Pusing, panik, malu, semua Sanzio rasakan begitu ia bangun pagi dan mendapatkan Narra tidur sembari mendengkur kecil di sebelahnya.
Terlebih ketika Sanzio membuka selimut lalu melihat ke bawah, sontak saja matanya melebar. Warna merah lantas memenuhi wajahnya. Buru-buru dia tutup kembali dan menatap Narra di sebelah dengan napas berderu pun dada kembang kempis.
Mereka masih bertelanjang bulat. Sanzio juga barusan sempat melihat ke arah kue kukus tembam milik Narra, serta melihat sendiri cagak kayu jambunya yang agak menegang.
Dada Sanzio semakin kembang kempis cepat, menahan suara jeritan besar yang sudah hampir keluar dari mulutnya. Saat dia akan benar-benar menjerit histeris, pria itu melihat ke jari manisnya sendiri dan menemukan cincin kawin yang tersemat.
"O-okay. Aku sudah menikah. Aku. sudah. menikah. I-ini aman," monolog Sanzio. Mukanya terasa panas.
Susah payah menenangkan pikiran dan mental, tiba-tiba Narra terbangun lalu tepat pula matanya berjumpa mata Sanzio. Berteriaklah Sanzio memecahkan jerit besar bak raksasanya.
"Hah! Kau ini apa-apaan?" pekik Narra. Ringan tangannya menabok wajah Sanzio dan pria itu sontak membatu dengan mata membulat.
Setelah Sanzio terdiam sambil menatap plafon kamar mirip patung batu, kini gantian Narra yang memekik besar saat kesadarannya seratus persen pulih. Kaget setengah mati melihat mereka bertelanjang bulat di balik selimut.
"Astaga!" Cepat-cepat Narra bangkit duduk sambil menutupi buah kelapanya. "Kenapa bisa?" tanya Narra serta merta melotot.
Sanzio pun ikut duduk. Hampir ikut-ikutan menutupi dadanya namun dengan cepat dia sadar kalau dirinya bukan kaum berbuah dada.
"Kenapa bisa? Semalam kau yang memaksaku menghantammu," jelas Sanzio cepat.
"Aku memaksamu? Hoy, aku tidak segatal itu," sahut Narra. Mereka sama-sama melotot.
"Semalam kau sangat gatal." Sanzio semakin melotot. "Aku juga."
Mereka kompak bergeming. Saling memandang dan masih tak bisa untuk tidak melotot.
"Wait." Mendadak Narra ingin tertawa. Dia buka telapak tangannya di depan muka Sanzio sembari mengulum bibir.
"Apa itu artinya kau sudah tidak—"
"Hah!" Sanzio membekap mulut Narra menggunakan tangannya. "Diam!" Sanzio piting juga kepala istrinya di ketiak.
Narra tertawa, punggungnya terlonjak-lonjak sementara semburat merah melebar kini sampai ke cuping-cuping Sanzio.
Sembari tertawa Narra kemudian memeluk Sanzio yang sudah tak lagi membekap mulutnya. Dia peluk merasa gemas, peluk kuat-kuat dan Sanzio pun membalas lebih erat juga mesranya.
Di posisi ini mereka sama-sama tersenyum dalam dekapan masing-masing. Menyadari bila mereka bukan lagi dua orang yang asing, melainkan satu kini di dalam status pernikahan yang sah, resmi di hadapan Tuhan dan manusia.
Tak dapat dimungkiri. Sanzio masih merasa aneh dengan status baru mereka, siapa sangka gadis sandal pink yang sandalnya dulu selalu putus itu telah menjadi istrinya.
Mana dia sangka perempuan muda yang sering dia ledek dulu itu benar-benar menjadi istrinya kini. Rasanya aneh sekaligus benar di satu waktu bersamaan. Menjadikan Narra teman hidup baginya hingga menua nanti terasa sangat benar.
Lantas pelukan mereka mulai longgar. Sanzio mencium lama kening Narra dan perempuan itu memejamkan mata menerima kecupan lembut suaminya di kening. Kecupan yang syarat akan ketulusan sejati pun apa adanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SENSATION
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! 21+ || DARK LOVE ROMANCE