16

4.6K 462 47
                                    

"Zee!"

Tubuh Azizi membeku mendapat pelukan tiba-tiba dari seseorang yang sudah lama tidak ia temui.

"Maaf Zee. Dia maksa gue buat kasih tau keberadaan lo." ucap Gara yang berdiri di samping Marsha.

Setelah pelukan terlepas, sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipi Azizi.

Gara yang melihat itu melotot, "MARSHA!!" sentaknya terkejut.

Rasa perih menjalar di pipi kirinya, Azizi usap pipinya sambil menatap Marsha tidak percaya.

"Maksud kamu apa Sha dateng-dateng nampar aku?"

"Pengkhianat!!" sentak Marsha tepat di depan wajah Azizi.

Azizi tak paham dengan maksud kedatangan Marsha yang tiba-tiba seperti orang kesetanan.

"Mau masuk dulu?" tawar Azizi baik-baik. Tapi justru niat baiknya tidak di gubris oleh Marsha. Gadis itu masih menatap Azizi dengan tatapan kecewa, sedih, dan marah.

"Kamu diem-diem nikah di belakang aku, Zee?" ungkap Marsha.

Azizi kini paham kemana arah pembicaraan itu, dan kenapa Marsha bisa semarah ini.

"Soal itu, aku di jodohin sama ayah aku. Aku gak bisa nolak, Sha. Karena itu permintaan terakhir ayah aku sebelum beliau meninggal." jelas Azizi baik-baik.

Tatapan Azizi beralih pada perut Marsha yang mulai membuncit. Hatinya meringis perih.

"Kenapa kamu khianatin aku, brengsek!" Marsha memukul-mukul dada Azizi penuh amarah. Matanya sudah memerah menahan tangis.

"Kamu yang lebih dulu khianatin aku, Marsha."

Marsha di buat bungkam dengan jawaban Azizi.

"Kamu gak perlu semarah ini, Sha.." Azizi melempar senyum kecut. "Kasian Lucian kalo kamu kaya gini. Kita udah selesai, gak ada yang perlu di permasalahkan lagi. Aku udah bahagia sama pasangan aku sekarang, dan kamu.. kamu juga harus bahagia sama keadaan sekarang." Azizi terlihat santai, sama sekali tidak terpancing emosi.

Marsha menangis mendengar penuturan Azizi. Marsha menggeleng pelan, tidak. Ia sama sekali tidak bahagia dengan keadaannya yang sekarang.

"Kita sama-sama selingkuh, jadi.. gak ada yang perlu di permasalahkan dan di sesali. Udah cukup, Sha. Jangan ganggu kehidupan aku lagi." Azizi hendak kembali masuk, namun Marsha menahannya.

"Ngga Zee. Aku gabisa tanpa kamu. Aku gak bahagia sama keadaan aku sekarang. Aku mau kamu, Zee. Kita mulai semuanya kembali, ya?"

"Kamu gila, Sha? Kamu gak mikirin perasaan Lucian?" nada bicara Azizi mulai berbeda.

"Aku maunya kamu, bukan Lucian."

"Gimana caranya kita bisa bersatu, Marsha? Kamu lupa sama keyakinan kita yang jadi penghalang hubungan kita?"

Gara meringis mendengar itu.

Marsha semakin menangis, bahunya bergetar hebat. "Aku.. siap buat pindah, Azizi."

"Itu bukan solusi, Marshanda. Kamu harus bersyukur bisa dapet Lucian yang seiman sama kamu. Karena kalo kamu sama aku, hubungan kita gak akan ada ujungnya. Kita cuma buang-buang waktu."

"Aku tau melupakan seseorang itu emang sulit, tapi kamu harus berusaha, Sha. Jangan menggantungkan harapan kamu sama manusia."

"Kita udah selesai, kita bisa berteman tanpa harus melibatkan perasaan. Atau, kita gak usah bertemu lagi." pungkas Azizi sebelum akhirnya masuk ke dalam dan mengunci pintu.

Setelah pintu tertutup, tubuh Azizi merosot lemas ke lantai. Ia bisa mendengar suara teriakan Marsha.

"AZIZI BUKA PINTUNYA AZIZI.." teriak Marsha sambil menggedor-gedor pintu rumah Azizi seperti orang kesetanan.

Azizi; SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang