Chika duduk di tepian lapangan futsal sambil mengamati suaminya yang tengah bermain futsal di lapangan sana.
Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum ketika lelaki itu berhasil mencetak point.
"GOL!!" teriak team Megalion dengan heboh, membuat Chika terkekeh geli. Apalagi ketika melihat Febrian melakukan selebrasi.
Beberapa saat setelahnya, peluit berbunyi, tanda babak pertama berakhir. Chika tersenyum simpul melihat Azizi berlari kecil menghampiri nya. Di sisi lain, dia juga menatap seseorang yang sedari tadi mencuri pandang kearahnya.
Chika menyodorkan sebotol air yang sebelumnya sudah ia buka tutup nya untuk Azizi, ia melirik seseorang yang duduk tidak jauh darinya.
"Gar, mau air?"
Gara mengangguk, menerima botol air yang disodorkan oleh Chika dengan senyum lebar. "Makasih Chikaa." sahutnya.
Chika mengangguk, membalas senyuman itu. Ia kembali mengalihkan perhatiannya kepada Azizi yang sedang mengusap keringat nya dengan handuk kecil yang di bawanya.
"Katanya kalian temen kampus ya?" Azizi duduk di tengah-tengah, antara Gara dan Chika.
Gara dan Chika saling pandang sebentar, "Iyaa, temen deket." jawab Gara.
Azizi manggut-manggut, kembali meneguk airnya hingga tandas.
"Gar, lo di gantiin sama Evan dulu yaa?" ujar Azizi. Karena Gara tadi sempat terjatuh karena dorongan salah satu orang di team lawan.
"Iyaa, kaki gue keram Zee."
"Woi Van! Main!" Azizi memanggil Evan yang sedang duduk berdua dengan pacarnya.
Waktu istirahat berakhir, mereka pun segera kembali ke lapangan dan memulai pertandingan babak kedua.
Gara menggeser posisi duduknya menjadi dekat dengan Chika. Pandangan mereka sama-sama memandang ke depan, namun tidak dengan pikiran mereka yang melayang jauh.
"Aku yang nyuruh Zee ajak kamu kesini." Gara akhirnya bersuara setelah hening cukup lama.
Chika menoleh sekilas. "Menurut kamu, Zee punya pacar gak?"
Gara tersenyum getir, ia menyingkirkan anak rambut yang menghalangi sebagian wajah Chika. "Kamu nyaman sama Azizi?" tanyanya, gerakan tangannya berhenti di pipi Chika.
"Entahlah. Gak semudah itu buat aku terima seseorang di hidup aku." Chika kembali memeluk lututnya sendiri, dia memandangi Azizi yang begitu fokus menggiring bola.
Tiba-tiba, suara dering ponsel membuat Chika mengalihkan pandangannya. Itu bukan nada dering ponselnya, dia menoleh kearah Anggara. "HP kamu bukan?" tanya Chika.
Anggara menggeleng, ia hafal nada deringnya sendiri. "Coba liat HP nya Zee."
Ternyata suara dering itu berasal dari ponsel Azizi.
"Bokem?" gumamnya setelah melihat nama siapa yang tertera di layar.
"Sini, biar aku yang angkat." Anggara menadahkan tangannya, setelah Chika memberikan ponsel Azizi, Gara pun sedikit menjauh dari Chika.
Chika hanya memandangi punggung Anggara dari jauh.
"Bokem siapa?" tanya Chika setelah Anggara kembali duduk di sebelahnya.
"Kathrina, temennya." jawab Anggara seraya menyerahkan kembali ponsel milik Azizi.
Chika hanya manggut-manggut saja, tak ingin bertanya lebih jauh lagi.
"Kaki kamu sakit?" tanya Chika, melihat lutut Anggara sedikit membiru.
Anggara menyentuh lututnya sendiri, lalu menggeleng. "Gak seberapa, lebih sakit ngeliat kamu nikah sama sahabat aku."
