Bismillah...
Ketemu lagi kita. Hehehehe.
Aku mau pasang target yah, teman-teman. Kalo vote-nya nyampe 40, Insyaa Allah aku fast update chapter selanjutnya.Jangan lupa divote sebagai bentuk pertanggungjawaban kalian dihadapan Tuhan. Awokwokk.
FOLLOW AKUN AKU supaya dapat notifikasi dari cerita menariknya lainnya
telorpecah000
_________Untuk mempersiapkan keberangkatannya menuju Bandung, Nadhira berusaha menyelesaikan seluruh berkas-berkasnya untuk melaksanakan ujian proposal. Segalanya terhambat karena ulah suaminya. Andai saja, Ghaazi mau menandatangani semua berkas-berkasnya meski di rumah, Nadhira tidak perlu kesulitan dan pasti ia sudah selesai ujian proposal.
"Makanya Zi, jadi dosen gak usah galak. Apalagi sama istri sendiri," ujar Ayu saat menantunya hendak pamit pulang untuk mempersiapkan berkas-berkasnya.
"Tau tuh," imbuh Najwa.
"Namanya gak profesional, Ma. Semua dosen tau kalau Nadhira itu istri aku. Kalo aku gak tegas sama Nadhira, nanti dikira aku gak profesional. Percuma kan gelar aku tapi tetap dinyinyirin orang," oceh Ghaazi membela diri.
"Gak apa-apa, Ma. Aku sama Mas Ghaazi kalo di kampus emang bukan suami istri. Dia kan fansnya banyak, gak mau ketauan udah punya istri," sindir Nadhira secara halus.
"Ra...," panggil Ghaazi lembut.
"Diroasting gak tuh?" Lagi-lagi, Najwa semakin menjadi-jadi. Ia senang melihat penderitaan Ghaazi.
"Yaudah, Ma. Nadhira pamit dulu." Wanita itu beralih menghampiri Maryam yang berada digendongan Najwa.
"Maryam mau nginep disini?" Pertanyaan itu berkali-kali Nadhira tanyakan. Sebanyak itu pula jawaban Maryam untuk meyakinkan Mamanya.
"Iya, Mama. Maryam mau bobo' sama Kakak Wawa. Maryam masih kangen."
Mendengar ucapan Maryam yang cadel membuat Najwa semakin mengeratkan pelukannya. Ia begitu gemes sama ponakannya sendiri. Ponakan kesayangannya karena Maryam juga adalah anak yang penurut dan tidak rewel diusianya yang baru mau menginjak 4 tahun.
"Ponakan kesayangan Kakak Wawa." Najwa melemparkan ciuman bertubi-tubi tepat dipipi gembul Maryam. Gadis kecil itu tertawa kegelian karena ulah tantenya.
"Ngaku ponakannya, tapi gak mau dipanggil tante. Gimana ceritanya?" Ghaazi mendumel.
"Yaudah, jangan bikin Tante Wawa kesusahan yah sayang. Jadi anak pinter dan sholehah kesayangan Papa," ujar Ghaazi dan mencium puncak kepala putrinya.
"Iya, Papa."
Setelah itu, Nadhira dan Ghaazi memilih pamit undur diri. Ini pertama kalinya mereka hanya akan berduaan dalam satu atap tanpa Maryam. Mereka berdua tidak banyak berbicara saat tiba di rumah. Masing-masing fokus dengan aktivitasnya.
Terlihat bahwa Ghaazi sedang sibuk karena sejak berada di rumah Mamanya, ponsel miliknya selalu saja berdering. Bahkan ia sendiri bingung harus mengangkatnya atau tidak saat ia sedang quality time.
"Kamu cek sendiri kalau harus di cek besok. Saya juga punya urusan yang lebih penting. Kan, saya sudah kasih tanggung jawab sama kamu."
"Kamu gimana sih, Bram? Untuk persoalan bahannya yang habis disupplier biasanya, suruh aja staf dibagian penyedia bahan buat cari supplier ditempat lain."
Dari nada bicara Ghaazi sepertinya ada masalah di pekerjaannya yang lain. Ia masih fokus mendengarkan lawan bicaranya yang sedang berbicara melalui telepon. Namun, karena Nadhira paham dengan situasinya yang kurang enak, ia pun mengambil minum dan membawanya menuju ruang tengah tempat Ghaazi berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Untuk Maryam [END]
RomancePLAGIAT MENJAUH❗ (Proses Terbit) ―Menikah bukan hanya menyatukan dua kepala dan dua raga dalam satu atap. Ada banyak perencanaan yang perlu dipersiapkan. Seperti halnya sebuah proposal penelitian. Ada banyak Bab yang mesti dipahami untuk memecahkan...