Satu hari bersama keluarga Chika sepertinya waktu yang cukup. Dan sudah saatnya untuk Azizi mencari pekerjaan untuk menyambung hidup dan menafkahi istrinya. Azizi tau sangat susah mencari pekerjaan di jaman sekarang ini, tapi kan Azizi belum mencobanya. Siapa tau semesta sedang berbaik hati kepadanya. Semoga saja.
Pagi-pagi sekali, Azizi sudah duduk di depan laptopnya dengan selembaran kertas di samping kiri laptopnya, sedangkan di samping kananya terdapat susu coklat hangat buatan Chika sebelum gadis itu berangkat bekerja.
"Gue kan mantan kepala direktur, masa iya gue jadi OB?" gumam Azizi saat melihat lowongan pekerjaan di sebuah website.
"Gue harus dapet gaji minimal setengah dari gaji Chika.." gumam nya sambil terus memainkan mouse nya.
Azizi meraih ponselnya, lalu kemudian membuka aplikasi m-banking nya. Dia mengecek sisa tabungan yang ia punya.
"Gue harus pinjem duit buat modal usaha kayanya.." setelah melihat nominal tabungan yang ia punya, Azizi pun mematikan ponselnya dan kembali fokus pada laptopnya.
Setelah satu jam berkutat dengan laptop, akhirnya Azizi memutuskan untuk mengalihkan fokusnya. Dia melirik jam tangannya, waktu makan siang masih lama. Tapi Azizi sudah merasa lapar. Mumpung Chika sedang pergi, Azizi ingin membuat mie instan.
Azizi pun beranjak dari duduknya lalu pergi menuju dapur untuk melancarkan aksinya.
***
Acara makan mie Azizi terpaksa harus terhenti karena dering ponsel.
Azizi menarik ponselnya, melihat sekilas nama yang tertera setelah itu menjawab panggilan tersebut.
"Apaa Rian?"
"Udah di rumah kan? Sini lah ke markas, anak-anak pengen ketemu sama lo." ujar Febrian dari seberang sana.
"Yaelah masih pagi, bang!"
"Matahari udah di ubun-ubun, lo bilang masih pagi?!"
"Kebakar anying kalo matahari ada di ubun-ubun."
"Gajelas lo, tai. Udah kesini cepet. Jangan sampe gue bocorin ke cici cici lo nih."
"Najis lo cepu!"
"Gue tunggu 20 menit, kalo gak kesini. Siap-siap gue sendiri yang bakal nganter cici lo kesitu."
"Iya-iya gue kesitu. Jangan lupa gelar karpet merah!"
Setelah sambungan terputus, Azizi kembali melanjutkan makan mie yang sempat tertunda. Dua menit setelahnya, Azizi pun membereskan semua benda yang ada di meja. Dan setelah itu, dia bergegas bersiap-siap untuk pergi ke markas.
Motor yang sudah Azizi panaskan tadi pagi itu melesat meninggalkan pekarangan rumah. Jarak antara rumahnya dengan markas memang tidak terlalu jauh. Biasanya Azizi menempuhnya dengan waktu lima belas sampai dua puluh menit, tergantung keadaan jalanan.
Siang ini keadaan jalanan cukup lengang, membuat Azizi bisa sampai di markas lebih cepat dari biasanya.
Sebuah gedung berlantai dua itu sudah berada di hadapan Azizi saat ini. Gerbang yang menjulang tinggi itu terbuka ketika Azizi memencet klakson motor matic nya.
Azizi pun turun dari motor, membuka helm bogo berwarna hitam miliknya, lalu menaruhnya di kaca spion. Azizi membereskan rambut yang sedikit berantakan, setelah itu beranjak pergi dari area basement menuju ruang utama markas itu.
Armando, salah satu anggota megalion itu sontak terbangun dari duduknya begitu melihat Azizi berdiri di ambang pintu utama. Otaknya lag beberapa saat sebelum akhirnya ia berlari menubruk tubuh Azizi.