CHAPTER 7

104K 6.8K 983
                                    

Tangan kirinya menuliskan semua poin-poin penting yang dia dapatkan dari buku bacaannya, bersamaan dengan itu tangan kanan Sanzio pun memegang Apple pencil dan dia putar-putar, memainkannya di jari.

Selesai menuliskan poin-poin penting di buku, kini Sanzio menulis pada iPadnya menggunakan tangan kanan dan sesekali menggeser layar iPad menggunakan Apple pencilnya.

Kanan dan kiri, pria yang akan mendapatkan gelar Doktornya ini mampu menulis menggunakan kedua tangan secara bergantian dan sama rapinya. Jika lelah menggunakan tangan kanan, maka dia gunakan tangan kiri. Begitu pula sebaliknya.

Masih di rumah pohon, Sanzio dan Narra belum juga kembali. Berjam-jam sudah mereka di rumah pohon ini, hendak kembali namun hujan turun hingga akhirnya mereka putuskan untuk tetap di tempat.

Sanzio pun masih di posisinya—duduk di depan pintu menghadap langsung ke arah luar. Beberapa kali ia menoleh ke belakang untuk melihat Narra lalu sekarang ia temukan gadis muda itu telah tertidur dengan buku di tangannya.

Ada bantal di rumah pohon ini. Bantal yang selalu Sanzio pakai untuk merehatkan kepalanya tiap kali ia lelah mempelajari segalanya. Bantal itu juga yang sekarang Narra pakai dan ia tertidur di bagian sudut ruangan, dekat dengan tumpukan buku-buku di sampingnya.

Begitu Sanzio dapati Narra tertidur lalu gaun perempuan itu terangkat sampai di paha, Sanzio melirik sekilas ke paha Narra kemudian ia membuang muka segera. Gaunnya benar-benar terangkat, sangat menunjukkan paha Narra dan hampir memperlihatkan dalamannya.

"Gaunmu terangkat," lontar Sanzio tanpa melihat. Meninggalkan bukunya sekarang ia sibuk membaca semua laporan di email resmi perusahaan pada MacBook.

Narra tidak menyahut, ia benar-benar tertidur dengan nyenyak akibat hujan yang membuat suhu menjadi sangat sejuk.

Sanzio menoleh ke samping. "Narra," panggilnya. "Benarkan gaunmu."

Bukan takut akan terangsang, lelaki yang otaknya terus bekerja dan dipenuhi oleh ilmu seperti Sanzio ini tidak mudah merasakan nafsu. Dia hanya benar-benar tidak nyaman melihat perempuan yang bagian tubuhnya terekspos seperti Narra saat ini.

Baginya itu tidak sopan dan membuatnya merasa malu sendiri. Seorang pria tak boleh menikmati tubuh wanita yang bukanlah istrinya, prinsip Sanzio. Apalagi dengan sengaja memandang bagian-bagian tubuh perempuan yang harusnya ditutup rapat, itu memalukan baginya.

Ragu-ragu, perlahan Sanzio melirik Narra kembali dan ia hanya melihat ke wajah Narra saja yang tertidur lelap. Sanzio lalu meninggalkan posisinya, berdiri kemudian ia dekati Narra dan tetap hanya melihat kepada wajah gadis itu. Bukan pahanya.

Sanzio melihat ke samping. Dia senggoli kaki Narra. "Bangun. Hujannya sudah reda dan hanya gerimis. Kita pulang."

Alih-alih bangun, Narra justru kian nyaman tidur menghadap kiri lalu gaunnya semakin berantakkan, hampir menunjukkan bokongnya.

"Na—" Secepat kilat Sanzio kembali membuang muka begitu ia melihat Narra lalu mendapati gaun perempuan itu semakin kacau.

Sanzio berdecak. "Bangun, bocah pesing. Kita pulang." Tidak lagi baik-baik, kini Sanzio menendang kaki Narra lalu sontak yang ditendang kelabakan bangun. Narra duduk, melotot dan masih tidak menyadari posisi gaunnya.

"A-apa?" tanya Narra bingung juga kaget. Matanya merah.

Sanzio masih tetap melihat ke samping. Ia yang berdiri membuat Narra sampai-sampai harus menengadah amat tingginya.

"Benarkan gaunmu," suruh Sanzio dulu. Setelah Sanzio mengatakan itu barulah Narra sadari posisi gaunnya. Dengan malas Narra membenarkan lalu menguap masih kantuk.

SENSATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang