Dua mata indah itu terus menatapi satu sosok yang sedang tertawa di meja ujung cafe. Paras yang tampan, senyum melengkung manis dan sikap yang ramah. Semuanya terlihat sangat menenangkan. Ditambah lagu Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki dari Sheila on 7 menambah kesempurnaan pemandangan indah sore ini.
Jika memang benar jelmaan malaikat itu nyata, mungkin sosok itu adalah salah satunya.
"Kak Awan."
Begitulah Hana menyebut sosok tersebut. Sosok yang Hana kagumi sejak dia baru masuk SMA. Dan, Hana hanya berani menyimpan diam-diam dengan rapi rasa kagum yang kini menjadi rasa suka kepada sosok tersebut.
Mungkin bukan hanya Hana saja yang pernah menyukai diam-diam. Di berbagai belahan bumi ini, pasti ada yang pernah mengalami seperti Hana atau sekarang sedang merasakan hal yang sama seperti Hana. Ya, menyukai diam-diam.
Dan, mungkin ada sosok awan-awan lainnya yang berhasil membuat perasaan seseorang gugup sekaligus ingin memiliki tapi terlalu takut untuk mendekati. Layaknya Hana saat ini.
Berani menyukai tapi terlalu takut untuk mendekati.
Kalimat yang cocok untuk seorang Hanara Putri, sang pemeran utama di cerita ini.
*****
"Lo pandangi sampai subuh juga dia nggak akan suka sama lo, Han!"
Tubuh Hana langsung terjingkat, kaget mendengar cibiran tajam tersebut. Hana menoleh, mendapati Jian, sang sahabat yang entah datang sejak kapan.
"Jelas aja nggak akan suka, Kak Awan kan nggak pernah tau keberadaan gue," timpal Hana.
"Jelas nggak tau, lo aja nggak pernah mau nampakin diri di depan dia. Setidaknya kenalan, lah."
"Gue udah kenal dia. Kakak kelas gue SMA dan kakak tingkat gue di kampus," jawab Hana bangga.
"Lo kenal dia, tapi dia nggak pernah kenal lo, Han! Padahal satu jurusan! Dan, saat ini waktu yang tepat buat lo kenalan sama Kak Awan."
Hana langsung menggeleng cepat, nyalinya seketika menciut.
"Suka dari jauh seperti ini buat gue sudah cukup Jian."
Jian menghela napas berat, entah sudah berapa ribu kali dia mendengar kalimat pamungkas itu.
"Mau sampai kapan Han? Direbut sama cewek lain nyesel lo!"
Hana tertawa kecil, namun bukan sebuah tawa bahagia.
"Gue nggak pantas buat dia, Jian."
"Apa yang buat lo nggak pantes si Han? Lo pinter, rajin, baik hati dan satu lagi, lo pandai banget menabung! Siapapun yang jadi pacar lo bahkan suami lo pasti beruntung banget!" sahut Jian menggebu.
Hana terkekeh mendengarnya.
"Masih banyak yang lebih pinter dari gue Jian dan gue juga nggak baik-baik banget. Satu lagi, gue pandai menabung karena keadaan yang mengharuskan!"
Jian pun hanya bisa menghela napas lebih panjang, menatap sahabatnya sembari geleng-geleng.
"Insecurelo kayaknya sudah di stadium kronis Han. Gue saranin periksain deh."
"Emang bisa?"
"Nggak bisa! Lo aja nggak pernah mau coba keluar dari zona nggak percaya diri lo sejak dulu!"
Hana tersenyum kecut mendengar cibiran Jian yang cukup menyakitkan namun memang benar apa adanya. Hana kembali menatap sosok tersebut, cowok itu masih berbincang dengan teman-temannya. Terlihat sangat asyik.
"Jian," panggil Hana lirih.
"Apa?"
"Gimana ya rasanya bisa ngobrol sama Kak Awan?"
Jian mengerutkan kening, berusaha mengingat-ingat.
"Biasa aja Han. Terkahir gue ngobrol sama Kak Awan kayaknya minggu lalu. Nggak ada yang spesial."
"Beneran biasa? Kalau duduk di sebelah Kak Awan sambil diajak ngobrol, rasanya masih biasa aja nggak?" tanya Hana lagi.
"Gue nggak pernah duduk di sebelah dia. Tapi, gue pernah berdiri di depan dia. Biasa aja."
Hana langsung menatap Jian, tidak terima.
"Kenapa biasa aja?"
"Karena gue nggak suka."
Hana mengangguk-angguk, membenarkan jawaban Jian. Detik berikutnya, Hana kembali memperhatikan sosok tersebut sekali lagi.
"Gue bisa nggak ya, Ji?"
"Bisa apa?"
"Ngobrol sama Kak Awan dan duduk di sebelah Kak Awan?"
"Nggak akan bisa!"
"Kenapa?"
"Lo ketemu sama Kak Awan aja sudah langsung kabur. Bagaimana bisa ngobrol sama dia?"
Senyum getir mengembang di bibir Hana.
"Bener juga."
Jian mendecak pelan, tiba-tiba kesal.
"Han, gara-gara lo, gue jadi sering ikut manggil Kak Awan. Untung aja gue nggak pernah keceplosan depan dia. Emang nggak boleh ya gue manggil nama asli dia di depan lo?"
Hana sontak terkekeh.
"Boleh aja. Siapa yang ngelarang?"
"Nggak ada sih. Tapi lo terus-terusan manggil Kak Awan sejak SMA. Kan, gue jadi ikut-ikutan."
Hana tersenyum tipis, kepalanya perlahan tertunduk.
"Gue terlalu gugup sebut nama asli kak Awan," ungkap Hana jujur.
Jian menyentuh bahu Hana, menyakinkan sang sahabat.
"Lo nggak perlu gugup. Lo bisa Han."
Hana mengangkat kepalanya kembali.
"Apa?"
"Sebut nama dia. Langkah awal sebelum lo bisa ngobrol sama dia."
"Sebut nama dia, Jian?" ulang Hana memastikan.
"Iya. Sebut nama dia sekarang!"
Hana merasakan jantungnya mendadak berdetak cepat, padahal dia hanya harus menyebut nama sosok yang disukanya. Tapi, Hana benar-benar sangat gugup. Bibirnya mendadak kaku.
"Buruan Hanara! Lo bisa!"
Hana menghela napas panjang, mengumpulkan semua keberanian dan kekuatannya. Perlahan, bibir Hana terbuka dan Hana mulai menyebutkan satu nama yang selalu ia kagumi.
"Juna Pratama."
****
#CuapCuapAuthor
Bagaimana Hi Awan Bab Prolog dan Bab Pertama?
Suka nggak?
Semoga teman-teman suka ya ^^
Sampai jumpa di HI AWAN part dua. Mau update kapan nih?
Jangan lupa kasih vote dan komen ya untuk Hi Awan.
Makasih banyak teman-teman Pembaca semua. Jangan lupa jaga kesehatan ya. Love u all.
Salam,
Luluk HF
KAMU SEDANG MEMBACA
HI AWAN
Teen Fiction(MARIPOSA UNIVERSE) Bagiku, menyukainya dari jauh sudah cukup. Aku berani menyukainya tapi takut untuk mendekatinya. Bahkan, untuk menyebut namanya saja aku terlalu gugup. Karena itu, aku selalu menyebutnya Kak Awan.