Dua puluh empat

926 132 12
                                    

Ini hari terakhir mereka di Bali. Yuta dan teman-temannya kini berkumpul di restoran barunya. Hari ini juga pengesahan restoran tersebut.

Winwin sejak tadi hanya duduk dan memperhatikan orang-orang yang keluar masuk restoran. Niatnya ingin membantu, namun kata atasannya,

"Diam, duduk. Jangan ikut ngerjain apapun, kamu belum sehat sepenuhnya!"

Winwin bisa apa selain menurut?

Winwin menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Membenamkan wajahnya diantara lipatan tangannya. Ia bosan. Sungguh. Satu jam lamanya Winwin hanya duduk terdiam di sini. Ingin bermain dengan anak-anak, tapi Winwin tidak tau mereka di mana.

"Bosaaaan."

Sekretaris manis itu beranjak dari duduknya, ia ingin pergi ke luar restoran mencari udara segar. Juga barangkali ada sesuatu yang menarik untuk dilihat di luar sana.

Tidak ada yang begitu menarik. Hanya ada orang-orang asing yang berlalu lalang dan penduduk lokal yang berjualan.

Kembali ia mendudukan dirinya di pinggir trotoar. Menghitung kendaraan yang lewat untuk menghalau rasa bosannya. Sesekali menebak berapa kecepatan kendaraan itu melaju.

"35, yang itu 26," gumamnya sambil menunjuk motor yang lewat di depannya.

"Apanya yang 35?"

Suara itu membuyarkan semua rumus yang ada di kepala Winwin. Padahal tinggal satu angka lagi, Winwin bisa menebak kecepatan mobil yang baru saja lewat. Winwin menoleh untuk melihat orang yang sudah berani mengganggu waktu berhitungnya.

"Itu," jawabnya setelah mengetahui siapa yang mengganggunya.

"Ngapain di sini sih? Kayak anak hilang aja," ujar Yuta.

"Suka-suka saya," ketus Winwin. Tak tau kenapa ia kesal dengan atasannya, "Sana pergi, urusin itu restoran," lanjutnya dengan mendorong pelan bahu Yuta.

"Udah selesai. Ini saya nyari kamu buat nyuruh ganti baju," ujar sang atasan.

"Nggak, saya nggak ikut. Sana bapak sama yang lain aja."

"Bilang apa kamu tadi?"

Winwin mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Yuta. Dengan senyum yang dipaksakan ia mengulang ucapan yang sebelumnya ia lontarkan.

"Saya nggak ikut. Bapak sama ya–"

Lagi. Ucapannya lagi-lagi terpotong karena Yuta. Tapi kali ini jantungnya hampir berhenti berdetak. Bagaimana tidak, pria yang sedang duduk di depannya ini sembarangan mengecup bibirnya.

Tangannya dibawa untuk menyentuh bibirnya sendiri. First kissnya.... Sialan! Ini namanya pelecehan. Tidak bisa dibiarkan, Winwin harus menuntutnya.

Oke, Winwin kamu sepertinya berlebihan.

"First kiss saya," gumam Winwin.

Apa katanya? First kiss? Rasanya Yuta ingin tertawa sekencang-kencangnya. Tidak ingatkah Winwin jika dulu mereka biasa melakukan hal yang lebih dari ini?

Bukan kegiatan inti, hanya sekedar membelit lidah satu sama lainnya.

Ah, Winwin saja lupa dengan namanya, bagaimana bisa ia mengingat hal-hal yang mereka lewati bersama.

Tak apa, Winwin pasti akan mengingatnya, batin Yuta.

"Bapak saya tuntut ya atas dasar pelecehan terhadap karyawan," ancam Winwin.

"Emang berani?"

Winwin mengangguk tanpa ragu-ragu.

"Ya sudah sana," Yuta mempersilahkan.

Daddy's SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang