022- FLYING HOPE

1.8K 223 10
                                    

Sean mengajak Zee untuk makan malam bersama Gracia dan Tian. Makan malam mereka kali ini membahas tentang pernikahan Sean dan Gracia yang akan di laksanakan bulan depan.

Setelah semuanya sepakat. Tian dan Zee saling tersenyum, terutama senyum Tian yang sangat merekah.

"Bentar lagi aku bakal jadi adiknya kak Zee," ucap Tian tersenyum.

"Sebelum orang tua kita nikah lo udah gue anggap jadi adik kok," balas Zee.

Sean dan Gracia tersenyum melihat interaksi hangat anak-anaknya.

"Mereka lucu ya, Sean."

"Karena mereka anak kita."

"Kalau bukan anak kita berarti nggak lucu?" tanya Gracia.

"Semua anak-anak lucu kok apalagi kamu," jawab Sean diiringi gombalan yang membuat Gracia terkekeh geli.

"Haha, udah tua suka banget gombal-gombal."

"Umur boleh tua tapi gombal buat kamu nggak ada batasan."

"Kenapa emangnya?"

"Nanti cintaku ke kamu terbatas emangnya mau?"

Gracia menggeleng pelan.

"Siapapun yang berani membatas cintamu ke aku akan aku hempas," bisik Gracia.

Sean terkekeh.

"Ngeriiii."

"Mah, om Sean. Tian sama kak Zee mau ngobrol berdua sebentar di sana ya," ucap Tian.

Sean dan Gracia mengangguk kompak. Lalu, Tian dan Zee beranjak dari tempat duduknya dan bicara berdua di tempat lain.

"Lo ada apa ngajak gue ngobrol di sini?" tanya Zee.

"Seneng banget akhirnya bisa lihat mamah sebahagia itu," jawab Tian.

Zee mengerutkan keningnya.

"Terus?"

Tian menoleh dan melepaskan gelang yang pernah di buatkan oleh Gracia untuknya sebagai kado ulang tahun.

"Ini gelang yang pernah di buat sama mamah waktu Tian ulang tahun yang ke-tujuh," ucap Tian lalu memberikan gelangnya pada Zee.

"Kenapa lo kasih gelangnya ke gue?" tanya Zee heran.

"Titip gelangnya ya kak."

"Maksudnya?"

Tian mendongakkan kepalanya ke atas melihat langit malam yang sangat Indah malam ini. Mata Tian terpejam sesaat lalu terbuka kembali sembari  menghela napas.

"Karena nggak selamanya gelang itu bisa ikut sama aku. Dan aku rasa udah cukup gelang itu temanin aku yang selalu lemah dan kesepian."

"Tunggu... Lo emangnya mau kemana, dan kenapa ngomong kayak gitu?"

"Tian nggak kemana-mana kok kak. Sejauh apapun raga Tian pergi tapi masih ada jiwa Tian yang akan selalu ada di sini."

"Gue masih nggak ngerti."

"Sama. Aku juga nggak ngerti kenapa garis takdir hidup aku harus kayak gini?"

Zee menundukkan kepalanya. Sekarang dirinya paham kemana arah pembicaraan Tian.

"Soal penyakit lo ya?" tanya Zee lirih.

"Selain susah untuk belajar ikhlas ada juga yang lain, yaitu susah dapat pendonor ginjal kak," jawab Tian mengangguk.

"Dokter juga bilang kalau kondisi aku makin lemah dan harus segera di operasi. Sedangkan pendonor ginjalnya nggak ada."

Zee sudah tidak sanggup menahan bulir air matanya. Ia menitikkan air matanya.

FLYING HOPE [ENDING] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang