Bibir Narra memberi pagutan terlembutnya, memanjakan bibir seksi Sanzio yang telah basah kini. Jemari Narra pun tak luput dari rahang kokoh menggelap Sanzio yang ditumbuhi oleh bakal jambang.
Perlahan Narra membuka mata hingga tatapnya lantas berjumpa dengan sorot agak sayu-sayu Sanzio yang tetap tegas. Pria itu diam tak membalas ciuman Narra, bergeming ia dalam ketenangannya.
Pagutan mereka terlepaskan bibir keduanya terpisah kini. Tetapi tangan Narra masih merengkuh kedua pipi Sanzio, sama halnya dengan Sanzio yang masih memegang tangan Narra lembut di pipinya.
"Kau didenda," celetuk Sanzio, parau maskulin.
Bukan Narra bila ia gentar pada ancaman-ancaman Sanzio. Ia justru menyeka kini jejak-jejak basah di bibir pria itu kemudian memasang senyum alih-alih melarikan diri atau melompat masuk ke dalam jurang.
Liar sorot Narra menilik kedua manik Sanzio bergantian. Ia membayang-bayangkan sesuatu yang seharusnya tak pernah terlintas di kepalanya. Yang seharusnya ia tak pantas membayangkan itu.
"Kenapa tidak membalas?" tanya Narra pelan rendah.
Persetan dengan kedua telinga Sanzio yang sudah memerah sampai ke wajah-wajah lelaki tersebut. Persetan dengan Elder yang melihat mereka dari balik jendela kamarnya di lantai dua atas. Persetan dengan status maupun usia mereka.
Narra ingin dan akan dia lakukan, akan dia minta secara terus terang. Zaman telah modern, tidak melulu harus pria yang memulai. Jika ada kesempatan, perempuan pun harus mengambil tindakan agar tak tenggelam oleh arus gengsi lalu menyesal kemudian.
Sanzio hendak bangkit berdiri, tetapi Narra mendorongnya agar tetap duduk di kursi. Pria itu terkekeh, mukanya terasa panas, panas sekali sampai-sampai rasanya seperti dibakar di tumpukan kayu.
Tidak menghindar, kali ini Sanzio mendongak membalas mantap tatapan Narra padanya. Sorot tegasnya menyapu seluruh permukaan wajah Narra dan pria itu singkat mengulum senyum menggelitik.
"Tolong jangan main-main denganku. Biar kata aku tidak memiliki pengalaman semacam ini, aku tetap pria dewasa yang memiliki insting dan naluriku sebagai lelaki," jelas Sanzio, tak dapat menahan kekehan rendah seksinya. Agak-agak serak.
Masih bergeming, Narra tak sanggup mengalihkan pandangannya dari paras tampan Sanzio nan bergaris wajah tegas.
"Aku ingin kau membalas ciumanku," minta Narra langsung. Tanpa basa-basi omong kosong, ia meminta langsung hingga Sanzio kembali terkekeh merasa tergelitik, singkat saja mengerutkan hidungnya disertai senyum sampai-sampai kedua matanya menyipit.
"Mari masuk dan istirahatlah. Aku juga sudah mengantuk," ajak Sanzio. Mengalihkan pembicaraan.
"Tidak akan sampai kau membalas ciumanku." Narra maju lagi, menangkup lagi pipi Sanzio, dan kembali lagi ia memagut bibir Sanzio.
Sanzio menahan napas, kali ini ia ikut memejam merasakan isapan bibir Narra nan kencang. Kepalanya menjadi pusing seketika dan suplai darah ke otaknya mendadak solah terhenti.
Melupakan beberapa hal, Narra tak menyadari bahwa lelaki yang tengah dipagutnya ini ialah pria dewasa yang juga memiliki rasa lapar primitif, namun selalu ia pendam semua itu demi normal dan aktifnya otaknya bekerja maksimal.

KAMU SEDANG MEMBACA
SENSATION
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! 21+ || DARK LOVE ROMANCE