31. Keputusan atau Keputusasaan?

503 31 9
                                    

Nakula pamit untuk pulang setelah merasa keadaan di sekitarnya jauh lebih baik. Terutama anak kecil yang baru saja ia tenangkan. Ia merasa bahwa tak seharus nya ia ikut campur dalam masalah yang jelas-jelas menjadi penghambat untuk keberlangsungan hubungannya bersama dengan Abimanyu. Akan tetapi, sekali lagi ia tidak ingin menjadi egois dan menjadi jahat dengan memisahkan seorang anak kecil dari Ayah nya.

"Aku pamit pulang dulu ya." sapa nya dan mulai berbalik badan.

"Jiao. . . Papa antarkan kak Nakula pulang ya?" izin Abimanyu pada sang anak.

Tentu saja Jiao mengangguk, ia tidak ingin jika terjadi sesuatu kepada seseorang seperti Nakula. Karena Jiao sudah mengetahui bagaimana perangai pria manis itu yang begitu lembut dan tulus. Ia merasa bersalah ketika mengingat sikap buruk nya pada Nakula saat baru pertama kali bertemu. Sekarang ia ingin jika Nakula menjadi salah satu teman untuk nya bercerita.

Abimanyu berlari kecil menyusul Nakula yang sudah sedikit jauh darinya. "Naku!" panggil nya sedikit kencang.

Pria manis itu berhenti dan menoleh kebelakang. Sedikit mengernyitkan kening ketika melihat Abimanyu berlari menyusul nya. "Mas Abim kenapa kesini?" tanya nya.

"Kenapa kamu pergi gitu aja? kan aku mau mengantar kamu pulang, sayang." ujar pria itu.

"Ga perlu deh mas, kamu sebaiknya kembali dan temani Jiao. Aku bisa kok pulang sendiri." timpal Nakula dengan tersenyum kecil. Meskipun hati nya tidak merasa rela jika Abimanyu akan benar-benar kembali.

"Kamu kesini sama aku, jadi pulang juga sama aku. Aku ini kan pacar kamu, ayo kita pulang."

"Mas, kamu ga liat tadi Jiao sampai nangis gara-gara tahu fakta kalau kamu bukan Papa kandungnya? dia kesini itu buat cari kamu, aku ga bisa kalau buat dia sedih lagi karena rebut kamu begitu aja." tukas Nakula yang mulai kesal.

"Kamu ini ngomong apa sih Nakula?"

Nakula terdiam sejenak, urat leher nya tercetak jelas jika ia memang menahan kelu. "Aku pulang sendiri aja, lagian mungkin setelah ini kita juga jarang ketemu."

Abimanyu mengernyit dalam, semakin tidak paham dengan pembicaraan Nakula yang seakan akan mendorong nya untuk pergi.

"Yang kamu omongin itu lho apa, Nakula? jelaskan sama mas Abim!" pinta nya.

"Aku udah ikhlasin kamu buat Jiao mas, aku ga bisa kalau ngeliat anak sekecil itu harus pisah dari Papa nya. Meskipun hati aku sakit banget, tapi aku ga bisa bayangin kalau posisi aku jadi Jiao."

"Lalu bagaimana dengan mas? bagaimana dengan usaha mas untuk bisa kembali lagi bersama kamu Nakula? setelah semuanya dan akhirnya kita bisa sama-sama lagi, sekarang kamu dorong aku buat pergi? kamu bisa bicara seperti itu. Tapi apa kamu juga memikirkan perasaan mas?" Abimanyu ingin sedikit menuntut. Ia tidak ingin jika keputusan Nakula ini berdampak pada dirinya. Meskipun Abimanyu sangat menyayangi Jiao sebagai putri nya, ia juga sangat mencintai Nakula sebagai pujaan hati nya. Tak bisa ia memilih satu keputusan yang akan membuat nya menyesal di kemudian hari.

Nakula terdiam, ia bingung dan bimbang setelah mendengar perkataan Abimanyu. Jika ia menjadi egois hanya untuk anak kecil yang baru saja ia kenal, lalu bagaimana dengan seseorang yang ia anggap penting dalam hidup nya. Apa yang seharus nya Nakula lakukan adalah mempertahankan cinta nya, bukan malah menyerah dan memberikan cinta nya pada seseorang yang bagi nya tak memiliki hubungan apapun dengan dirinya.

Nakula dibutakan oleh rasa cinta nya pada anak-anak. Apa yang ia lihat dan ia rasakan adalah kesakitan ketika melihat anak kecil tersiksa dan tersakiti. Memisahkan seorang anak dari Ayah nya adalah kesalahan besar untuk Nakula. Jadi meskipun ia harus mengalah, itu menjadi lebih baik dari pada mengalahkan.

ABIMANYU || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang