"Ayah.."
"Ayah.."
"Zoe kangen.."
Chika hanya bisa menahan sesak di dada mendengar rintihan Zoe memanggil sang ayah.
"Zo.. mommy disini sayang." Chika dekap tubuh mungil putrinya penuh kasih sayang.
"Ayah.." sudut mata Zoe mengeluarkan air mata setetes demi setetes.
"Nanti kita ketemu ayah." ucap Chika sambil mengusap punggung Zoe dengan lembut.
Mata Zoe terbuka perlahan. Tidak ada yang bisa Zoe lihat, semuanya gelap. Tapi Zoe bisa merasakan hangatnya dekapan Chika.
"Bobo lagi ya?"
Zoe menurut, anak kecil itu kembali menutup matanya. Berharap mimpi segera menjemputnya, dan berharap rindu kepada ayahnya bisa sedikit berkurang.
Nafas Zoe perlahan-lahan mulai teratur. Chika menatap wajah Zoe yang tenang dengan perasaan tak karuan.
Rasa hampa tiba-tiba hinggap di dada, bukan hanya Zoe yang rindu kepada Azizi, tapi juga Chika. Wanita ini juga sangat merindukan suaminya yang sudah hampir satu tahun pergi meninggalkannya.
Air mata perlahan-lahan menetes dari sudut mata. Chika menangis tanpa suara, tanpa seorangpun yang tau.
Kenapa? Kenapa Azizi meninggalkannya sendirian didalam keadaan seperti ini?
Chika terpuruk. Chika hancur.
Keadaan ini, keadaan yang sangat Chika benci.
Chika benci ketika tiba-tiba rindu itu datang menghampiri, Chika benci ketika ia harus menerima kenyataan bahwa Azizi tidak akan bisa menemaninya dalam jangka waktu lama, Chika benci ketika ia harus berpura-pura tegar di hadapan semua orang. Chika benci, Chika benci keadaan ini.
Chika memeluk luka ini seorang diri, tanpa seorang pun yang tau.
****
Flashback.
Chika menampilkan wajah penuh keheranan saat melihat banyak polisi di halaman rumahnya. Matanya terbelalak saat melihat Azizi sudah di tahan oleh dua orang polisi.
Lutut Chika lemas mendengar keterangan dari polisi tersebut.
Azizi terlibat kasus narkoba.
Chika menggelengkan kepalanya kuat-kuat, lututnya gemetar hebat. "Gak mungkin!" bantahnya.
Sedangkan Azizi hanya mampu menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap Chika.
"Zee?" panggil Chika seolah meminta penjelasan.
"Chik.. maaf."
Chika terdiam mematung, dia bahkan tidak melangkah sedikitpun ketika Azizi di bawa oleh para polisi menuju mobil yang sudah berjejer di depan pagar rumah nya.
Chika menjatuhkan lututnya ke tanah, tangisnya pecah saat mobil yang di tumpangi Azizi melaju meninggalkan area rumah.
"AZIZI!!" teriaknya.
"Chika.."
Chika mendongak, "Ci Gre.."
Gracia menyamakan tingginya dengan Chika. Dia memeluk tubuh adik iparnya dengan erat. Keduanya menangis.
"Gak mungkin kan, ci?" tanyanya dengan suara lirih.
Gracia menggeleng pelan, "Aku juga gak percaya Chik. Tapi.. itu bener."
Tangis Chika semakin kencang. Seperti ada bom atom yang meledak di dadanya. Chika hancur.
"Gak mungkin, ci. Azizi gak mungkin kaya gitu.." Chika masih menyangkal.