Lauterbrunnen village, Switzerland 🇨🇭
****
Ini terjadi tepat pada 2 September. Saat itu matahari hampir meninggalkan takhta siangnya, di mana bulan siap muncul menguasai megahnya malam.
Suhu udara kian dingin dan semua hewan penghuni hutan mulai kembali ke sangkar mereka masing-masing. Berang-berang kali memanggil anak-anak mereka, tupai-tupai dan induk kanguru pun menyembunyikan anak-anak mereka dari bahaya malam yang akan datang.
Burung-burung cantik berhenti berkicau, memberi giliran pada sang burung tokoh malam untuk menyerukan kicauan tidak nyaman mereka di langit-langit belantara.
Dan dalam hitungan ketiga, one, two, three—tirainnya terangkat dan kisah ini dimulai.
****
"Aaaakhhh...."
"Aaaaaaaakhhh...."
Kakinya pegal, betisnya mengeras, dan air matanya bercucuran membasahi pipi. Perempuan malang ini merasa akan gila, ia terpisah dari rombongan dan rombongannya telah pergi.
Enam jam sudah ia berjalan kaki meninggalkan hutan hingga akhirnya sampailah ia di desa Lauterbrunnen pada pukul setengah enam petang. Matanya membengkak, surainya acak-acakkan, pun ia kelaparan serta kehausan.
"Aaaaaaaakkhhhh...."
Dia menjerit lagi, duduk di tanah dan kembali menangis sampai-sampai suaranya hampir lenyap. Matanya berkeliaran menatap ke sana dan ke sini, sesenggukkan, kedinginan dan tak berdaya.
"Kenapa kalian meninggalkanku? Kenapa kalian sejahat ini? Kenapa kalian membuangku..."
Berteriak, perempuan ini menjerit lagi dan tangisnya tak berkesudahan. Kini ia tersesat, tak tahu arah jalan pulang pun entah ia harus ke mana.
Uang tunai, kartu kredit, tanda pengenal diri, ponsel, macbook, semuanya tertinggal di dalam ransel dan ransel itu sudah dibawa pergi oleh rombongannya.
Sekarang dia akan mati, pikir perempuan itu.
Dia menjerit lagi, menangis hingga terbatuk-batuk. Pakaiannya basah, kotor, dan dia sama sekali tak memiliki apa pun lagi yang berharga selain dirinya sendiri.
Ketika rasa putus asa itu datang, nyaringnya suara mesin motor trail mengejutkan si perempuan malang ini. Dia seperti melihat surga, mata sembap dan bengkaknya berkaca-kaca lantas ia segera berdiri.
Trail itu melaju kencang, semakin dekat dan semakin dekat lagi.
Si perempuan malang melotot. Ia menepi kemudian mengangkat kedua tangannya, melambai-lambai sembari berteriak meminta pertolongan.
Delvecchio Elder Taylor
Pria dewasa 23 tahun ini memacu trailnya kilat di jalur tanah-tanah basah. Di belakangnya ada tiga ekor anjing jantan gagah yang berlari mengejarnya.
"Please! Please help me!"
Perempuan tadi berteriak lagi. Aksi nekatnya yang langsung berdiri di tengah-tengah dan membentangkan kedua tangan, membuat Elder—nama panggilannya—seketika menarik setang gas kemudian membanting setir kemudinya hingga ban trail di belakang bergesek dengan tanah lalu tanah-tanah itu mengenai pakaian si perempuan malang.
Elder memadam mesin motornya. "Oops! Sorry!" Dia terkekeh santai dan mengangkat bahunya singkat dengan dua tangan terbuka.
"Kau menghalangi jalanku. Untung aku berhenti dan bukan melindas kepalamu," kata Elder. Putra kedua Kenneth Xanth Taylor dan Camorra Ruby Taylor ini tak membuat si perempuan malang marah.
![](https://img.wattpad.com/cover/331269345-288-k232136.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SENSATION
Roman d'amourFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! 21+ || DARK LOVE ROMANCE