10

4.8K 487 48
                                    

"Chika.."

Kepala Chika serta merta menoleh pada sumber suara. Senyum tipisnya mengembang melihat seseorang yang ia rindukan akhirnya muncul di hadapannya.

Dua manusia dengan jenis kelamin berbeda itu berdiri berhadapan. Chika tersenyum, tangannya meraih tubuh lelaki di hadapannya dan memeluk dengan erat.

"Kangen," lirih Chika pelan.

"Aku juga," lelaki itu menyandarkan dagu nya pada puncak kepala Chika. Matanya terpejam sejenak, menikmati darahnya yang berdesir setiap ia bersentuhan dengan Chika. Rasa itu masih sama, dan akan tetap sama.

"Maaf Chikaa.. hubungan kita harus berhenti sampai disini." pertemuan kali ini memang untuk sebuah perpisahan yang tidak pernah mereka harapkan.

Mata Chika perlahan mulai basah, tangannya meremas kaos belakang yang dikenakan oleh kekasihnya. Bukan, bukan ini yang ia mau.

"Gar, aku udah mempersiapkan hati aku buat hari ini. Tapi kayanya itu semua sia-sia." Chika tidak lagi bisa menahan isakannya. "Gar, aku minta maaf gak bisa perjuangin hubungan kita. Aku minta maaf kalo selama ini kamu tersiksa dengan semua ini.. aku bener-bener minta maaf, Gara."

"Kamu gak usah minta maaf, sayang. Keadaan ini bukan kemauan kita, melainkan garis takdir yang memang sudah Tuhan siapkan." tutur Gara, berusaha menenangkan seseorang yang berada di pelukannya.

"Perpisahan kita bukan akhir dari segalanya. Tapi perpisahan kita adalah awal dimana kita harus membuka lembaran baru dengan coretan yang lebih indah." bisik Gara penuh keyakinan.

"Gar–" nafas Chika tercekat, rasa sesak terasa mencekiknya. Lidahnya kelu, Chika tidak pernah siap dengan ini. Chika mencintai Gara, sangat mencintai Gara.

Tangan Gara mengusap punggung Chika, mungkin hati Chika memang masih utuh untuknya. Tapi raga Chika sudah bukan sepenuhnya milik Gara, ada orang lain yang lebih berhak memiliki raga Chika. Yaitu, sahabatnya sendiri.

Kepala Gara meluruh, wajahnya tenggelam di pundak Chika. Ia hirup dengan dalam aroma tubuh Chika. Apakah setelah hari ini, ia masih bisa merasakan hangatnya peluk Chika?

Chika mengurai pelukannya, matanya yang sembab menatap mata teduh milik Anggara Putra Haidar.

"Kalo aku gak bisa jalanin semua ini, gimana Gar?" cicit Chika dengan deru nafas tidak beraturan.

Sepasang tangan Gara menangkup pipi Chika, "tanpa sadar, kamu udah melewati hari-hari kamu tanpa aku dengan mudah. Perlahan, kamu pasti akan lupa sama perasaan kamu ke aku, dan Zee pasti akan menggantikan posisi aku di hati kamu."

***

Chika memejamkan matanya ketika ingatannya ketika berpisah dengan Gara muncul begitu saja. Rasa sedih dan hampa kembali hinggap di hatinya. Hubungan yang ia kira akan berakhir bahagia malah berujung kandas seperti ini.

Melewati enam tahun perjalanan bersama Gara tentu bukan perjalanan yang mudah. Banyak yang telah mereka lewati bersama untuk sampai di posisi mereka sekarang.

Gara, manusia yang selalu sabar dengan semua sifat Chika yang kadang ingin menang sendiri. Gara yang selalu mengalah, Gara yang selalu membuat Chika jatuh cinta berulang kali.

Sekarang, enam tahun itu sudah tidak berarti apa-apa. Enam tahun yang sudah terlewati sudah menjadi kenangan semata.

Gara berpesan bahwa Chika harus mencintai Zee seperti Chika mencintai Gara. Apakah Gara tidak mengerti istilah bahwa cinta terkadang habis di orang lama?

Tiba-tiba, sebuah beban menimpa pahanya. Chika menunduk, wajah tengil suaminya dapat ia lihat dari atas sini. Sejak kapan Azizi pulang? Saking asiknya melamun, Chika sampai tidak sadar bahwa suaminya sudah pulang.

Azizi; SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang