Acara diklat anggota baru himpunan jurusan teknil sipil universitas Arwana akhirnya tiba. Hana menenteng tasnya. Setelah pamitan dengan Ibunya, Hana berjalan ke depan gang karena Jian sudah menunggunya. Hari ini mereka berangkat bersama.
Hana membalas singkat lambaian tangan Jian, ia segera masuk ke dalam mobil Jian dan menaruh tasnya di kursi belakang.
Hana menghela napas panjang, entah kenapa sejak semalam tubuhnya sedikit terasa kelelahan.
"Lo nggak apa-apa, Han?" tanya Jian menyadari ada yang tidak beres dengan sahabatnya.
"Gue kenapa?" bingung Hana.
Jian menunjuk wajah Hana.
"Lo sedikit pucat." Jian sontak memeriksa kening Hana sebentar.
"Gue nggak apa-apa, Ji." Hana menepis pelan tangan Jian dari keningnya.
Jian bergumam kecil, merasa tidak yakin.
"Sedikit kayak kerasa demam, Han. Lo serius nggak apa-apa, kan?"
Hana mengangguk yakin.
"Semalam gue kehujanan waktu pulang beli barang-barang keperluan diklat. Kayaknya gara-gara itu. Tapi gue sudah minum jahe hangat semalam."
"Nggak minum obat?" pincing Jian.
"Gue nggak sakit Ji. Nggak perlu sampai minum obat."
Jian mengangguk-angguk kecil.
"Oke, kita berangkat. Tapi, kalau lo ngerasa tubuh lo semakin nggak enak bilang ke gue."
Hana mengangkat kedua jempolnya.
"Berangkat Jian!" seru Hana tidak ingin mendengar omelam Jian lebih panjang.
Jian segera menjalankan mobilnya setelah melihat Hana memakai sabuk pengamannya. Sepanjang perjalanan, Jian memilih diam dan tidak mengajak Hana mengobrol agar gadis itu bisa istirahat sejenak. Jujur Jian sedikit khawatir meskipun keadaan Hana terlihat masih baik-baik saja.
"Lo sudah sarapan, kan, Han?"
Kedua mata Hana yang semula terpejam langsung terbuka sempurna, seolah menyadari sesuatu. Perlahan Hana menolah ke Jian dengan sorot tak yakin.
"Gue sudah makan belum ya, Ji?"
****
Setelah mendapat briefing terakhir di lapangan basket kampus, semua anggota baru himpunan segera masuk ke dalam bus yang disediakan panitia himpunan. Hari ini mereka akan berangkat ke puncak untuk menjalankan diklat himpunan yang berlangsung tiga hari dua malam.
Hana mengikuti Jian dari belakang, ini pertama kalinya bagi Hana mengikuti acara seperti ini. Hana merasa gugup sekaligus excited. Hana tidak sabar mendapatkan pengalaman baru.
"Duduk di depan apa belakang?" tanya Jian.
"Depan aja Ji, kalau belakang takut gue muntah," jawab Hana di belakang Jian.
Jian mengangguk, menuruti permintaan Hana. Jian menemukan kursi kosong di urutan keenam. Tanpa ragu, Jian segera mengambil dua kursi tersebut.
"Duduk Han," suruh Jian memberikan Hana kursi duluan.
Hana mengangguk, ia memberikan tasnya kepada Jian agar ditaruh di atas. Jian dengan baik hati membantu. Jian tidak tega melihat Hana yang masih terlihat kelelahan.
Setelah menaruh tasnya dan juga tas Hana, Jian ikut duduk di sebalah Hana, memeriksa gadis itu terakhir kali.
"Selama perjalanan lo tidur aja. Kalau sudah sampai gue bangunin."
KAMU SEDANG MEMBACA
HI AWAN
Teen Fiction(MARIPOSA UNIVERSE) Bagiku, menyukainya dari jauh sudah cukup. Aku berani menyukainya tapi takut untuk mendekatinya. Bahkan, untuk menyebut namanya saja aku terlalu gugup. Karena itu, aku selalu menyebutnya Kak Awan.