19 - KEBERATAN?

4.4K 817 127
                                    


Jam dinding kamar Hana sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi Hana masih tak kunjung memejamkan matanya. Hana benar-benar tak bisa tidur malam ini dan itu semua karena seorang Juna Pratama.

Hana merasakan jantungnya berdetak cepat saat mengingat kembali satu permintaan Juna di cafe Dun&Luv. Hana sangat terkejut sekaligus tak menyangka Juna bisa berkata seperti itu.

Apakah ini pertanda baik? Apakah ini sebuah lampu hijau? Entahlah, Hana takut untuk berharap tapi Hana sangat bahagia!

Hana sudah banyak belajar dari kebodohannya, ketika Juna mengutarakan permintaanya tadi, dengan rasa gugup setengah mati Hana mengangguk langsung setuju, mengiyakan tanpa ragu permintaan Juna. Tentu saja Hana dengan senang hati akan selalu mengajak Juna jika ke cafe tersebut.

Setelah dari cafe, Juna dan Hana langsung pulang. Sikap manis Juna tidak berhenti saat di cafe saja, Juna bahkan mau jalan kaki dari depan gang hingga depan rumah Hana.

Padahal Hana sudah melarang karena kasihan jika Juna ikut jalan kaki dan balik sendiri ke depan gang. Namun, Juna tetap memaksa ingin mengantarkan Hana sampai depan rumah.

"Gue butuh dokter jantung!!!"

****

Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di sebuah kamar dengan dinding berwarna putih campur abu, Juna merebahkan tubuhnya di kasur dengan tangan kanan berada di bawah kepalanya sebagai sandaran. Padnagan Juna menyorot ke dinding, sesekali sebuah senyuman melengkuh di paras rupawannya, tanpa sadar.

"Apa yang gue katakan tadi?"

Juna menghela napas berat, merasa malu dengan tindakannya sendiri.

"Bisa-bisanya lo berkata kayak gitu Jun!"

Entahlah, Juna sendiri takjub dengan sikap dan tindakannya saat bersama Hana. Jujur, semua yang Juna katakan dan perbuat sangatlah sadar. Juna hanya mengikuti hatinya. Namun tetap saja, Juna masih tidak percaya bisa melakukan hal seperti itu.

Sudah lama Juna bersikap semanis dan sepeduli ini kepada seorang perempuan. Mungkin jika diingat, terakhir kali Juna seperti ini saat dia menyukai Acha, terlampau sangat lama.

Juna lagi-lagi tersenyum, bayangan Hana yang malu-malu, Hana yang ekspresif dan Hana yang kebingungan berputar terus memenuhi kepalanya saat ini. Padahal awalnya Juna hanya sekadar penasaran saja. Tak menyangka rasa penasarannya akan seorang Hana bisa berefek sefatal ini bagi dirinya.

Juna meraih ponselnya, membaca pesan terakhir yang dikirimkan oleh Hana kepadanya setelah ia memberitahu gadis itu jika dirinya sudah sampai di rumah.

Hanara

Kak Juna makasih banyak untuk malam ini.

Senang bisa makan malam sama Kak Juna.

*****

Jian mengangguk-angguk sembari menyantap bekal pecel ayam, sedangkan Hana masih terus mengoceh dengan heboh, menceritakan kisahnya semalam bersama Juna. Jian baru pertama kali ini melihat raut wajah Hana yang bersinar sangat cerah di pagi hari.

"Gue beneran bahagia banget Jian! Gue nggak akan pernah ngelupain kejadian semalam. Bakalan gue ingat kapan pun, di mana pun!" seru Hana semangat.

Jian berhenti mengunyah.

"Berarti lo nggak jadi pindah dong Han?"

Hana tertegun, bingung.

"Pindah kemana?"

"Ke planet venus? Katanya lo mau pindah biar cepat mati."

"Jian!!!!"

Jian tertawa puas, ekspresi Hana yang semula bahagia langsung berubah cemberut dalam sekejap. Hana perlahan mendekatkan kursinya ke Jian.

HI AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang