CHAPTER 19

99.4K 6.4K 2.4K
                                        

"Bu... Ibu, Ibu aku mengantuk... mataku sudah tidak bisa terbuka lagi..." Christian menutup matanya erat, berakting seolah-olah matanya tak bisa lagi dibuka karena sudah begitu kantuk.

"Lihat? Mataku tidak bisa terbuka karena aku sudah mengantuk sekali, Bu..." Bocah empat tahun ini mengundang senyum lebar dari semua orang dewasa di sekitarnya.

"Oh? Benarkah? Kalau begitu ayo, Ibu antar kau ke kamar, okay?!" Saat Narra akan berdiri dari kursinya, Christian menggeleng dan langsung berlari cepat versinya.

"Aku bisa tidur sendiri. Ibu di situ saja, aku tidak takut. Aku sudah besar sekali kok." Sambil berlari Christian berteriak, merasa sudah sangat besar dan tak boleh takut untuk tidur sendiri.

"Baiklah... sebelum naik ke kasur Christian harus apa, ingat?" sahut Narra. Memperhatikan putra angkatnya yang tak disangka-sangka memang sudah tumbuh besar dan sangat sehat.

"Mencuci kaki dan tangan," sahut Christian sembari membuka pintu. Dia lalu masuk ke dalam rumah setelah melambai-lambaikan tangan kecilnya kepada semua orang yang tersenyum.

"Anak itu tampan. Hidungnya tinggi dan alisnya hampir menyambung karena saking tebalnya," celetuk Kenneth.

"Um. Menurut pemilik panti asuhan, ibunya adalah orang Timur Tengah dan ayahnya berdarah campuran Vietnam Belanda. Mungkin itulah mengapa kulitnya kecoklatan manis dan rambutnya pun agak ikal," jelas Narra.

Sambil tersenyum hangat Narra berucap, mengingat betapa merasa terberkatinya dia saat pertama kali berjumpa dengan Christian di panti asuhan. Masih tidak menyangka Christianlah yang memberinya gelar ibu. Anak itu juga menjadi salah satu penopang semangat bagi Narra.

Ngomong-ngomong, saat ini mereka sedang berada di samping rumah. Baru saja menyelesaikan makan malam mereka yang diadakan di luar, tepatnya di halaman samping rumah. Tentu saja semua ini adalah ide dari Todorov.

Kenneth dan Ruby duduk berdampingan, diikuti oleh Elder di samping Kenneth. Sementara Sanzio, ia duduk sendiri di paling ujung, lalu di seberang Kenneth dan Ruby serta Elder, di situlah Narra bersama Todorov duduk bersebelahan.

Cuaca malam ini memang sangat terang. Di langit bintang-bintang bertaburan dan anginnya pun tidak terlalu kencang. Bulan pun muncul dengan sempurna di atas kepala mereka.

Juga dari tadi permainan gitar Todorov-lah yang menjadi backsound saat mereka mengobrol. Bukan hanya Sanzio, Todorov dan Elder pun bisa bermain gitar. Tentu bibi Gemma yang mengajarkan ketiganya.

"Bruh! Pergi tidur jika sudah mengantuk. Matamu sayu-sayu," celetuk Todorov. Berhenti memetik senar gitar dan berbicara kepada Sanzio hingga semua atensi lantas berpaling ke arah Sanzio seorang.

Sanzio menggeleng kecil samar-samar, duduk bersandar sembari menyilangkan kedua tangan di dada. Matanya memang terlihat sayu-sayu berat tetapi bukan mengantuk, melainkan efek dari air pusing yang ditenggaknya.

"He's high," timpal Elder sambil memangku MacBook. Tatapan berkaca matanya pun fokus ke layar MacBook, mengetik beberapa tugas-tugas yang akan ia limpahkan kepada para mahasiswa.

Selain Kenneth dan Ruby, semuanya minikmati bir setelah makan. Di atas meja itu terdapat beberapa botol-botol minuman yang sudah kosong, dan yang paling banyak minum adalah Todorov dan Sanzio. Tidak, Sanzio korban dari adik bontot kurang ajarnya itu.

Todorov mengajak Sanzio bertaruh minum, dan siapa yang tumbang lebih dulu harus memberikan salah satu mobil kesayangan mereka. Bukan masalah mobil, Sanzio gengsi jika ia katakan ia masih tidak begitu kuat minum. Tidak mau kalah dari adik bungsunya yang ternyata begitu kuat minum seperti ayah mereka ketika muda dulu.

SENSATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang