CHAPTER 9

110K 7.3K 1.3K
                                    

15 days later ....

Pukul tujuh malam dan di ujung desa Elder menanti. Duduk di jok trailnya menunggu sang kakak tertua kembali setelah 15 hari berada di Toronto. Mata Elder sudah dapat menangkap capung baja mereka mendekat dari arah selatan.

Angin menerjang dengan kencang. Rumput-rumput dan seluruh dedaunan pohon di sekitar bergoyang-goyang terpapari kencangnya angin ciptaan dari baling-baling helikopter.

"Eyow bruh! Hati-hati," pekik Elder dari motornya. Hampir tertawa melihat Sanzio melompat dari pintu helikopter yang belum sempurna mendarat lalu pria itu terjatuh.

Satu lagi helikopter sampai ikut turun dan memastikan tuan mereka baik-baik saja. "You okay?" tanya si pilot sambil memekik akibat bising.

Sanzio mengangguk. Mukanya merah, kepalanya pusing, dan rasanya begitu panas sampai-sampai langsung dia tanggalkan jas serta kemejanya di sana. Sebelum kembali ke desa, Sanzio menerima ajakan kliennya untuk makan malam bersama dan dia dipaksa minum.

Mereka meracuni anak alim yang tidak tahu minum itu menenggak beberapa gelas alkohol dingin dan kini Sanzio menjadi mabuk. Ini kali pertamanya ia mabuk dan ia sangat menyesalinya. Orang-orang kota memang bedebah.

"Bruh!" Alhasil Elder tertawa tatkala Sanzio mendekatinya dengan langkah sempoyongan. Jas dan kemejanya dia seret di tanah-tanah, lalu tangan kanannya menenteng koper.

"Klien binatang." Tiba-tiba Sanzio memaki. Adiknya semakin tertawa mendengar kakaknya memaki untuk yang pertama kali di depannya begini.

"Cepat pulang. Aku ingin mandi," kata Sanzio. Sempoyongan ia melewati Elder hingga Elder tergelak sampai bertepuk-tepuk tangan.

"Pulang jalan kaki?" tegur Elder. Menyalakan mesin motornya.

Sanzio menepuk keningnya. "Cepat bawa kemari naga terbangmu."

Elder berhenti tepat di samping Sanzio. Kemeja dan jasnya dia dampratkan ke muka Elder yang semakin tertawa sampai suaranya menghilang lalu tawa besarnya pecah begitu Sanzio terjungkal ke samping saat akan naik ke atas motor. Hampir-hampir juga Elder dan motornya jatuh lalu menindih Sanzio di bawah.

Di tanah Sanzio berbaring nyaman. "Minuman apa yang sebenarnya kuda tua itu berikan padaku. Kenapa rasanya dunia hampir kiamat begini," monolog Sanzio. Rasa-rasanya ia ingin diseret saja sampai di rumah.

Tidak mudah membawa Sanzio yang berat begitu dan dalam keadaan mabuk sampai di rumah. Sepanjang jalan Sanzio sering tiba-tiba berteriak, menggeplak kepala Elder lalu memeluk adiknya erat-erat seperti sepasang kekasih. Sepanjang jalan pula Elder terus tertawa sampai rahangnya terasa pegal.

"Ayah! Tolong kemari." Kenneth mengernyit mendengar teriakan Elder di depan rumah.

Meninggalkan meja makan Kenneth lantas ke depan kemudian ia spontan tertawa melihat keadaan kedua putranya. Elder melotot panik, kuat-kuat kakinya menahan motor yang miring ke samping hampir tumbang.

Sanzio tidak mau turun. Seperti cicak ia menempel dan memeluk Elder begitu kencang dengan tubuh miring yang membuat motor Elder akan jatuh, namun dia justru cengengesan bahagia padahal mereka akan ambruk lalu tertindih trail berat Elder.

"Dia mabuk," timpal Elder. Dia keberatan, panik juga merasa lucu di satu waktu. Elder sampai mengedan kuat demi menahan trailnya yang benar-benar akan rubuh dan Sanzio terus cengengesan memeluknya mesra dengan tubuh miring.

Sambil tertawa pula Kenneth coba membawa turun Sanzio. Dia tarik putranya turun lalu tiba-tiba Sanzio memeluk ayahnya mesra, erat-erat kemudian mengecup lama kening Kenneth yang tentu pasti tergelak cekikikan.

SENSATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang