Selamat meramaikan!
3000 kata 📌****
Setelah lima tahun, Narra tak menyangka ia dapat kembali menginjakkan kakinya di desa ini, desa yang diliputi keindahan alamnya, tetap menakjubkan sekaligus menenangkan seperti ketika pertama kali ia datangi saat di lima tahun lampau.
Tidak ada yang berubah, rumah sang pemilik desa Lauterbrunnen ini pun masih sama seperti dulu, hanya saja dibangun lebih besar dan lebih luas lagi. Katanya agar ketika para cucu-cucu mereka datang, mereka dapat bermain dengan leluasa.
Berbicara tentang cucu, Kenneth mulai khawatir sebab ketiga putranya sama sekali belum memberi tanda-tanda kalau mereka akan segera menikah.
Baru saja beberapa bulan lalu Elder menyelesaikan strata tiganya—gelar Doktor, dan Todorov sendiri, dia masih sibuk untuk menyelesaikan strata dua yang baru dijalaninya beberapa bulan belakangan ini. Pusing, Kenneth dan Ruby tak menyangka ketiga putranya setergila-gila itu kepada ilmu pendidikan, sampai-sampai mengesampingkan kehidupan percintaan mereka sendiri.
Mereka akui Elder dan Todorov mengikuti jejak sang kakak tertua. Bukannya tidak bangga dan bahagia, tetapi rasa khawatir itu pun tetap ada mengingat usia mereka yang sudah tidak lagi muda. Lagi pula, bagaimana ketiga putra mereka tidak sejauh itu menempuh pendidikan?
Kenneth sendiri kelulusan strata dua, dan Ruby bahkan memiliki gelar Doktor. Tentu saja anak-anak mereka menjadikan kedua orang tuanya panutan. Di zaman sekarang, pria-pria tak cukup hanya dengan modal tampang, kecerdasan pun menjadi penilaian nomor satu bagi wanita.
Sebab, pria yang cerdas, mereka tahu, mereka mengerti apa itu arti sebuah tanggung jawab. Dan pria-pira yang cerdas, mereka tahu bagaimana cara memperlakukan wanita dengan benar, dan takkan seenak jidat meletakkan derajat wanita di bawah telapak kaki mereka.
Tapi, bukankah memang para prialah yang memimpin rumah tangga? Maka sudah seharusnya mereka menjadi pria yang dapat dan mampu diandalakan oleh wanitanya.
Karena bagaimana mungkin seorang yang buta dituntun kembali oleh si buta? Bukan kebahagiaan, melainkan jurang yang menanti di ujung jalan.
"Tampannya... siapa namamu, um? Kemari, kau mau apel?" Ruby gemas. Baru saja Sanzio, Narra dan putra angkatnya tiba, Ruby langsung mengambil alih bocah empat tahun itu setelah berbincang singkat dan berpelukan rindu bersama Narra.
"Christian Torrence, Bi," jawab Ruby sambil tersenyum. Melihat putra angkatnya nyaman-nyaman saja dalam gendongan Ruby.
"Christian? Namamu Christian, um? Christian lelah?" Ruby cerewet. Sifat kenenek-nenekannya muncul, rindu sekali akan hadirnya sosok anak kecil di rumah mereka.
Sementara itu, saat Narra berbalik dan mendapati Sanzio, ia melihat Sanzio agak menelengkan kepalanya dengan satu alis terangkat kecil. Dia seperti, bukankah kau bilang namanya Sangio?
"Kau menipuku?" timpal Sanzio mendekat sambil melepaskan jasnya.
Narra menahan senyum. "Kau berharap aku memakai nama itu?"
"Tidak juga. Tapi bagus juga jika kita gunakan untuk nama putra kita nanti." Sanzio mengatakannya di depan Ruby dan Kenneth, membuat kedua orang tuanya menoleh cepat menahan pelototan.
Tanda-tanda dan aroma-aroma pernikahan mulai mereka dapati. "Ey, kalian ingin menikah?" timpal Kenneth. Melepaskan topi koboynya lalu dia gantung.
"Entahlah." Sanzio mengedikan bahu. "Terserah padanya. Tapi yang pasti, kubawa dia kemari bukan sekadar untuk menginap semalam atau dua malam, akan kutahan dia di sini selamanya denganku," tutur Sanzio.

KAMU SEDANG MEMBACA
SENSATION
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! 21+ || DARK LOVE ROMANCE