Hana tidak bisa tidur sepanjang malam, ia terus memikirkan jalan keluar untuk masalah kuliahnya. Banyak pertimbangan yang sudah Hana pikirkan dan jalan satu-satunya jalan keluar yang paling baik bagi Hana hanyalah satu yaitu Hana berhenti kuliah.
Mungkin tidak bisa sepenuhnya dibilang berhenti, Hana tidak akan menyerah dengan studi-nya, Hana hanya akan berhenti sebentar sembari bekerja untuk mengumpulkan uang kuliahnya dan uang untuk kebutuhannya sehari-hari.
Hana memejamkana kedua matanya, kemudian menepuk-nepuk pelan tubuhnya sendiri.
"Keputusan lo udah tepat Hana. Lo pasti bisa melewatinya."
****
Hana memberanikan diri untuk memberitahu Ibunya mengenai beasiswanya yang di cabut. Hana juga memberitahu keputusannya berhenti kuliah. Tentu saja Rita sangat terkejut mendengar dua berita tersebut.
"Han, Ibu nggak setuju kamu berhenti kuliah," ucap Rita dengan tegas.
"Bu, Hana nggak berhenti selamanya. Hana hanya ingin berhenti sebentar, Hana ingin kerja biar bisa bantu Ibu da..."
"Kamu nggak perlu bantu Ibu Hana. Harusnya Ibu yang bantu kamu."
"Ibu sudah banyak bantu Hana, Ibu nggak perlu bantu apapun lagi. Ibu cukup fokus dengan pulihin kondisi Ibu aja," ucap Hana sungguh-sungguh.
Rita menggeleng keras, masih tidak setuju dengan keputusan Hana.
"Hana, kita bisa jual rumah ini. Kita bisa sewa rumah kecil atau kos kecil yang cu..."
"Nggak Bu! Ibu nggak boleh jual rumah ini hanya demi Hana! Rumah ini satu-satunya yang Ibu dan Hana punya. Sudah banyak yang kita lepasin, sudah banyak yang kita korbanin untuk berada di titik ini. Hana nggak akan rela jika Ibu jual rumah ini." Kini giliran Hana yang menolak tegas.
Rita memejamkan kedua matanya perlahan dan saat itu juga air mata Rita terjatuh. Hati Rita terasa begitu berat, rasa bersalahnya kian bergejolak. Rita semakin menyalahkan dirinya sendiri.
"Maafin Ibu, Han. Andai Ibu nggak sampai masuk rumah sakit, andai Ibu bisa lebih tegas dengan Ayah kamu, and..."
"Ibu udah, Ibu jangan minta maaf. Ibu nggak salah sama sekali," ucap Hana tidak tega melihat Ibunya menanagis seperti ini.
Rita membuka kedua matanya, menatap putrinya dengan sorot kesedihan.
"Ibu benar-benar minta maaf Hana."
Hana menguatkan hatinya, tidak ingin ikut menangis. Hana takut Ibunya akan semakin merasa bersalah.
"Ibu nggak salah, Ibu jangan merasa bersalah ke Hana dan Ibu juga nggak perlu minta maaf," ulang Hana sungguh-sungguh.
Rita mengatur napasnya sejenak, kedua tangannya meraih tangan Hana dan menggenggamnya erat. Rita sendiri tidak punya jalan keluar yang bisa membantu Hana selain menjual rumah ini. Namun, Hana begitu menentangnya.
"Han, kamu yakin mau berhenti kuliah?" tanya Rita dengan suara serak menahan tangis.
Hana mengangguk tanpa ragu.
"Hana yakin Ibu."
"Kamu nggak akan menyesal dengan keputusan kamu ini?"
"Hana akan berusaha buat menerima keputusan Hana dan bertanggung jawab sama keputusan Hana Bu."
"Kamu benar-benar yakin dengan keputusan kamu ini?"
Hana memaksakan senyumnya, sekali lagi mengangguk tanpa keraguan. Hana sudah menguatkan hatinya sejak semalam dan sudah menyiapkan diri untuk menghadapi Ibunya.
"Hana sangat yakin."
Rita menghela napas lebih panjang, ia mengeratkan genggamannya, tubuhnya mulai bergetar.
"Ibu akan setujui keputusan kamu dengan satu syarat Han," ucap Rita dengan berat hati.
"Apa Bu syaratnya?"
"Kamu janji akan tetap lanjutkan kuliah kamu lagi. Kamu boleh berhenti sekarang tapi saat uang tabungan kamu dan uang tabungan Ibu cukup, kamu harus kuliah lagi sampai selesai. Kamu bisa janji ke Ibu?"
Dengan segala keyakinannya, Hana mengangguk cepat, mengiyakan persyaratan Rita tanpa keraguan sedikit pun.
"Hana janji ke Ibu akan selesaikan kuliah Hana. Meskipun nggak sekarang, Hana janji akan bawa Ibu ke wisuda Hana. Hana janji akan buat Ibu bangga sama Hana."
Pertahanan yang Hana buat sejak tadi akhirnya runtuh juga. Hana tidak bisa menahan air matanya yang menerobos ingin keluar. Akhirnya Hana pun membiarkan saja air matanya mengalir di pipinya.
Namun air mata Hana kali ini bukan sepenuhnya air mata sedih, ada air mata tekad kuat yang ingin Hana wujudkan demi sang Ibu.
"Ibu akan dukung semua keputusan kamu Hana," ucap Rita sembari tersenyum, berusaha lebih ikhlas.
Hana sangat lega mendengarnya, sejak dulu restu Ibunya sangatlah penting bagi Hana. Dan, mendengar sang Ibu mendukung keputusannya membuat hati Hana terasa lebih ringan.
Tangisan Hana bertambah pecah, beberapa hari ini terasa sangat berat bagi Hana.
"Hana mau peluk Ibu boleh?"
****
#CuapCuapAuthor
Bagaimana Hi Awan part empat puluh sembilan? Pendek banget ya?
Karena itu, spesial hari ini aku update dua part sekaligus ya.
Teman-teman Pembaca bisa langsung baca Hi Awan part 50 ^^
Semoga teman-teman pembaca selalu suka dan terus baca Hi Awan ya ^^
Jangan lupa Pre Order Hi Awan 28 September 2023. Ayo peluk novel Hi Awan ^^
Dan, jangan lupa juga kasih vote dan komen ya untuk Hi Awan.
Makasih banyak teman-teman Pembaca semua. Jangan lupa jaga kesehatan ya. Love u all.
Salam,
Luluk HF
KAMU SEDANG MEMBACA
HI AWAN
Teen Fiction(MARIPOSA UNIVERSE) Bagiku, menyukainya dari jauh sudah cukup. Aku berani menyukainya tapi takut untuk mendekatinya. Bahkan, untuk menyebut namanya saja aku terlalu gugup. Karena itu, aku selalu menyebutnya Kak Awan.