24. Raya dan Mahesa

129 25 0
                                    


Selamat membaca 🌻

0○0

Mahesa membuang puntung rokoknya ke tempat sampah yang berada di sampingnya. Kejadian dua hari lalu masih terus teringat di kepalanya.

Mahesa meregangkan tubuhnya di bangku taman. Kali ini ia berucap serius kala Baskara bertanya kemana ia akan pergi dan ia menjawab ke tempat biasa.

Mahesa berada di tempat biasa yang sering sekali Mahesa sebut kepada teman temannya. Taman kota dekat dengan komplek rumahnya.

Sore hari sepertinya banyak sekali orang mulai dari anak-anak sampai dewasa, sekedar untuk bermain, olahraga, atau jalan jalan sore.

Mahesa menghela nafasnya sebentar, kejadian dua hari lalu adalah kejadian yang tidak ia duga sebelumnya.

Kepentingan yang sebetulnya tidak terlalu penting di area rumah sakit terdekat kotanya membawakan sebuah fakta baru terhadap teman perempuan yang belakangan ini sering bersama dirinya.

Alaska dengan tangisannya yang terdengar pilu.

Saat itu Mahesa tidak sengaja berpapasan dengan Alaska yang terus mengepal kencang kedua tangannya. Berjalan seperti tak bernyawa dengan tatapan yang kosong. Bahkan Alaska tidak melihat sapaan Mahesa dan melewati Mahesa begitu saja.

Merasa ada yang aneh, dengan gundam di tangannya ia mengikuti Alaska. Takut terjadi sesuatu dengan gadis mungil tersebut.

Sampai Mahesa berada di taman rumah sakit yang terlihat tidak begitu terang karena minimnya pencahayaan dari lampu taman. Ia memang tidak bisa melihat apa yang dilakukan Alaska, tapi telinganya masih bisa bekerja untuk mendengar isakan tangis yang samar di telinganya.

Tangannya tanpa sadar juga ikut mengepal, hatinya entah mengapa ikut merasakan sesak mendengar isakan pilu dari gadis mungil tersebut.

Mahesa memberanikan diri untuk mendekat, semakin jelas ia mendengar tentu semakin dirinya ikut merasakan sakit yang ada di hatinya.

Mahesa melepas jaket miliknya saat menyadari bahwa Alaska hanya menggunakan baju tipis walaupun lengan panjang.

Dengan perlahan ia menyampirkan jaket miliknya ke pundak kecil milik Alaska yang bergetar. Mahesa sedikit merasa gak enak karena jaket tersebut adalah jaket angkatan milik Garsa, gak semua siswa di sekolah punya, hanya para pemegang saja yang memiliki ini. Bahkan bahan jaket tersebut tidaklah tebal seperti jaket Mahesa yang lainnya.

Mahesa mendudukkan dirinya di samping Alaska dalam diam, tujuan awalnya hanya menemani Alaska duduk sampai gadis itu selesai dengan tangisannya. Tapi siapa sangka setelah Mahesa duduk, Alaska malah semakin mengencangkan suara tangisnya, tidak tertahan seperti sebelumnya, di tambah dia yang memukul dadanya dengan cukup kencang.

Mahesa langsung menahan tangannya dan menggenggamnya. Bahkan dalam genggamannya pun kepalan tangan Alaska masih sangat kuat, seperti seseorang yang telah melalui banyak hal. Mahesa mengelus tangan Alaska bertujuan untuk memberikan Alaska kenyamanan walaupun ia belum tau itu berdampak atau tidak.

Mahesa sebetulnya sangat ingin memeluk Alaska, namun niatnya ia urungkan karena ia bukanlah seorang laki laki brengsek. Walaupun sebenarnya Alaska tidak keberatan dan tidak mempermasalahkan hal itu. Tapi Mahesa tidak mau dianggap sebuah peluang karena Alaska sedang dilanda kesedihan.

Mahesa membuang nafasnya kembali, ia sedikit bingung apa yang ia lakukan saat itu setelah mengantar Alaska.

Kenapa Alaska seperti sangat terpukul di malam itu dan kembali ke sediakala keesokan harinya. Seperti tidak terjadi apa apa padahal saat itu mereka melakukan malam yang panjang, Alaska memintanya mengambil rute yang memutar dan berjalan perlahan karena dirinya sedang tidak ingin segera pulang.

MaLaka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang