CHAPTER 18

104K 6.7K 2.3K
                                        

Ramein guys 💋
3500 kata lagi nih 💗

****

Mendengar sang kakak tertua pulang ke Lauterbrunnen, Elder beserta Todorov pun lantas mengambil cuti beberapa hari untuk segera pulang. Semakin mereka dewasa, waktu kebersamaan mereka samakin jarang, bahkan sulit untuk berkumpul kembali.

Seperti yang diketahui, Elder sama sekali tak berminat menjadi seorang pebisnis maupun pengusaha. Usai mendapatkan gelar Doktornya, Elder lalu mulai mengajar di Stanford University sebagai seorang dosen terhormat dan disegani.

Sementara Todorov, si tengil ini tengah menjalani awal strata duanya di Massachusetts Institute of Technology—di Amerika Serikat.

Dengan semua kesibukan masing-masing, tempat jumpa terbaik ialah di rumah orang tua mereka. Maka hari ini, bertemulah ketiga pangeran Taylor setelah dua tahun mereka benar-benar tak pernah jumpa. Natal tahun lalu Elder tak bisa pulang, dan natal sebelumnya Todorov yang tak memiliki waktu.

"Wohoo! Yeah, wassup man. Omaga, semakin tua saja Kakakku ini." Kita tahu siapa yang bicara, tentu pasti Todorov. Semakin dewasa karakter tengil dan mulut blak-blakannya kian menjadi-jadi.

Dengan penuh kerinduan Sanzio memeluk si bontot. Mereka sudah sama-sama dewasa, tetapi di mata Sanzio, Todorov tetaplah adik bungsunya yang lucu dan kepala batu.

Sambil terpejam Sanzio memeluk si bungsu. Namun, ia lantas melerai pelukan kemudian mengernyit kecil, menatap si bungsu lekat-lekat. "Kau merokok?"

Mata Todorov agak melebar. "Mana ada? Aku tidak—"

"Jangan menipuku. Kau bau rokok," sela Sanzio. Dia menunjuki wajah adiknya yang kemudian terkekeh berat. Tidak ada lagi suara lucunya yang dulu masih cempreng.

Di depan semuanya Todorov mengaku dengan cara mengangguk. "Tenang, aku membeli rokok dengan uangku sendiri. Bukan dengan uang dari Ayah dan Ibu," jelas Todorov.

"Dia punya bengkel," sambar Elder. Muncul dari pintu, lengkap masih mengenakan setelan formalnya yang kasual jantan.

"Astaga, Pak dosenku..." Sanzio tersenyum merekah. Merentangkan kedua tangan lalu Elder segera melompat ke pelukan Sanzio.

Mereka berpelukan dengan sangat erat. Melepas kerinduan masing-masing dan diam-diam Elder merasa terenyuh. Kakaknya tak pernah berubah, selalu siap memeluknya dan bangga kepadanya.

"Kemari." Sanzio memanggil Todorov. Dia lalu merangkul bahu Todorov dan Elder, memeluk kedua adiknya kemudian memberi satu kecupan di pipi mereka yang terkekeh geli.

"Aku rindu sekali..." Sanzio berlirih kecil, kembali memeluk kedua adiknya berganti-gantian, bahkan menggendong mereka satu-satu sampai Elder dan Todorov tergelak.

Melihat kehangatan yang berlangsung di depan matanya, Narra tersenyum. Sanzio sesayang itu kepada adik-adiknya, sangat pantas, sangat layak dijuluki sebagai seorang kakak yang mampu menaungi adik-adiknya.

Narra juga sadar betapa mahalnya ketiga laki-laki tersebut. Mereka tampan-tampan, berpendidikkan tinggi, cerdas dan berwawasan luas. Lalu yang terpenting dari semua itu, mereka sangat menghargai wanita.

Sampai-sampai Narra menahan rasa haru tatkala Elder dan Todorov memeluk Ruby, mencium ibu mereka penuh sayang, memberi rasa hormat mereka sedalam mungkin.

Dilihat dari sisi mana pun, terbukti Ruby berhasil menjadi sesosok ibu yang luar biasa. Dia ibu suri yang berhasil membesarkan ketiga pangerannya dengan melimpahkan banyak pengajaran baik. Menanamkan etika sekaligus rasa hormat tinggi kepada sesama manusia, terlebih kepada sang kaum wanita.

SENSATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang