13 Belum Mengering

6.5K 358 7
                                    

Besok aku gak up yah gaes. Soalnya aku mau mudik. Insyaa Allah dua hari kedepan, aku bakal up lagi.

Stay tune and Happy Reading!

Jangan lupa divote sebagai bentuk pertanggungjawaban kalian dihadapan Tuhan. Awokwokk.

Follow akun aku supaya dapat notifikasi dari cerita menariknya lainnya
telorpecah000
________

Entah kehadiran Ayu yang menginap menjadi sebuah malapetaka atau justru sebaliknya. Pasangan suami istri itu tentu merasa canggung jika harus menunjukkan kemesraan di depan Ayu. Padahal, tiap hari tidak pernah ada hal yang seperti itu terjadi di dalam rumahnya.

Nadhira lebih dulu pamit untuk mandi ketimbang Ghaazi yang merasa diintimidasi oleh Mamanya. Ayu seolah merasa aura negatif dari anaknya. Apalagi Ayu sudah tau dari awal alasan Ghaazi menikahi Nadhira karena beberapa hal. Awalnya, Ayu tidak merestui alasan bodoh putranya. Namun, ia berpikir tentang cucunya sehingga Ayu memilih untuk menyetujuinya.

"Kenapa sih, Ma. Gitu amat mukanya?" tanya Ghaazi tidak nyaman dengan tatapan intimidasi Ayu padanya.

"Kayaknya kamu gak suka kalo Mama nginep."

Seolah tertangkap basah, Ghaazi pun gelagapan menjawabnya. "Ng-nggak ko, Ma. Nginep aja. Maryam pasti masih kangen sama Omanya."

Beruntungnya Ghaazi bisa menetralisir keadaan, termasuk rasa gugupnya. Jika tidak, Ayu tidak akan percaya. Meski ia tau sendiri Mamanya tidak mudah percaya padanya setelah semua terjadi. Insting seorang Ibu memang tidak bisa diragukan.

"Kamu gak nyakitin Nadhira, kan?"

Ghaazi menggeleng. "Gak."

Dengan perasaan tidak enak karena membohongi Mamanya, ia menjawab tidak sesuai realitanya. Semua yang Ghaazi pernah ucapkan pada Nadhira lebih banyak rasa sakit, ketimbang kebahagiaan. Itu karena ia tidak suka dengan mata Nadhira yang menatapnya penuh harap. Ia tidak suka melihat mata Nadhira jika sedang bahagia.

Disisi lain, ia juga merasa ikut tersakiti melihat mata itu mengeluarkan tangis sedih. Itu yang membuat Ghaazi sakit kepala. Andai bukan karena Maryam, ia tidak akan menikahi Nadhira.

"Mama tau kamu lakuin ini semua demi Maryam. Tapi jangan sakiti Nadhira hanya karena–"

"Iya, Ma. Aku tau," potong Ghaazi dengan cepat. Ia malas membahasnya.

"Syabila dan Nadhira adalah dua orang yang berbeda, Ghaazi. Sebelum kamu nyakitin wanita, inget Mama. Inget Maryam. Dalam Islam kamu pasti tau kan hukum kaffarah. Kalo kamu sayang Mama sama Maryam, jangan lakuin hal yang bisa nyakitin Mama dan Maryam."

Nadhira sempat menguping. Tadinya ia ingin ambil handuknya di halaman belakang, tapi ia mendengar namanya disebut. Alhasil, ia singgah mendengarkan. Siapa tau, ia bisa dapat informasi alasan Ghaazi memperlakukannya seperti itu.

"Iya, Ma. Tapi aku gak bisa kontrol diri aku kalo Nadhira natap aku. Seolah ingatan aku tentang Syabila terputar." Ghaazi menutup wajahnya karena ingin menangis. Ia belum bisa terlepas dari rasa sakit yang istri pertamanya berikan padanya.

Sementara Nadhira pun ikut sedih. Belum cukup dengan kehadirannya membuat Ghaazi melupakan istri pertamanya yang sudah meninggal. Apakah Ghaazi secinta itu? Itu artinya, tidak akan ada ruang untuk Nadhira dihati Ghaazi. Ahh, membayangkannya saja sudah membuat wanita itu tidak bisa menahan air matanya.

Ia bergegas masuk kamar untuk menumpahkan tangisnya. Sesak rasanya mengetahui semua isi hati suaminya sendiri yang belum mencintainya. Hanya karena belum move on. Minimal kalau belum bisa move on, Nadhira berharap ia diperlakukan layaknya seorang istri tanpa ada syarat bla bla bla. Namun, semuanya hanyalah harapan semu.

Mama Untuk Maryam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang