Beberapa waktu lalu Chika mendapat tawaran bermain film. Dengan pertimbangan yang cukup memakan waktu, akhirnya Chika mengambil tawaran itu. Meskipun, Azizi sebelumnya melarang Chika untuk mengambil tawaran itu, Chika terus membujuk suaminya agar mengizinkannya untuk bermain film. Saat itu mereka beradu argumen, hingga berakhir perdebatan panjang. Dan pada akhirnya, Azizi mengalah dan memberikan Chika izin untuk mengambil tawaran itu.
Halangan Chika tak cukup sampai disitu, di saat semuanya sudah deal, beberapa pemain sudah di kenalkan ke publik. Namun, disaat itu juga. Chika di nyatakan hamil, dan dokter mengatakan kandungannya sudah memasuki bulan kedua.
Perasaan Chika dan Azizi saat itu campur aduk, perasaan bahagia tentu saja lebih dominan. Tapi di samping semua itu, keduanya takut, gelisah, dan bimbang.
Azizi menyuruh Chika untuk membatalkan semuanya saja, tapi Chika tetap bersih kukuh mempertahankan perannya. Lagi dan lagi Azizi mengalah, dia membiarkan Chika melanjutkan syutingnya, meski ia tau itu sangat beresiko. Azizi hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kandungan istrinya.
Azizi mencoba menerima keadaan ini.
Syuting berjalan dengan bagaimana semestinya, Chika berperan dengan sangat baik, padahal ini adalah kali pertamanya bermain film. Itu impiannya, katanya begitu.
"Aku baru selesai syuting." kata Chika pada sambungan video call dengan Azizi.
"Langsung istirahat harusnya, gak usah telp aku." jawab Azizi.
"Ihh ko di telepon istri kaya gak seneng gitu!" Chika cemberut.
"Susu yang aku kirim selalu kamu minum kan?" tanya Azizi, mengalihkan pembicaraan.
Chika mengangguk, "Di minum, Kak Eli selalu ngingetin."
Azizi mengangguk di seberang sana.
"Kamu kenapa? Kok pucet? Kamu sakit?" cecar Chika.
"Ngga, aku sehat ko. Kamu disana juga harus sehat ya? Nanti kalo aku ada waktu aku kesana."
"Iya sayang, maaf ya, kamu harus jauh dari aku."
Azizi menunduk, lalu tersenyum kecut. "It's ok, sayangku."
"Udah malem juga nih, udah ya? Kamu istirahat. Besok harus bangun pagi kan?"
"Padahal aku masih kangen loh.."
Azizi bisa melihat Chika yang kembali cemberut.
"Besok kan masih bisa, kasian baby nya butuh istirahat."
Chika mendelikkan matanya sinis, "Baby nya aja nih?"
"Mommy nya juga dong."
"Gitu dong! Kalo gitu aku tutup ya?"
"Iya, jaga diri baik-baik disana.."
Sambungan pun terputus. Azizi menatap nanar layar HP nya yang sudah berubah hitam. Senyum kecut turut hadir di bibirnya. Ia merindukan Chika, ia juga mengkhawatirkan Chika. Tapi Chika tetap berpegang teguh pada egonya, pada keinginannya. Azizi ingin marah, tapi Azizi sadar siapa yang ia hadapi. Istrinya sendiri.
Hawa panas dapat Azizi rasakan di tubuhnya. Iya, dia lagi-lagi sakit. Azizi juga bingung, setiap Chika sedang tidak bersamanya, kondisi kesehatan Azizi pasti menurun. Inilah buktinya bahwa Chika memang benar-benar obat untuk Azizi.
"Masa harus masuk rumah sakit lagi sih? Lemah banget." monolognya. Tatapannya lalu terlempar pada jam yang menempel di dinding, sudah hampir pukul dua dini hari, namun Azizi masih terjaga dari tidurnya.