dan Nakula melebarkan bola mata setelah mendengar ucapan ibu, mereka segera berlari menuju arah rumah untuk melihat kondisi bapak.

Berbicara tentang bapak, beliau memang sakit keras. Gula darahnya terus saja naik membuat diabetesnya semakin parah. Semenjak itu, bapak sudah tidak bisa melakukan apapun. Kini pekerjaannya sebagai nelayan harus digantikan oleh Abimanyu.

"Bapak!" Abim membuka pintu kamar bapak dengan tergesa.

Duduk diranjang sebelah bapak, Abimanyu mengusap punggung bapak yang tengah terbatuk batuk. Nakula menyusul dengan segelas air dan obat di tanganya. Abimanyu dengan telaten membantu bapak meminum obatnya, lalu membaringkan dikasur.

"Obatnya bapak sudah mulai habis Abim, ibuk juga sudah tidak punya uang lebih untuk makan sehari-hari. Penjualan ikanmu juga akhir-akhir ini sedang menurun. Ibuk bingung kudu piye Bim"

Abim tertegun sejenak memikirkan keluhan sang ibu, ia sebagai anak tunggal harus mengemban atas keluarganya yang sekarang menjadi tanggung jawabnya.

"Uang tabungan Abim masih ada buk, mungkin cukup untuk satu Minggu ke depan" Abimanyu berlalu mengambil buku yang terselip beberapa uang disana, memberikanya pada tangan sang ibu.

Ibu dengan terpaksa menerima uang pemberian dari Abim, lalu memeluk tubuh kekar putranya itu.

"Maafin ibuk ya nak, ibuk sama bapak nyusahin kamu terus"

"Ndak ibuk, ini tugas Abim sebagai anak harus membantu ibuk sama bapak yang kesulitan. Kalian tanggung jawab Abim"

Setelah itu, ibu dan anak itu berpelukan dengan bapak yang tersenyum teduh melihat pemandangan di hadapannya. Bapak terharu, ibu pun juga bahagia mempunyai anak berbakti seperti Abim.

Malam harinya Abim menghampiri ibuk yang tengah duduk di teras menikmati semilir angin malam dan menatap langit yang begitu indah. Mengambil duduk di samping sang ibu.

"Ibuk kok belum tidur?" tanya nya.

"Ndak papa nak, ibuk gerah didalam" Abim hanya mengangguk.

"Ibuk, Abim mau minta ijin" ibu menoleh.

"Ijin apa to le?"

"Abim minta ijin mau merantau buk"

"Abim rasa, hanya dengan menjual ikan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan juga untuk membeli obatnya bapak, buk" ibu tertegun sejenak.

"Apa kamu yakin, mau merantau nak?" tanya nya.

"Abim yakin buk, ini juga demi keluarga kita. Abim mau ke cina buat cari kerja"

Ibu sedikit membelalak, menggeleng pelan setelah mendengar ucapan sang anak.

"Le...cina iku jauh, kamu mbok yo jangan ninggalin ibuk sama bapak jauh² to le" mata ibu berkaca kaca kala itu juga.

"Buk, Abim pergi ke cina buat mencari pekerjaan. Abim yakin, kalau ke luar negri gajinya bisa lebih besar" ucapnya.

Ibu masih tetap diam sembari menunduk, bahunya bergetar malam itu.

"Jangan tinggalkan ibuk sama bapak jauh-jauh Bim..." mohon ibu pada Abim.

Abimanyu hanya bisa menggeleng pelan, lalu membawa tubuh sang ibu kedalam dekapan hangatnya.

"Abim janji akan pulang demi ibuk sama bapak, Abim tidak akan menelantarkan kalian"

Ibu mengangguk pelan, sebagai seorang ibu mau tidak mau ia harus merelakan anaknya yang harus pergi meninggalkan rumah untuk mencari nafkah. Putra tunggal nya sudah besar, sudah bisa mengemban tugas yang begitu berat. Dalam hatinya, ia hanya bisa mendoakan sang anak supaya dalam lindungan Tuhan.

"Yasudah jika itu maumu Bim. Ibuk harap kamu bisa menjaga diri baik-baik, kamu anak ibuk satu²nya, kebanggaan bapak juga ibuk, maafkan ibuk yang tidak bisa melakukan apapun, ibuk hanya bisa berdoa buat kebaikan kamu" kala itu juga, sang ibuk dan anak saling berpelukan dalam heningnya malam.

.
.
.
.
.
.
TBC

don't forget to votment jika prolog ini menarik ya guys😉👇
thankyou.

ABIMANYU || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang