Azizi duduk termenung di ruang tengah rumah baru nya. Rumah pemberian dari sang ayah satu hari sebelum hari pernikahannya di gelar.
Katanya, "Tempatilah rumah ini bersama dengan istrimu nanti."
Dan Azizi menurutinya. Dia membawa Chika tinggal bersama disini. Membangun rumah tangga yang ia pun belum tau harus bagaimana.
Beberapa kali Chika terlihat menghela nafas panjang. Pasalnya, sudah lima hari mereka menjadi suami istri. Akan tetapi Azizi belum pernah sekalipun menegurnya. Chika memaklumi karena mungkin lelaki itu masih sangat terpukul atas kepergian ayahnya.
Sudah hampir setengah jam mereka duduk bersama, tetapi hanya suara televisi yang memenuhi ruangan tersebut. Sedangkan dua manusia itu hanya terdiam mengunci mulutnya.
Chika memilih fokus pada layar TV, mencoba tidak menghiraukan Azizi yang tatapannya kosong.
"Chika.."
Chika menoleh dengan terkejut, apa tadi? Azizi memanggil namanya?
"Kenapa Zee?"
Suara lembut milik Chika memasuki gendang telinga milik Azizi. Memang, beberapa hari ini Chika terus berada di sampingnya meski Azizi tidak memperdulikan kehadirannya.
"G-gue laper, gue boleh minta makan?"
Senyum Chika merekah. "Mau makan sama apa?"
"Terserah."
"Gue masak dulu ya? Mau kan nunggu?"
Setelah mendapat anggukan dari Azizi. Chika mulai beranjak, dan mengayunkan langkahnya menuju dapur. Dia membuka kulkasnya, hanya ada beberapa sayuran yang tersisa. Astaga, Chika lupa membeli keperluan dapur.
Dia pun kembali ke ruang tengah. "Zee, di dapur cuma ada indomie, gapapa? Atau mau gofood?"
"Gapapa." jawab Azizi singkat.
Azizi menatap punggung Chika yang perlahan menghilang di telan jarak. Rasanya ia seperti mimpi bahwa ia sekarang sudah berstatus suami.
Istrinya cantik. Sangat cantik.
Tapi, lebih cantik kekasihnya.
Jangan terkejut.
Azizi memang memiliki seorang kekasih. Tentu saja kekasihnya tidak tau kalo Azizi sudah menikah dan memiliki istri.
Azizi membuka ponselnya, masih banyak ucapan bela sungkawa dari orang-orang terdekat nya. Dan lelaki itu hanya membalas sekedarnya saja.
Aroma sedap bisa Azizi cium dari arah dapur. Pasti ini aroma masakan Chika, ah Azizi menjadi tak sabar ingin mencicipi masakan istrinya tersebut.
Tak berselang lama, Chika kembali ke ruang tengah dengan membawa nampan berisi dua mangkuk mie, dan dua gelas jus jeruk.
Chika menyajikannya di meja, mengambil satu mangkuk untuknya, dan satu lagi untuk sang suami.
"Makasih Chik." Azizi tersenyum tipis, sangat tipis. Bahkan nyaris tak terlihat.
"Sama-sama."
Mereka pun duduk bersebelahan sembari menikmati mie buatan Chika.
Soal rasa, Azizi sebelumnya tak pernah menemui mie seenak ini. Bumbu apa yang Chika pakai? Apa dia memiliki bumbu rahasia? Ini rasanya enak sekali.
Hanya memerlukan waktu lima menit untuk menghabiskan mie tersebut. Bahkan Azizi rasa ini kurang. Dia melirik mie milik Chika yang masih tersisa setengah, astaga ia masih lapar. Tapi ia gengsi.
"Zee, gue kenyang. Lo mau ngabisin? Mubazir kalo di buang."
Dengan senang hati Azizi mau menghabiskan mie tersebut. Benar kata Chika, mubazir.
