CHAPTER 6

129K 8.4K 1.5K
                                    

"Hari ini kau ke sekolah?"

"Tentu saja. Kubawakan kau seikat bunga paling indah di desaku."

"Benarkah? Apa warnanya cantik?"

"Sangat cantik. Sepertimu."

"Oh... begitukah? Jadi kau sudah punya pacar?" seru Elder tiba-tiba. Dia rebut iPad milik Todorov dan membaca semua pesan adiknya bersama gadis yang Todorov beri nama kontak Pretty lalu ada simbol mawarnya.

Todorov kalang kabut. "Elder. Elder kembalikan. Elder." Tangan Todorov bergelut dengan tangan kakaknya yang terus tertawa membaca isi pesan Todorov bersama si Pretty.

Kenneth dan Ruby tersenyum merekah sembari melanjutkan sarapan mereka. Narra ikut menyengir gemas lalu Sanzio yang hanya terkekeh-kekeh berat saja.

"Hey, kau masih kecil. Tidak usah pacar-pacaran." Elder semakin tertawa saat membaca pesan Todorov di mana remaja 17 tahun itu mengadu kepada Pretty kalau dia demam.

"Pretty, sepertinya aku demam. Mungkin besok aku tidak berangkat ke sekolah." Elder membacanya dengan suara keras lalu semua orang tertawa kecuali Sanzio yang masih tetap hanya terkekeh.

"Ada pantas bocah ini semangat sekali ke sekolah. Ternyata dia punya pacar," ledek Elder sembari tertawa.

"Aku bukan bocah, aku sudah besar," bantah Todorov. Dia malu namun tertawa. "Lagi pula kami tidak pacaran. Kami hanya teman sekelas."

"Elder, kembalikan," tegur Kenneth lembut. Dia mengangguk disertai memejam singkat pada Elder, memberi kode untuk berhenti meledek si bungsu.

"Kalau iri itu bilang saja. Huh!" Todorov mengambil iPadnya kasar-kasar.

"Dasar bocah." Elder tertawa lagi. Dia apit kepala adiknya di ketiak, menggosok-gosok kepala Todorov dengan gemas lalu kembali menikmati sarapannya.

Ruby menahan diri agar tawanya tidak sampai pecah dan berujung Todorov akan mengamuk lalu tidak mau pergi ke sekolah. Bontot mereka memang pundungan.

"Punya pacar juga tidak apa. Jika itu bisa membuatmu bersemangat ke sekolah dan berusaha menunjukkan nilai tinggimu padanya, Ibu justru senang," tutur Ruby lembut.

"Tidak ada yang melarang untuk pacaran. Yang penting selesaikan sekolahmu, utamakan pendidikan," sambung Kenneth juga. Memberi senyum pengertiannya untuk si bungsu.

"Siap. Itu pasti. Aku ingin seperti Kakak," seru Todorov heboh. Dia menyengir imut tampan ke arah Sanzio yang langsung memasang senyum manis.

Perasaan Narra menghangat. Keharmonisan keluarga ini sangat menyentuh hatinya, sungguh. Ia pikir keluarga seperti ini hanya ada di film-film, ternyata ada pula di dunia nyata dan kini ia tengah bersama dengan mereka, ikut merasakan kehangatan yang ada.

Tidak semua anak beruntung dapat merasakan manisnya kekeluargaan, termasuk Narra sendiri.

"Lalu bagaimana dengan Narra, kapan kau ingin kembali ke Chicago?" timpal Kenneth.

Otomatis semua mata melihat ke arah gadis itu. Narra meletakkan sendok dan garpunya, menilik semua wajah bergantian.

"Sampai uangku sudah cukup untuk membeli tiket. Paman tidak usah memberikanku uang, aku ingin mendapatkan uangku sendiri dengan cara bekerja." Narra menjelaskan.

SENSATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang