18 Ta'aruf

6.3K 362 14
                                    

Part ini cukup mengandung amunisi glukosa yang berlebihan.

Hati-hati, karena kalo susah dikontrol akan mengakibatkan diabetes dan syndrom senyum-senyum sendiri.

Jangan lupa divote sebagai bentuk pertanggungjawaban kalian dihadapan Tuhan. Awokwokk.

Follow akun aku supaya dapat notifikasi dari cerita menariknya lainnya
telorpecah000

________

Sebelum ajakan untuk memperbaiki rumah tangga, sudah menjadi rutinitas keduanya bangun tengah malam untuk melaksanakan shalat malam. Tepatnya lebih ke untuk membiasakan diri sekaligus memberikan contoh pada generasi penerusnya. Apalagi sekarang sudah ada Maryam di tengah-tengah mereka. Bukankah keluarga adalah madrasah pertama untuk anak? Terutama ibunya.

Setelah sepakat untuk memulai pernikahan dari awal, sikap Ghaazi berubah 90 derajat. Yah, masih 90 derajat karena sikapnya masih saja kaku. Namun, karena Nadhira yang sudah terbiasa dengan sikap Ghaazi yang sebelumnya, ia sudah tidak terlalu peduli. Yang penting, suaminya tidak main tangan padanya.

Hal pendukung lainnya juga adalah karena proses pertemuan mereka menuju pernikahan memiliki rentang waktu yang cukup singkat. Tanpa ta'aruf lebih mendalam dan membahas terkait visi misi pernikahan, strategi parenting, manajemen rumah tangga dan lainnya sesuai keinginan Nadhira. Itu yang membuat keduanya masih membutuhkan proses pengenalan lebih intens lagi.

"Mas, sebentar mau sarapan apa?"

"Terserah kamu aja. Semua masakan kamu enak lidah saya," pujinya.

Nadhira mendelik malas karena tidak terbiasa mendengar pujian, jadi ia tidak akan merasa senang saat dipuji. Justru malah terdengar seperti gombalan.

"Gak usah gombal," ujar Nadhira sedikit kesal.

"Saya gak gombal, saya lagi muji masakan kamu. Siapa tau setelah saya puji, kamu makin semangat masak buat saya."

Nadhira menutup buku shirah sahabiyah yang tadinya sedang ia baca dan menyimpannya di rak. Kemudian, menghampiri Ghaazi diranjang. Netra pria itu terlihat fokus memeriksa email di ipad. Namun, telinganya tetap mendengar semua yang disampaikan sang istri.

"Gak dipuji pun, aku bakal masakin kamu tiap hari."

Ghaazi meletakkan ipad-nya lalu memilih memfokuskan seluruh panca inderanya pada Nadhira.

"Kenapa? Kalo kamu marah sama saya, kamu tetap masakin saya. Kenapa?"

"Aku mau jadiin aktivitas memasakku sebagai ladang pahala. Apalagi masak buat suami."

Mendengar jawaban istrinya, Ghaazi senyum-senyum sendiri. Tatapannya pun seolah berbicara.

"Jangan nakutin!" Nadhira sampai heran sekaligus ngeri melihat ekpresi Ghaazi.

"Yah, gak. Cuma seneng aja. Kayak gini, kita bisa lebih saling mengenal."

"Harusnya sih gitu. Kita kan ketemunya baru sebulan. Mas lamar aku tanpa ta'aruf. Kita nikah karna... yah itulah. Mana ada waktu buat saling mengenal."

"Saya salah, Ra."

"Emang." Nadhira mendelik kesal dan langsung menarik napas panjang. "Mas salah dan aku juga salah."

"Tapi aku percaya, cinta bisa dipupuk dalam pernikahan karna kebersamaan," imbuhnya.

Pria itu berdehem. Ia kesulitan menyembunyikan senyumannya. "Berarti kamu udah cinta sama saya?"

Mama Untuk Maryam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang