5. Pamit pt.2

479 37 0
                                    


Dua bulan sudah berlalu dan besok adalah hari dimana Nakula harus berangkat ke Jakarta untuk pendidikan. Pria manis itu terduduk di tepi pantai seorang diri. Hilir angin menerpa paras ayu nya. Duduk sembari memeluk lutut menatap deru ombak yang kian besar sebab waktu sudah mulai larut.

Langit jingga dan keindahan matahari tenggelam di ufuk barat itu merupakan pemandangan favoritnya sejak dulu. Sejak pertama kali ia memilih untuk menyaksikan fenomena itu bersama dengan Abimanyu.

Waktu terus berjalan dan ia masih saja terdiam bisu di hamparan pantai, entah memikirkan apa. Nakula merana, pria manis itu tak siap untuk mengulang kembali momen berpamitan yang beberapa bulan lalu sempat terjadi.

Yang harusnya pria itu lakukan sekarang adalah pergi kerumah Anggara, menemui bapak dan ibu untuk berpamitan. Tapi Nakula malah memilih untuk pergi ke tepi pantai demi menghalau keputusannya untuk menemui bapak dan ibu.

"Mas Abim. . . apa yang harus Naku lakukan sekarang?" gumam nya. Pria itu nampak sekali tengah putus asa.

"Naku gak tau harus apa, meninggalkan bapak dan ibu kamu disini sendirian. Nakula ga bisa tepati janji mas Abim untuk menjaga mereka" ucap Nakula dengan wajah sendu.

Kepalanya menunduk dalam, kemudian tangan mulus nya menunjukkan sebuah liontin berwarna perak dengan ukiran sangat indah. Liontin itu adalah pemberian Abimanyu sebagai hadiah ulang tahun pertamanya semenjak berpacaran.

Ia usap sayang liontin itu menyalurkan sejuta rindu pada seorang pria gagah yang masih menghuni hatinya.

"Mas Abim kenapa ga pernah hubungin Naku? apa disana kamu udah hidup dengan makmur? apa disana kamu udah menjadi orang hebat dan bertemu dengan orang yang lebih baik dari Naku?" pria itu tertegun.

"Maaf karena Nakula berbicara seperti itu. Nakula yakin kalau mas Abim ga akan setega itu untuk melupakan kami. Nakula cuman butuh kabar dari mas Abim, walaupun cuman satu kata itu udah cukup buat aku" dengan penuh rasa sesak Nakula menahan agar tak menangis.

"Nakula sangat merindukan mas Abim, selalu. . . " kemudian pria itu mengecup liontin indah yang masih ia pegang. Dan terisak dalam di saksikan oleh sang Surya yang kini tinggal seperempat lingkaran.

Bagaimana perasaanmu jika merindukan seseorang yang begitu kamu cintai. Yang berjanji akan terus menghubungi mu tapi dia tidak melakukannya, bahkan terasa dia telah hilang bagai ditelan bumi.


***


Nakula memutuskan untuk menguatkan dirinya sendiri dengan berdiri di depan rumah Anggara. Menatap bangunan gubuk yang terbuat dari tembok itu sebagai tempat tinggal sang kekasih. Langkah nya ragu karena takut membuat ibu dan bapak sedih atau khawatir.

"Aku pasti bisa! aku harus lakuin ini!" tegas Nakula meyakinkan dirinya sendiri.

Ia pun mengetuk pintu kayu itu dengan perlahan. Ibu yang mendengar ada tamu malam hari begini lantas datang untuk membukakan pintu.

"Eh ternyata kamu!" sapa ibu yang di balas senyuman dari Nakula. Pria manis itu masuk kedalam rumah disusul oleh ibu yang baru saja menutup pintu.

"Bapak ada didalam nak kalo kamu mau ngajakin bapak ngobrol" seperti biasa bu Arum dapat menebak apa yang di inginkan Nakula jika datang malam hari begini. Pria manis itu selalu mengatakan ingin mengobrol dengan bapak. Tapi, itu salah karena Nakula tidak hanya ingin mengobrol tapi juga ingin mengatakan sesuatu.

"Naku pikir ini obrolan yang harus ibuk denger juga" ujar Nakula dengan senyum sendu.

"Apa to Nakula? jangan bikin ibuk penasaran begini dong!" dengus ibu sembari menepuk pelan bahu si empu.

Tak berapa lama suara langkah dari tongkat kayu yang biasa membantu menopang tubuh pak Anggara terdengar, menampilkan gestur tubuh yang mulai menyurut itu. Pak Anggara keluar setelah mendengar suara yang sangat ia kenal berada di rumahnya.

"Walah. . . bener ada nak Nakula ternyata" ujar Bapak setelah mendekat. Ibu membantu bapak untuk segera duduk disana.

"Ada apa le?" tanya pak Anggara sabar.

"Eum. . . " gumam pria lugu itu sembari memainkan jemari nya.

"Buk—  Naku kan sempat ngomong sama ibuk kalo Nakula bakal lanjut kuliah di Jakarta. Nah, besok adalah hari keberangkatan Nakula"

"Nakula datang kesini untuk berpamitan sama ibuk dan bapak" suara Nakula kian melirih, ia menatap kedua orang tua itu dengan iba.

Nakula takut jika hal ini membuat bapak dan ibu sedih karena harus ditinggalkan olehnya. Tapi semua itu salah, pak Anggara dan bu Arum bahkan menampilkan senyuman terbaiknya, wajah yang kian keriput itu terlihat menyala.

"Selamat ya le, akhirnya kamu bisa kuliah di kota. Ibuk sama Bapak bangga sama kamu!" ucap ibu bahagia.

Nakula mengernyit heran, ia yang ragu melihat reaksi bu Arum pun beralih melihat pak Anggara yang nyatanya juga terlihat bahagia. Selanjutnya ia sadar bahwa kata pamitnya tidak membawa kesedihan melainkan kebahagian kepada dua orang tua Abimanyu.

Nakula melihat bu Arum yang mendekat dan langsung memeluk tubuhnya erat.

"Belajar yang pinter ya Nakula, jangan pikirkan keadaan bapak sama ibuk disini. Kami tidak merasa sedih sedikit pun, justru kami bangga sama kamu, ya pak?" pak Anggara mengangguk mantap. Dan sudah dipastikan bahwa Nakula tidak merasa khawatir sekarang. Melihat kondisi bapak yang bisa dikata jauh lebih sehat dari sebelumnya dan keceriaan di wajah bu Arum.

Nakula salah, bu Arum dan pak Anggara juga sangat menyayangi nya layaknya seorang anak kandung. Ia tersadar bahwa dua orang tua itu menginginkan yang terbaik untuknya.


***


Keesokan harinya orang- orang berkumpul di depan pelataran rumah pak Sudirman yang amat sangat luas ini. Tentu saja untuk mengantar kepergian Nakula yang sudah di jemput dengan mobil mewah miliknya.

Tak tertinggal pula bu Arum yang kini nampak mendorong kursi roda milik pak Anggara. Mas Jamal dan Yayan juga Roni yang ikut serta melihat kepergian sang kembang desa. Mata Roni seketika berair melihat sahabatnya itu yang kini tengah mencium tangan kedua orang tuanya dan juga orang tua Abimanyu. Roni sendiri bukan tipe seorang teman yang akan galau berhari hari bahkan seminggu karena ditinggal jauh oleh sahabatnya. Makanya ia terlihat sedih pada saat seperti ini, dan setelahnya pun ia akan kembali terlihat baik-baik saja kok.

"Guys, aku berangkat yo!" sapa Nakula sembari melambaikan tanganya pada teman-teman nya.

Jamal, Yayan dan Roni mengangguk cepat dan membalas lambaian tangan Nakula sebelum pria manis itu menghilang di telan pintu besi.

Mobil hitam mewah itu pun berjalan dengan pelan meninggalkan pelataran rumah. Nakula termenung memandangi kaca spion, melihat orang-orang itu dari kejauhan.

"Mas Abim. . . aku pun resmi meninggalkan kampung kita, tapi aku akan tetap kembali entah itu tahun depan atau bahkan besok"

Sekarang Nakula harus fokus untuk menata hidup nya. Belajar dengan sungguh-sungguh untuk membahagiakan kedua orang tua nya. Soal perasaanya terhadap Abimanyu, pria itu tak terpikirkan sama sekali untuk menyingkirkan Abimanyu dari hati dan pikirannya meski sosok itu tak lagi ada disisinya saat ini. Nakula hanya perlu menunggu, entah berapa lama ia pun tak tau. Tapi, ia yakin jika  Abimanyu pasti akan tetap kembali padanya.


.
.
.
.
TBC
Don't forget to votment
ingatkan aku jika ada typo ya guys, thankyou😚


ABIMANYU || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang