24

5K 530 50
                                    

Kedua tangan besar Azizi membuka jendela kamar lebar-lebar. Semilir angin malam langsung menerpa wajah Azizi. Dia bersedekap dada dengan pandangan mengedar. Pandangannya jatuh pada air yang tampak menggenang di beberapa bagian jalan karena ulah hujan sore tadi.

Tatapannya terlempar pada langit yang gelap. Tidak ada bintang satu pun. Hanya ada bulan yang tampak malu-malu menunjukkan wujudnya.

Rintik hujan pelan-pelan mulai turun. Kembali membasahi jalanan yang masih sangat basah itu.

Angin semakin kencang menerpa wajah dengan hawa dingin menyergap kulit. Dan sesungguhnya, Azizi tidak peduli dengan itu.

"Zee, tutup jendelanya. Dingin." seru seorang wanita yang Azizi rasa sudah berdiri tepat di belakang tubuhnya.

Azizi pun menutup jendela itu, lalu berbalik badan. Ia tatap wajah wanitanya dengan lekat.

"Kenapa?" tanya Chika dengan kerutan di dahi.

Azizi menggeleng pelan seraya membuang pandangan. "Ngga."

"Mau kopi?"

"Nanti aku bikin sendiri."

Chika mengangguk dengan senyum canggung.

Ini sudah satu bulan sejak hari itu, hubungan keduanya sampai saat ini belum menemukan titik terang.

Akan tepati, Azizi memberikan Chika kesempatan untuk memperbaiki semuanya.

Chika terlihat berusaha memperbaiki semuanya. Mencoba dekat dengan Zoe, anak kandungnya.

Ternyata.. tidak mudah. Zoe seolah menolak kehadiran Chika.

Setiap kali Chika menggendongnya, Zoe terlihat tidak nyaman. Putri kecilnya itu selalu menangis ketakutan. Entah kenapa.

Zoe juga selalu menangis ketika Azizi akan berangkat bekerja. Namun ketika yang pergi itu Chika, Zoe tampak tidak peduli. Seolah tidak terjadi apa-apa.

Ternyata rasanya sakit sekali.

Chika anggap semua ini adalah hukuman untuknya.

"Belum terlambat buat memperbaiki semuanya. Lo masih punya banyak waktu, Chik." ujar Eli waktu itu yang saat ini menjadi pegangan Chika untuk selalu berusaha mengembalikan kehangatan keluarga kecilnya.

Mendengar suara rengekan bayi, membuat Chika sontak terbangun. Chika langsung menggendong Zoe berusaha menenangkan. Namun.. seperti pagi-pagi sebelumnya. Zoe menolak kehadirannya.

Bukan tenang, tangis Zoe malah semakin kencang, memenuhi seisi ruangan, membuat Azizi ikut terbangun dari tidurnya. Dia dengan sigap mengambil alih Zoe dari gendongan Chika.

Tak sampai dua menit Azizi menggendongnya, tangisan Zoe berangsur mereda. Bahkan anak kecil itu tampak nyaman menyandarkan kepalanya di dada bidang Azizi.

"Ini mommy, sayang." Chika mengusap rambut lebat milik Zoe.

Azizi menatap sorot mata Chika yang menyiratkan kesedihan. "Pelan-pelan, dia pasti akan kenal sama kamu.." ucap Azizi menenangkan.

Chika tersenyum simpul sambil menganggukkan kepalanya.

"Aku siapin susu nya ya?"

"Gak mau coba ngasih Asi kamu langsung?" ucap Azizi.

Chika tampak bingung.

"Coba dulu ya? Kalo emang nangis, nanti pake Asi di kulkas aja."

Azizi memberikan Zoe kepada Chika, membiarkan Chika mencoba menyusui Zoe dengan Asi nya.

"Di lepas terus.." ucap Chika. Ketika Zoe menolak Asi langsung darinya.

"Gapapa, aku ambil Asi aja ya di kulkas?"

Azizi; SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang